BUKU CATATAN HITAM

Awalnya aku hanya ingin menyelesaikan tugas kuliahku, membuat cerpen dengan tokoh utama seorang satpam. Akan tetapi, lama-kelamaan rasa penasaran terus saja mendatangiku. Aku mengamati keseharian Israfi, setidaknya itulah nama yang aku tahu dari seragamnya. Ia satpam yang sehari-hari bertugas di kampusku.

Aku sering melihatnya di pos jaga dekat pintu pagar, ketika masuk kuliah di pagi hari. Ia selalu tampak bersemangat dan bersahaja. Namun kali ini tidak seperti biasanya, selama beberapa hari aku mengamati, wajahnya selalu tampak pucat dan seringkali berjalan dengan kepala tertunduk. Aku jadi penasaran apa yang sedang dialaminya hingga rasa sedih begitu terpancar darinya.

Suatu hari, ketika gerimis turun dan angin berhembus cukup kencang, aku melihatnya membaca koran dinding yang berada di depan perpustakaan, sambil memegang sebuah buku catatan berwarna hitam. Anehnya, setiap selesai membaca satu berita, ia pasti akan membuka buku catatan berwarna hitam itu. Ia tampak seperti memeriksa sesuatu. Tak jarang sembari melihat isi bukunya ia menghela nafas, lalu menepuk pelan dadanya dan sedikit menggelengkan kepalanya, seperti merasa kecewa.

Setelah membaca, ia pun pergi. Aku penasaran dengan berita-berita yang dibacanya. Aku mendekat ke koran dinding itu, lalu memerhatikan beberapa tajuk berita yang tadi dibacanya. Ia membaca tentang kasus korupsi beberapa orang menteri. Ia membaca tentang berita palsu yang kerap bermunculan. Ia membaca tentang kasus pencemaran lingkungan. Ia membaca tentang kasus terorisme. Ia membaca tentang kasus rasisme, penindasan, kekerasan, ketidakadilan hukum, dan lain sebagainya.

Sedang asyik membaca, tiba-tiba Israfi melintas di belakangku dengan pakaian serba putih. Aku melihatnya dari pantulan kaca etalase koran dinding. Aku mengikutinya, ternyata ia hendak beribadah. Aku melihatnya memanjatkan doa lebih lama dari orang lain. Usai beribadah, ia berjalan menuju ke sebuah menara yang cukup dekat dari tempatnya beribadah.

Israfi masuk ke menara itu, lalu membelakangi pintu menghadap ke barat. Aku mengikutinya, lalu diam-diam bersembunyi dibalik satu daun pintu yang tertutup. Ia terdengar berbicara sendiri. Karena penasaran, aku pun menguping di balik pintu.

“Hamba sudah selesai dengan tugas hamba, Tuhanku”

“Tuhanku memang benar, umur dunia sudah tidak lama lagi”

“Sebagian besar manusia sudah kehilangan arah. Suka memfitnah dan mencaci. Banyak pemimpin yang tidak amanah. Mulai tidak mampu menjaga dan merawat segala ciptaan-Mu. Moral mereka pun sudah mulai runtuh”    

“Hamba sudah menyaksikannya dari berbagai penjuru dunia dan semuanya sudah mulai sesuai dengan catatan yang Engkau berikan”

“Sesuai perintah-Mu, hamba akan kembali untuk bersiap membunyikan tandanya”  

Usai ia berbicara, tiba-tiba muncul cahaya yang sangat menyilaukan dari dalam menara, lalu secepat kilat melesat ke langit. Aku terkejut dan mulai merinding ketika mengetahui tidak ada seorang pun di dalam menara. 

           Sejak peristiwa itu, aku tak pernah lagi melihat Israfi. Ia menghilang di menara itu. Rasa penasaran masih merasukiku. Namun, saat kutanyakan keberadaan Israfi ke beberapa satpam yang berjaga di pos dekat pintu pagar, mereka selalu menjawab dengan wajah bingung.

           “Dek, selama kerja di sini, saya ngga pernah punya rekan kerja yang namanya Israfi"

3 disukai 5.2K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction