Wanita Berbaju Putih

      Malam itu sekitar pukul tujuh, aku duduk di kursi bambu yang ada di tepi lapangan bersama Aslan, anak tetanggaku, kebetulan ibunya sedang menyiapkan makanan untuk acara lomba badminton. Aslan ini usianya baru tiga tahun, sedangkan aku masih duduk di bangku kelas empat SD. Awalnya aku hanya memerhatikan beberapa teman yang sibuk bermain di tengah lapang sebelum acara lomba di mulai seraya memeganggi Aslan yang tengah berdiri menatap ke arah timur. Di bagian sana kebetulan sebuah kebun dengan pohon beringin besar dan beberapa kuburan tua.

           Aku mengikuti tatapannya, lalu bertanya, “Aslan, lihat apa di sana? Ih gelap,” kataku dengan nada menakut-nakutinya. Dan dengan polosnya ia menjawab, “Teteh1, di sana ada yang ngelihatin. Perempuan pake baju putih.” Ia menunjuk kearah rimbun semak-semak. Aku terpaku beberapa saat, kemudian menggendongnya dan membawa ia masuk ke rumah, yang kebetulan rumah itu tak jauh di belakang tempat duduk. Aku bergegas menceritakan hal tersebut kepada ibunya.

           “Sini, pake kutek dulu biar kasep2,” seru ibunya sembari mengolesi potongan bawang ke semua kuku tangan dan kaki Aslan, lalu Beliau menatapku, “Jangan kasih tahu siapa-siapa. Nera, mau pulang nggak? Nanti Papah Aslan yang antar.”

           Saat itu aku menolak untuk pulang karena tidak merasakan apapun. Benar-benar tidak ada rasa takut atau sesuatu yang dapat membuatku merasa menggigil dingin. Setelahnya aku malah bermain ke tengah lapangan bersama anak lain sampai akhirnya Bapak datang untuk memintaku pulang.

           Keesokan harinya, begitu masuk rumah setelah pulang sekolah mendadak bulu romaku mengejang semua ketika membuka pintu. Kebetulan kedua orangtuaku bekerja, jadi rumah selalu sepi ditambah suasana rumah yang sedikit gelap karena di samping bangunanku ada rumah besar yang menghalangi sinar matahari untuk memancar ke dalam. Tapi aku berusaha menepisnya dan dengan santai membuka seragam sekolahku dan membuka lemari untuk mengambil sepasang baju. Setelah pintu lemari tertutup kulihat seorang wanita berambut panjang dengan gaun putih berayun-ayun di belakangku. Wajahnya pucat pasi dengan seringai senyuman, kedua mataku terpaku menatap cermin lemari, setelah otakku sadar dan memberi informasi tentang siapa wanita itu, aku bergegas lari terbirit-birit menuju rumah temanku tanpa mengenakan pakaian, hanya kaos dan celana dalam. Sesampainya di rumah temanku, aku bergegas memakai sepasang baju yang kubawa lari, sampai saat ini aku tidak berani mencitakan hal itu pada siapa pun karena aku berpikir dia mungkin akan kembali lagi jika aku membocorkan apa yang terjadi. Bahkan saat ibu temanku bertanya perihal apa yang kualami, aku menjawabnya dengan candaan, walau tubuhku masih gemetar dengan wajah panik.

           Beberapa hari berlalu dengan baik-baik saja, tidak pernah lagi kulihat wanita itu, mungkin karena aku bungkam. Entahlah …

1.teteh = panggilan untuk kakak perempuan

2.kasep = tampan.

1 disukai 4.8K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction