Flash Fiction
Disukai
6
Dilihat
5,562
Karma
Thriller

Siang itu aku jualan bakso lagi, untuk yang terakhir kali.

Baksoku aslinya enak, tapi pembelinya saja yang bangsat.

“Sudah enak belum? Sini, aku pesan satu mangkok!”

Nah, salah satunya Danib ini. Seribu kali dia komentar tidak enak, tapi seribu kali pula dia balik beli. Bilangnya keasinan lah, apa lah, taunya cuma mau bayar lima ribu. Buang air tiga kali di toilet umum saja tidak cukup segitu mah.

“Halah, sekarang hambar! Penipuan ini! Kubayar tiga ribu saja sudah untung!”

Tuh, kan, bangsatnya keluar. Dia lempar ke mukaku dua ribu, padahal katanya tiga ribu. Memang, mulut tak pernah sekolah mah begitu.

“Bang, biasa ya?”

Nah kalau Annis, istri Danib, sukanya minta gratis. Memang enak baksoku, siapa saja pasti kembali. Tapi sekalinya bangsat ya bangsat, kalau tidak bayar mana dapat uang aku.

Kalau wanita ini, bagaimana ya? Kelakuan kayak setan, sih, tapi juga sering kesetanan di ranjang. Yang ini gratis tidak apa-apa, tapi yang lain itu loh.

Misalnya Kamto, dia pesan selalu dua mangkok, tapi kok pakai tambah goda istriku? Memang sih Neneng cantik, dari desa, lugu, tapi jangan dipesan juga dong! Mana dianya juga kesenengan lagi, mentang-mentang Kamto pengusaha lele sukses tajir melintir, terus mukanya kayak bintang iklan rokok. Ya pastinya Neneng juga leleh dibisik dikit sama dia.

“Bro, biasa, pesen dua ya? Neneng minta juga.”

Cengengesan begitu kok bikin naik darah, ya?

Apa sih ini?

Apa yang aslinya terjadi?

Kenapa bisa begini hidupku?

Ah.

Iya juga.

Kalau dipikir, kayaknya dimulai sejak aku diajak seranjang sama Annis.

Si bangsat.

Tapi aku juga bangsat.

Apa ini karma?

Tapi kenapa sekarang cuma aku yang kena?

Yang lain kapan?

Aku tahu karma pasti datang, tapi aku juga tidak tahan kalau harus menunggu lama buat yang lain ikutan kena. Menderita sendirian itu pahit. Uang menipis, masih saja diminta gratis. Neneng sudah jarang pulang, seranjang sudah jijik sama aku. Annis juga jual mahal. Pintunya selalu sudah dikunci dan lamu pasti mati. Padahal rintihanya masih saja kedengaran dari luar.

Lalu sekarang, aku dapat apa?

Ah iya, kan aku dapat karma.

Tapi aku tidak mau kena sendirian.

Kalau tidak betah menunggu, berarti harus dijemput.

Mudah, kan?

Untung masih punya uang buat beli obat, yang katanya manjur tapi efeknya pelan-pelan.

“Makasih, Bang.”

“Tengkyu, Bro!”

“Makasih, Mas.”

Oke, semua bakso sudah kukasih ke mereka.

Saatnya aku makan juga.

Soalnya, ini karma kita bersama.

Hehe.

 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Thriller
Rekomendasi