Lelaki dengan Sepatu Jebolnya

Terdengar langkah kaki berat di belakangku.

Aku berjalan lambat setelah langkah kaki itu semakin mendekat. Sialnya … suara itu juga mengimbangi langkah kakiku yang lambat.

Aku menoleh ke samping. Sebenarnya aku berusaha menoleh ke belakang, tapi masih tak ingin melihat. Apa atau siapa yang sebenarnya ada di belakangku? Semua hal yang berhawa horror mulai melintasi otakku. Tidak, hawa-hawa tindak kriminal juga mendominasi pikiranku. Bulu kudukkupun ikut protes atas pemikiranku. Apakah ada sosok lain di belakangku?

Aku mempercepat langkahku. Anehnya langkah kaki itu mulai samar. Akupun berjalan santai.

Tapi ….

Aku melihat layar ponselku, hanya untuk mengetahui sekarang pukul berapa. Pukul 20.03 waktu daerah setempat. Ini masih sore bukan? Biasanya aku juga melewati daerah ini. Sendiri.

Aku tak sabar mengetahui apa yang sebenarnya ada di belakangku, akupun menoleh. Aku melakukan scaning keseluruhan tampilannya.

Relief wajahnya cukup jelas. Aku hanya memprediksi saja. Usianya mungkin sekitar 50 atau 60 tahun. Rambutnya cukup tebal, sedikit terlihat kilau putih di sana. Sepertinya bukan orang jawa. Aku menebaknya, mungkin orang Sulawesi. Baju yang ia kenakan tak mewah, bahkan lebih pantas aku menyebutnya seorang pengemis. Ah … penilaianku sangat buruk mungkin. Begitupula dengan celana yang ia kenakan. Terlihat kusut dan tak terurus. Dia memakai sepatu. Sepatunya terlihat berlubang. Kalau orang desaku bilang "sepatu jebol". Jempol kakinya terlihat, bahkan di malam hari sekalipun.

Sebenarnya tidak terlalu gelap suasana saat itu. Ada beberapa cahaya lampu di pinggiran jalan, walau tak sepenuhnya menerangi.

Aku masih menghadap ke belakang, berusaha menarik kedua sudut bibirku kepada sosok yang tak jauh dari jangkauanku. Aku menundukkan badan sebagai bentuk hormatku pada sosok yang belum aku kenal.

Dia membalas senyumku.

Pikiranku semakin liar. Tak hanya horror dan kriminal, gabungan keduanya juga ada dalam pikiranku. Apakah sosok di depanku adalah manusia atau makhluk astral? Bagaimana jika sosok ini adalah sosok kiriman yang bertugas untuk merampok, lantas hilang seperti tuyul. Oh … tidak. Apakah ia akan membantaiku dengan parang yang ada di balik badannya?

“Mbak, mau kemana?” sapanya kepadaku sembari tersenyum.

Seketika aku menjawab, “emmm …. Mau ke depan Pak. Beli Tahu Tek.”

Sosok tersebut berjalan agak cepat untuk menyejajarkan langkahnya denganku.

“Saya mahasiswa Program Dotoral di situ,” ucapnya sembari menunjukkan satu bangunan menjulang tinggi yang ada di sekitar jalanan kampus.

Aku mengerutkan dahi. Lalu tersenyum kepada sosok yang sekarang ada di sebelahku, sekitar 2 langkah dariku.

“Ini kartu nama saya,” ucapnya sembari menyerahkan sebuah kartu nama kepadaku.

Tangan kananku yang memegang ponsel pintar segera memindahkan benda itu ke tangan kiri dan mengambil kartu nama yang ia sodorkan kepadaku. 

59 disukai 17 komentar 7.4K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Apakah ini tentang ketakutan sekaligus kecurigaan kadang hanya ada dalam pikiran dan kepala kita? Mantap. Aku kasih, 🌟🌟🌟🌟/🌟🌟🌟🌟🌟
@mentalsm : Bingung kenapa Kak?
Can
aku masih bingung 😭
@rustyrusta : :) senang bisa menyapa kakak, makasih kak udah baca dan memberikan jejak di ff 'lelaki dengan sepatu jebolnya' 🙏💕😊
merinding bacanya
@agunghutari : Makasih kak udah mampir dan baca, :)
Adem, kak...
@yesnosalto : Makasih kak, sudah mau mampir dan meninggalkan jejak. 🙏😊
Inspiratif
@falafayya : Owh, meleleh saya baca komennya. Makasih kak sudah mau mampir dan meninggalkan jejak. 💕🙏😊
Saran Flash Fiction