Disukai
1
Dilihat
568
The Untold Truth
Slice of Life

"Berjanjilah padaku, Brian! Sampai embusan napas terakhirku, Leon tidak boleh tahu yang sebenarnya."

Brian tampak ragu. Ia tidak segera menjawab permintaan Gina.

"Brian, aku mohon ..." Gina menggenggam tangan Brian dengan erat. Air mata sudah membasahi pipinya yang tampak pucat.

"Ini bukan hal yang bisa disembunyikan, Gina. Cepat atau lambat, Leon akan tahu."

"Mungkin, tetapi tidak sekarang."

"Gina ... Dia selalu menyakitimu. Kenapa kamu terus memaksakan diri? Tinggalkanlah dia dan ikutlah bersamaku. Kamu bisa hidup dengan tenang."

Brian membawa tangan Gina ke wajahnya. Meletakkannya tepat di keningnya. "Aku mohon ... Setidaknya, biarkan aku memberikanmu kebahagiaan disisa hidupmu."

"Aku mencintainya, Brian. Meskipun ia sudah tidak lagi seperti dulu, tetapi aku masih sangat mencintainya."

Gina bukannya tidak tahu kalau Brian, sahabat Gio yang juga dokter yang menangani Gina, sangat mencintainya.

Sejak mereka dibangku sekolah, Gina sudah merasakannya. Brian tidak pernah mencoba merebut Gina dari sisi Leon dan hanya terus mencintainya dalam diam.

Tiba-tiba, pintu ruangan Brian terbuka dengan kasar. Leon masuk dengan tergesa dan apa yang ia temukan tentu saja tidak terlihat baik. Istrinya sedang berada di dalam genggaman pria lain.

"Jadi, ini yang selama ini kalian lakukan di belakangku?" Mata Leon terlihat berapi-api. Jelas ia merasa kalau miliknya telah mengkhianatinya. Bahkan Leon langsung menarik tangan Gina dengan kasar.

"Leon, tunggu!" Brian langsung berdiri. "Kamu salah sangka. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan."

"Tidak seperti apa yang aku pikirkan?" Mata Leon berganti menatap tajam ke arah Brian. "Kalian sedang berpegangan tangan. Apalagi yang harus dijelaskan?"

Gina merintih karena cengkeraman tangan Leon semakin kuat.

"Leon! Gina sedang sakit!" Ucapan itu terlontar begitu saja dari bibir Brian. Ia sudah tidak tahan dengan peringai kasar Leon.

"Brian!" hardik Gina. Matanya memohon untuk Brian berhenti berbicara dan Brian tidak punya pilihan selain mengurungkan niatnya kembali.

"Kamu menyakiti Gina, Leon."

"Itu adalah urusanku. Dia adalah istriku. Bagaimana aku memperlakukan istriku bukanlah urusanmu!"

Leon langsung menarik Gina keluar dari ruangan itu. Brian menahan diri untuk mencegahnya. Itulah yang Gina inginkan.

Dulu, Leon tidak seperti ini. Sikapnya sangat lembut pada Gina. Ia bahkan tidak akan tega untuk menyakiti Gina.

Semua berubah sejak kehadiran seseorang yang menginginkan Leon dan Leon mempercayai semua perkataan wanita itu tentang Gina yang menjalin hubungan dengan Brian.

Beberapa foto di ambil yang seakan memperlihatkan kemesraan mereka. Gina sudah menyerah untuk menjelaskan pada Leon kalau tidak ada apa-apa di antaranya dengan Brian, tetapi karena Gina memilih untuk menyembunyikan kenyataan tentang penyakitnya, maka Gina tidak bisa menjelaskan mengapa ia dan Brian sering bertemu.

Leon melajukan mobilnya dengan kecepatan sangat tinggi. Permohonan dan tangisan Gina tidak juga menghentikannya. Leon seakan gelap mata setelah melihat sendiri bagaimana istrinya telah disentuh oleh Brian, sahabatnya sejak sekolah dulu.

"Leon, aku mohon ... Semua tidak seperti dugaanmu."

Tiba-tiba saja Leon menepikan mobilnya dengan cepat. Tubuh Gina sampai terhentak ke depan. Untung saja ia selalu memakai sabuk pengamannya.

Tubuh Leon berbalik menghadap ke arah Gina yang tubuhnya sudah bergetar.

"Kalau begitu jelaskan padaku. Buat aku mengerti kalau kamu tidak mengkhianatiku. Semua foto itu dan apa yang baru saja aku lihat, apa arti semua itu? Untuk apa kalian begitu sering bertemu tanpa sepengetahuanku!"

Gina hanya bisa tertunduk dan menangis. Ia tidak dapat menjelaskannya. Semua memang terlihat seakan ia dan Brian memiliki hubungan istimewa.

"Sialan, Gina!!" Tiba-tiba saja Brian memukul keras setir di hadapannya. "Jelaskan padaku! Atau mengakulah! Aku tidak peduli! Katakan padaku ada apa sebenarnya di antara kalian!"

Leon benar-benar merasa hancur. Hatinya telah berhamburan sejak pertama kali ia melihat semua foto kebersamaan Brian dan Gina tidak pernah bisa menjelaskannya.

"Kamu bahkan membiarkannya memelukmu. Demi Tuhan, Gina! Kenapa kamu melakukan semua ini padaku. Tidakkah aku cukup untukmu? Apakah aku kurang menyayangimu?"

"Maafkan aku, Leon ... Aku benar-benar minta maaf ..."

Untuk beberapa saat, mereka terdiam sampai akhirnya Leon kembali melajukan kendaraannya. Kali ini dengan lebih tenang.

