Kapur

Saat TK, teman-teman sekelasku menuduhku menghilangkan kapur. Padahal aku tidak menyentuhnya sama sekali. Aku memang tahu warna dan bentuknya, namun teman-teman yang lain pun melihatnya sedari awal Bu Guru meninggalkannya di kelas.

 

“Aku lihat tadi kamu di dekat kapur itu,”ujar Fatimah.

 

Aku memang di dekat kapur itu dan aku mengaku padanya dan teman-teman lainnya. Karenanya, teman-temanku semakin memojokkanku sebagai penyebab kapur itu hilang. Maka aku minta beberapa teman cowok mengecek seluruh sakuku. Setelah dicek, ternyata tidak ada kapur bahkan bekasnya.

 

“Aku tidak bohong, kan? Jadi jangan menuduhku tanpa bukti!” sanggahku.

 

Fatimah masih tidak terima. Aku masih bingung, mengapa dia terus menuduhku sebagai tersangka?

 

“Tapi ini di dekatmu,” tunjuk gadis itu pada sebuah plastik di sampingku.

 

“Memang sejak tadi di dekatku,” balasku.

 

Yoyok mengacungkan tangan. “Kamu membuka bungkusnya?”

 

Aku menjawab, “Ya, aku membuka bungkusnya. Mengapa?”

 

Yoyok tersenyum lalu berteriak, “Pantas saja kelas ini harum.”

1 disukai 4 komentar 5.5K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@faridapane : Karena kamu ahli merangkai kata haha
kenapa yang dituduh ahli fisika bukan aku aja, ya? 😅
@faridapane : wah cerdas, sepertinya Saudari punya anak yang ahli fisika (:
Kapur yang hilang karena menyublim 😂
Saran Flash Fiction