Permen

Aku terdiam. Anak lelaki di hadapanku menunduk malu dengan semburat merah di wajahnya. Permen milkita yang ia sodorkan, belum kuambil.

"Apa?" tanyaku ketus.

"Hm ... aku menyukaimu," kata anak itu pelan.

"Gimana, ya? Aku tidak menyukaimu, tuh." Lagi-lagi aku menjawabnya ketus.

Anak itu membisu. Permennya ia masukkan kembali ke tas sembari menatapku dengan alis tertekuk. Aku balik menatapnya tajam. Ia malah balik badan, langkah tegap maju, lalu menangis dengan kencang.

"Dasar bocah. Masih anak-anak harusnya belajar, bukan cinta-cintaan," gumamku pelan. "Aku mungkin akan menerimanya, jika saja aku tak ingat kehidupanku sebelumnya."

2 disukai 1 komentar 5.3K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
😅😅
Saran Flash Fiction