Attack

Kenapa jadi seperti ini?

Pertanyaan itu terus bergema di antara kesadaran yang timbul tenggelam. Udara terasa berat, akibat tekanan di atmosfer meningkat berkali lipat. Aku tidak bisa berhenti mengutuki orang yang menggiring kami ke situasi ini—yang tidak lain ialah diriku sendiri.

Pertemuan itu terjadi begitu saja. Di depanku berdiri seekor anjing hitam, tingginya tidak lebih dari setengah meter. Bulu di sekujur tubuhnya lebih hitam dari langit malam, berdiri tidak beraturan. Sepasang mata merah sepekat darah menatap lurus ke arahku.

Aku bergeming. Darah di sekujur tubuhku terasa luruh.

Detik berikutnya anjing hitam itu berbalik pergi. Langkahnya meninggalkan jejak cairan kental seperti darah berwarna hitam. Dia bukan sekedar anjing yang dimasuki roh jahat. Aura gelap dan nafsu membunuh yang dikeluarkannya jauh lebih pekat dari roh jahat biasa. Dia tidak lain adalah anjing pembawa bencana, Grim.

Dia harus dihentikan!

Pelacakan kami menggiring ke tempat ini. Bangunan tua di sebuah kota mati. Dinding-dinding retak ditumbuhi lumut dan semak. Kebanyakan bangunan tidak lagi beratap. Puing-puing berserakan dari rangka bangunan yang berguguran.

Satu gedung tua masih cukup kokoh berdiri meski atapnya terkikis usia dan tidak lagi simetris. Jejak Grim membawa kami memasuki salah satu lorong dalam gedung itu. Namun jejak yang berupa cairan hitam kental mendadak menghilang di tengah lorong.

Untuk sesaat waktu terasa berhenti. Detik selanjutnya tekanan udara berubah. Mendorong kami jatuh ke lantai. Sudut mataku menangkap beberapa sosok keluar dari bayangan gelap di balik ruang-ruang berdinding retak. Sosok-sosok kelabu itu tampak merayap sesaat, lalu menghilang dan muncul lagi di sisi lain ruangan.

Mereka makin mendekat!

Aura kegelapan keluar bersama sosok-sosok kelabu, merayap naik seperti asap yang membumbung. Mengungkung seisi bangunan, menggantikan seluruh udara di dalamnya.

Berat. Napasku tercekat. Beberapa orang di antara kami mencoba berdiri hendak melarikan diri. Percuma. Tekanan dari aura kegelapan lebih kuat dari sebelumnya. Sebelum disadari, sekujur tubuh kami sudah dilumpuhkan. Sosok-sosok kelabu merayap mencapai tubuh-tubuh tergeletak tak berdaya lantas memasukinya.

Aku harap kesadaranku menghilang saat itu juga. Tapi tidak, untuk alasan yang tidak kuketahui, kesadaranku bertahan.

Tubuh-tubuh rekanku menggeliat pelan. Hingga kemudian terdengar suara gemeretak tulang saat tubuh itu digerakkan. Lalu dengan sebuah sentakan, tubuh mereka terbangun, berdiri dengan postur tidak manusiawi. Kepala terkulai ke samping seolah tengah tertidur. Mata mereka terbuka, tapi hanya ada warna hitam di mana seharusnya bola mata menatap. Cairan hitam kental mengalir keluar dari rongga mata itu.

Suara tulang berderak kembali terdengar. Kali ini dari tubuhku sendiri.

Tidak. Bukan aku yang melakukannya. Aku bahkan tidak bisa merasakan tubuhku sama sekali.

Di sini, di alam pikiranku, sesosok hitam berdiri di balik kesadaranku. Dia memancarkan tekanan kuat dan hawa panas yang tidak bisa dijelaskan. Dia mengambil alih kendali dalam tubuhku.

Tubuhku mulai berjalan dengan langkah limbung. Diiringi derak-derak suara tulang yang dipaksa bergerak dengan cara yang tidak biasa. Dan bersama tubuh-tubuh lain, membentuk rombongan yang bergerak menuju ke pemukiman. Pelan tapi pasti, dengan satu tujuan, untuk mencari korban. Bersiaplah kalian ....

3 disukai 1 komentar 5.5K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
unik
Saran Flash Fiction