Sampai mereka sampai di rumah, Leon tidak juga mengatakan apa-apa. Ia hanya menuju ke kamar dan mengambil beberapa pakaian.

"Ka--kamu mau ke mana?" tanya Gina dengan perasaan takut yang mulai merayap.

"Aku tidak ingin menyakitimu lagi. Aku juga tidak ingin menjadi penghalang kebahagiaan kalian. Aku akan mengurus semuanya. Kamu bisa memiliki rumah ini. Bagiku, rumah ini sudah bukan lagi tempatku pulang."

Gina tidak dapat bergerak. Ia hanya memandangi kepergian Leon sampai tubuhnya hilang di balik pintu. Dan setelah itu, tubuh Gina rubuh ke lantai dan ia menangis sejadi-jadinya.

Satu bulan Gina tidak mendengar kabar dari Leon. Hanya Kevin, salah satu asisten Leon yang beberapa kali datang untuk mengambil barang-barang penting milik Leon di rumah mereka.

Kevin bahkan tidak mengatakan di mana Leon tinggal sekarang. Gina juga tidak dapat lagi bertemu dengan Leon di kantornya. Leon benar-benar menutup semua akses yang memungkinkan mereka untuk bertemu.

Kondisi Gina pun menurun drastis sejak kepergian Leon. Brian benar-benar khawatir. Ia bahkan bertekad, jika ia dapat menemukan Leon, ia akan menceritakan segalanya, tetapi itu sebelum Brian melihat Leon berjalan dengan seorang wanita yang menggandeng mesra tangannya.

Malam itu, Gina merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Gina menolak untuk tinggal di rumah sakit karena ia ingin menunggi Leon pulang.

Gina mencoba untuk menghubungi Leon. Setidaknya, jika nyawanya berpisah dengan tubuhnya hari ini, ia ingin mendengar suara Leon untuk yang terakhir kalinya.

Tiga deringan terdengar sampai akhirnya panggilan Gina diangkat.

"Leon ..." Suara Gina begitu lemah. Ada sedikit senyuman di wajahnya ketika panggilannya terangkat.

Tidak ada jawaban. Leon hanya terdiam.

"Apakah kamu sudah menandatanganinya?" Akhirnya suara Leon terdengar.

Dua hari lalu, surat perceraian itu datang. Gina membukanya dengan perasaan hancur. Satu harian Gina hanya terdiam dengan surat itu di dalam genggamannya.

Akhirnya, Gina pun menandatanganinya. Ia tahu, ia tidak lagi bisa menjadi ke ahagiaan Leon. Tidak dengan kodisinya yang sakit parah seperti ini.

Ia hanya akan menghambat langkah Leon menggapai segala impiannya.

"Aku sudah menandatanganinya. Bolehkah kalau kamu yang mengambilnya? Aku ingin melihatmu untuk terakhir kalinya ..."

Sebenarnya, Leon sudah merasa ada yang tidak biasa. Suara Gina terdengar sangat lemah, tetapi ia menepis semua itu dan memutuskan untuk tidak memedulikannya.

"Leon, makan malamnya sudah siap."

Suara itu terdengar sayup, tetapi Gina tahu kalau suara itu adalah suara seorang wanita.

"Kamu sudah menemukan penggantiku ..."

"Aku juga harus bahagia, kan? Sama seperti kalian."

Air mata Gina menetes. Ia tidak menyangka kalau Leon akan secepat itu mendapatkan penggantinya.

Setelah itu, suara Gina tidak lagi terdengar. Panggilan itu belum terputus.

"Halo?" Leon mencoba untuk memanggil nama Gina. Entah mengapa, ada firasat yang tiba-tiba mengganggunya. "Gina? Halo? Gina? Kamu bisa mendengarku?"

Leon mulai panik. Tanpa memedulikan kemarahannya selama ini, Leon langsung mengambil jasnya dan kunci mobilnya. Ia bahkan tidak mendengarkan panggilan dari sepupunya yang sudah memasak makan malam untuknya.

Ketika Leon tiba, ia melihat mobil Brian yang terparkir di pekarangan rumahnya. Rasa khawatir yang tadi menguasainya berganti dengan kemarahan yang memuncak.

Sesaat lalu, Leon bahkan mengendarai kendaraannya tanpa peduli dengan keselamatannya sendiri, dan ternyata, Gina sedang bersama dengan Brian.

Leon langsung masuk ke dalam rumah dan tidak menemukan Gina dan Brian di lantai bawah. Leon mendengar sedikit kegaduhan di lantai atas yang sepertinya berasal dari dalam kamar mereka.

Dengan masih dikuasai kemarahan, Leon langsung berjalan dengan cepat untuk menemui mereka. Kali ini, tidak akan ada lagi yang mampu menahan Leon untuk menghajar Brian.

Langkah Leon tiba-tiba langsung terhenti ketika ia melihat Gina yang sedang terlentang tidak sadarkan diri dan Brian yang sedang menekan dada Gina sambil memanggil-manggil nama Gina.

"Tidak, Gina! Kamu belum boleh pergi! Aku tidak mengizinkanmu!"

Di dekat kaki Leon, ia melihat selembar surat yang sudah tertera tanda tangan Gina di sebelah tanda tangannya. Surat perceraian mereka.

Pandangannya menjadi kabur. Pikirannya kacau. Leon tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Mengapa Brian terlihat begitu panik dan mengapa Gina hanya membujur kaku.

Brian masih terus terlihat mencoba untuk menyadarkan Gina sambil terus memanggil namanya, tetapi Gina sudah terlanjur pergi.

Kisah cinta mereka harus berakhir dengan salah paham yang tidak pernah terselesaikan. Dan pada akhirnya, dia yang tertinggal lah yang akan menanggung semua penyesalan ...

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar