Disukai
0
Dilihat
1827
Menerka Dibalik Kisah Kehidupan
Misteri

Malam yang begitu tenang, bukankah seharusnya pada malam yang damai ini semua orang akan tertidur nyenyak di kamar tidur mereka masing-masing, ya? begitu pula dengan diri ku, aku juga bisa seperti mereka, tidur dengan nyaman, mungkin sih.

Apalagi setelah melewati hari yang begitu panjang, aku hanya ingin istirahat dengan tenang malam ini, tetapi hal yang tidak terduga terjadi pada ku.

“Loh dimana ini? perasaan aku lagi mau tidur tadi… Lagian mata ku juga sudah merem, kan?” Ujar diriku yang lagi kebingungan, bagaimana juga aku yang sudah siap mau istirahat tadi, bahkan telah memejamkan mata perlahan-lahan, kok tiba-tiba kayak kesadaran ku ditarik memasuki dunia lain, mata ku pun seakan dipaksa untuk terus terbuka, kondisinya tuh bak kaget jatuh dari kasur begitu, tapi ini aku posisinya langsung duduk pada sebuah bangku.

Ketika aku memerikasanya, aku melihat sekeliling ku bukan semacam kamar tidur ku lagi, aku pikir sekarang aku ada di ruangan putih polos, tepat dihadapan ku ada mejalengkap dengan kursinya, kalau aku pikir ini seperti tempat interogasi pihak kepolisian yang sering aku lihat pada adegan film, tapi ini benar-benar tempat yang putih polos, hanya mungkin warna bangku dan kursi yang hitam disini.

Makanya kalau aku pikir-pikir lagi, “Wah... apakah ini yang namanya dunia setelah kematian, sebelum kehidupan abadi?” Memikirkannya saja tubuhku jadi gemetar ketakutan, mungkin memang benar saat ini aku lagi berada di ruang interogasi paska kematian ku.

“Tapi bagaimana ku bisa mati? kan aku cuman tidur saja!” Tanya aku pada diriku sendiri, tanpa pikir panjang, aku pun beranjak dari bangku tempat aku duduk tadi, aku mencoba berjalan-jalan mengitari seisi ruangan yang ternyata lebarnya tidak lebih dari dua kali dua meter saja.

Saat aku mencoba untuk mencari kemungkinan jalan keluar, terserah mau itu pintu atau jendela. Tapi sekali lagi, memang benar ini tuh cuman ruangan polos serba putih, tanpa ada yang namanya pintu atau jendela, jadi pasti ini seperti aku berada didalam kotak tanpa celah.

Aku makin panik, aku sudah tidak peduli dengan apa yang ada dibalik ini, aku berteriak begitu kencang, bahkan sampai membuat tenggorokan ku sakit,

“Ibu!”

“Ayah!”

Kata ku begitu, saat-saat seperti ini aku mencoba memanggil orang tua ku, karena memang yang akan selalu pertama ada saat aku meminta tolong hanyalah mereka berdua. Namun sayangnya, tidak ada tanda-tanda kalau mereka merespons, minimalyang aku dengar hanya suafra kehampaan, karena ini tuh terasa sunyi banget.

Bahkan karea rasa frustasi sudah menguasai kepala ku, aku benar-benar tidak peduli jika harus menghancurkan sesuatu, misalnya seperti memukul dinding putih polos ini dengan keras, hingga aku tidak bisa merasakan tangan ku saking sakitnya.

Berkat tindakan bodoh ku itu, aku jadi tahu kalau ruangan ini sangat aneh, sebab ketika aku pukul tadi, tidak ada bunyi sama sekali, aku coba gores juga tidak berbekas, ini benar-benar ruangan tanpa celah yang punya hukum alam berbeda dengan biasanya.

“Ah sudahlah…” Ujar diriku sudah mulai pasrah akan keadaan dihadapan ku ini.

Dari pada diam saja lalu dikuasai oleh kegilaan ini, aku putuskan untuk berkeliling, lalu disetiap sisinya aku juga sudah mengeceknya, dan memang tidak ada jalan keluarnya.

Saat ini aku sedang berada diposisi merasa putus asa, pasrah dengan apa yang menimpa ku kali ini, aku pun duduk di lantai pojok sudut ruangan kotak ini, mengabaikan bangku, dan meja di depan ku.

Ketika aku hanya ingin diam saja, terdengar sebuah suara, “Kau harus melanjutkannya!” suara seperti seseorang yang sedang memerintahkan diriku, aku tidak tahu darimana asalnya, aku tengok dari sudut sampai sudut lagi, dari kiri, kanan, atas, dan bawah tidak ada orang sama sekali.

Beberapa menit kemudian, aku melihat sesuatu yang janggal dan aneh, dinding ruangan yang putih polos ini perlahan mengelupas bak lilin yang tergerus oleh panasnya api, meja dan bangku di depan ku juga menghilang, dan sesuatu pelan-pelan jatuh mengenai tubuhku, menggunakan tanganku aku tangkap lah sesuatu itu. Walaupun aku belum pernah melihat sesuatu itu, tapi aku sadar sesuatu yang jatuh ini bisa disebut sebagai salju.

Tanpa sadar saat aku fokus akan salju yang terus berjatuhan, suasana disekitar ku pun berubah, dari tadi yang hanya putih polos, kini berubah menjadi gelapnya malam, aku juga tiba-tiba berdiri pada sebuah garis jalan setapak, yang mana sekeliling ku itu tanah lapang nan luas, tetapi aku tidak bisa juga melangkah ke sana.

“Ini terasa sangat dingin!” Ya kenyataanya memang secara ajaib, aku benar-benar merasakan suasana malam yang sangat nyata ditengah turunnya salju, aku tidak tahu maksud dan tujuannya, tapi dari yang aku lihat, jalan setapak ini tidak bisa aku telusuri kalau aku terus ke belakang atau kesamping, satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah terus maju mengikuti jalan ini.

Aneh memang, jika aku melihat ke arah yang jauh, hanya ada kegelapan, gelap rasanya. Tidak menentu juga seperti tidak ada jalan sama sekali. Tetapi batinku berteriak meminta ku untuk terus yakin, setiap aku tetap melangkah dan mata ku mengarah ke bawah, jalan ini akan tampak, namun ketika aku berhenti untuk memastikan, jalan di depan ku kembali tidak kelihatan, seperti jalan ini akan muncul ketika aku terus melangkah.

Akhirnya aku putuskan untuk terus melangkah dan terus melangkah, walaupun salju ini mulai menyulitkan pergerakan ku, karena seiring waktu berjalan salju yang berjatuhan ini terus bertambah lebat, udara dingin ini juga mengekang tubuh lemah manusia ku, ditambah hembusan angin, ini seperti jarum-jarum dingin yang tanpa henti menusuk kulit ku.

Hingga akhirnya karena rasa dingin ini, aku sedikit sulit mengangkat kaki ku, saat aku lihat ternyata lutut ku mulai kaku akibat kedinginan, lagi-lagi aku terhenti di tengah jalan ini.

Perlahan-lahan salju mulai menutupi tubuh ku, aku sudah tidak kuat, dan berniat menyerah, sampai kembali terdengar suara perintah seperti sebelumnya, “Tetaplah berjalan… Temukan akhirnya!”

Aku sama sekali tidak tahu suara siapa itu, agak sedikit menyeramkan sih, tetapi aku beranikan diriku dan bertanya dengan lantang. “Siapa kau?”

“Kau gila! Aku bukanlah manusia super!” Ujar ku kedua kalinya pelan, bersamaan dengan bibir yang mulai membeku juga.

“Pilihan itu ada ditangan mu… Memilih diam sekarang dan mati, atau tetap maju ketika kamu tidak jauh dari tujuan terakhir perjalanan ini!” Balas suara yang tidak diketahui darimana asalnya ini, dia memberikan aku 2 pilihan.

Dari perkataannya ini, semakin meyakinkan diriku untuk terus bergerak maju, toh baik diam di tempat atau terus bergerak, ada 2 jawaban, satu kau mungkin benar seperti yang dikatakan suara asing itu kalau akhirnya sudah dekat, dua kau juga akan tetap mati.

Dalam keadaan lutut ku yang mulai kaku, tubuhku sudah menggigil gila ini, aku menarik nafas dalam-dalam, lalu memejamkan mata ku, dan seraya berdiri tegap, kemudian aku pun berlari.

Rasanya sakit sekali memaksa menggerakan satu-satunya pondasi hidupku, setiap kali aku melangkah bak menarik kaki ku dari genggaman puluhan orang.

“Dimana akhirnya? Kenapa belum sampai juga?” Pikiran ku mulai kacau tidak karuan, sementara itu tubuh ku sudah mencapai batasnya.

Aku pun tidak bisa lagi mempertahankan tubuhku yang roboh begitu saja karena ditimpa kumpulan salju. “Sial… Ini batasan ku!”

Pelan-pelan pandangan ku mulai memudar, tubuhku juga telah sepenuhnya membeku, tetapi samar-samar aku mendengar suara asing itu lagi. “Masih ada satu lagi!”

“Bankk!” 

Bersamaan dengan dentuman itu tubuhku terangkat dan mengambang diudara, ada cukup lama aku melayang diudara. Anehnya kesadaran ku juga mulai kembali, tubuhku pun yang tadinya membeku, kini perlahan balik seperti normal biasanya.

Aku melihat sekeliling ku berubah, salju yang menumpuk di tanah memuai dengan cepat, kemudian pandangan ku tertutup oleh sinar amat menyilaukan yang tiba-tiba muncul. Walaupun pada akhirnya sinar menyilaukan ini hanya bertahan sekitar 3 menit saja, barulah sesudah sinar ini menghilang seutuhnya aku bisa membuka mata ku kembali.

Ketika aku bisa membuka mataku malah hampir tidak bisa melihat apa-apa, sebab ternyata aku berada dalam ruangan yang gelap. Meski begitu, aku bisa tahu gelap ini mungkin karena malam, dan ruangan yang tidak memiliki lampu, atau lampu yang tidak dinyalakan.

Aku menyadarinya, sebab aku bisa merasakan kalau bokongku seperti menduduki sebuah benda lembut persis semacam kasur tidur, ketika aku raba-raba tekstur lembut ini dengan kedua tangan ku, aku putuskan kalau ini memang sebuah kasur tidur, tidak jauh dari posisiku juga, kedua tanganku berhasil meraih meja dan laptop.

Aku tidak mengerti kenapa aku berada di ruaangan ini, tetapi tidak lama pikiran ku terasa sakit, jiwaku bak terkoyak oleh sesuatu yang sengaja dimasukkan ke dalam diriku.

Aku tidak bisa berkata-kata lagi, yang hanya bisa aku lakukan saat itu cuman memegangi kepala ku, menjambak rambut ku sekencang-kencangnya, supaya sakit kepala yang tiba-tiba datang ini bisa selesai.

Aku yakin ada yang tidak benar dari sakit kepala ku ini, sebab aku malah mengingat sesuatu ingatan… Ingatan yang entah darimana datang menghampiri ku, “Apa ini?” Tanya ku dalam pikiran ku, dari sini percaya atau tidak, aku menyadari kalau sepertinya aku merasuki tubuh seorang pemuda, yang sedang mengalami sesuatu hal.

Perasaan tubuh ini benar-benar kacau, tetapi begitu tenang, seakan-akan dia tidak tahu harus berbuat apa-apa lagi, atau dengan kata lain tubuh ini telah pasrah menerima keadaan.

Dalam ingatan mengenai tubuh ini, dia ternyata adalah seorang pecundang yang istilah kata baru mengenal dunia, dia ditipu oleh gemerlap keindahan angan-angan dan harapan tidak sesuai seperti bayangannya, waktu dirinya masih sebagai seorang pelajar yang belum terjun bermasyarakat.

Dia telah merencanakan banyak hal, terkait pandangan kehidupannya, dia susun sedemikian rupa, tapi kenyataan dunia ini membuat dirinya hancur, satu demi satu mengenai imajinasinya pun goyah.

Semua bermula ketika dia gagal dalam cita-cita pendidikannya, dari situlah awal mula rasa sakit yang menjadi belenggu dirinya untuk tidak bermimpi lagi, bukan masalah dia yang tidak bisa menempuh pendidikan, tetapi beberapa upaya masa depan yang telah dia susun jadi hilang, dan membuatnya tidak tahu arah.

Dia tidak yakin lagi bisa menggapai mimpinya, ini terdengar lebai. Meskipun pada saat itu, Itu lah kenyataan pahit yang belum siap dia terima. Setidaknya kala itu, dia tahu kalau dunia tidak berjalan atas kehendaknya, dan tidak semua orang dilahirkan dalam momentum dan kesempatan yang sama.

Kemudian, dia terpaksa mengurungkan mimpi dan rancangan hidupnya, seiring berjalannya waktu dirinya mulai menerima keadaan ini. Memang tidak sepenuh hati, hal itu bisa terlihat dari dia yang sudah bekerja dibawah naungan sebuah perusahaan, artinya dia mulai untuk kembali melangkah mengarungi sisa waktu hidupnya.

Walaupun kenyataan kedua kalinya membuat dirinya hilang perlahan, bahwa sikap idealis tidak selalu bagus jika untuk dilakukan dalam lingkungan pekerjaannya, ada beberapa prinsipnya yang tidak sejalan dalam moralitas bagi para orang-orang profesional.

Bagaimanapun saat itu dia lebih memilih mundur, dan bertahap meninggalkan pekerjaannya, mungkin ini salahnya, atau mungkin ini bukan salahnya, tapi pilihan dalam hidupnya, adalah tanggung jawabnya, terlepas hasilnya bagus atau tidak buat dirinya nanti.

Lalu dalam lubuk hatinya yang terdalam, dia bertanya-tanya. “Apa selanjutnya? Apa yang harus dia lakukan?” Dia mencoba mencari tahu jawabannya sendiri.

Sayangnya, dunia tidak bisa menunggu sampai manusia itu berkembang dan memahami putaran takdirnya, karena waktu terus berjalan pada kenyataan yang terus menggempur hati kecil mu dalam berharap dan anomali baru terus bermunculan, apalagi terkadang justru gelombang kejut yang tiba-tiba terlibat dalam arus kehidupan ini, mengacaukan semua nya, bahkan membuat hati yang terluka semakin terpecah belah.

Aku setuju pada dirinya, kita manusia tidak bisa menyalahkan takdir kita, aku paham perasaan rasa sakit tubuh ini, tetapi paling tidak biarkan dia untuk memilih jalannya sendiri dan beri dia ruang untuk berkembang.

Sekali lagi, anomali yang tidak diperhitungkan ini menjadi penyebab malapetaka yang ketiga buat dirinya, semua orang dipaksa untuk membatasi dirinya, membatasi ruang geraknya, baik bila seorang saudagar kaya, atau hanyalah pekerja serabutan, tidak bisa berbuat apa-apa dihadapan anomali ini yang merusak momentum setiap orang.

Dua tahun jika hitungan secara kasarnya… Sudah dua tahun berlalu anomali yang dia sebut sebagai gelombang kejut ini merubah hidup nya, apalagi dua tahun bukan lah waktu yang lama, tetapi juga bagi mahkluk yang tidak abadi seperti manusia, dua tahun ini telah membuat harapannya menjadi bangkai.

Dia punya mimpi, dan ketika aku merasuki tubuhnya, aku benar-benar merasakan perasaannya ini, hancur karena kepastian yang tidak kunjung menguntungkan dirinya, dalam benak ku pun bertanya, apakah ada tempat untuk orang-orang yang bingung?

Maksud ku, dia mencoba untuk bisa berhasil, tetapi dia hanya menemukan kegagalan, dia mencoba untuk berani, namun tidak ada kondisi yang membuatnya bisa menjadi pemberani, Sebenarnya apakah artinya perjuangan? Lalu apakah orang yang telah mencoba sebisanya, tapi belum menemukan hasil, sudah layak dikatakan sebagai pejuang?

Setelah merasuki tubuh yang semakin redup ini, aku merasa kalau dunia tidak peduli akan perjuangannya, dunia hanya peduli akan hasilnya, lalu apakah makna perjuangan itu?

Aku menyalakan lampu kamar tidur milik tubuh ini, kemudian melihat ke arah kaca yang terpasang pada dinding ruangan, aku menyadari wajah ku tampak berubah, ternyata ekspresi bisa disesuaikan dengan keadaan, ternyata aku harus bangun dan menghadapi kenyataan ini.

Lantas seperti mimpi-mimpi sebelumnya, dunia ini perlahan berubah, aku akhirnya bangun dari mimpi, tetapi belum bangun dari kenyataan ini, setelah ruangan bak kamar tidur ini perlahan runtuh dan berubah.

Kali ini aku kembali ke ruangan yang pertama, ruangan serba putih nan polos, yang terdapat dua buah bangku dan satu meja semacam ruang interogasi, disana tidak seperti awalnya, kali ini aku tidak sendiri.

Aku bertanya pada dirinya yang tampak bak pria tua berwibawa itu, “Bolehkah saya bertanya siapaka anda ini?” tetapi pria tua itu tidak menjawab pertanyaan ku dengan benar, dia malah mengatakan hal-hal yang aneh.

“Hey… Kau tahu… Pada awalnya manusia itu diibaratkan seperti ruangan pertama, mereka putih dan polos, kemudian kamu yang terkurung di dalamnya itu seperti usaha mu sebagai manusia yang mencoba untuk menelusuri waktu hidup mu…”

“Manusia seringkali mencoba menemukan jalan keluar, dan menyelesaikan segala permasalahan, tetapi ketika mereka tidak menemukan jalan keluarnya, atau ketika mereka melihat dunia tidak seindah bayangan mereka, mereka pun perlahan menjadi hilang…”

“Hal-hal seperti putih dan polos, kalian bilang itu kenaifan… Kalian pun hanya bisa tertunduk lemas, lalu memalingkan diri dari bayangan yang indah itu…”

Aku memahami maksud dari pria tua itu, namun ada sesuatu hal yang mengganjal dalam hatiku, lantas aku pun bertanya kepadanya. “Bagaimana jika perjuangan dan usaha itu sia-sia? Sebagai pihak yang tidak tahu lagi harus bagaimana… Bolehkah aku pasrah dan menyerah?”

Pria berwibawa itu lantas menajwab pertanyaan ku. “Dalam hal ini tindakan mu ialah keputusan mu… Kamu bebas memahami dengan cara yang kamu sukai, apapun hasil yang akan kamu dapatkan setelah kamu berusaha…”

“Tetapi… Kamu harus memahami, sejak awal yang mau membuktikan dirinya bisa adalah diri mu sendiri, sejak awal kau sendiri yang mau berusaha meraih sesuatu melalui jalan itu…”

“Kamu pantas menilai dirimu sendiri.. Memilih mundur, atau kamu bisa melihat ketidak berhasilnya dirimu dari sudut pandang yang berbeda, itu juga adalah hak mu…”

“Kamu harus tahu… Ketika kamu memilih untuk berhenti, untuk menyerah, untuk pasrah, waktu yang menjadi arena perjuangan mu terus bergerak maju… Maksud ku kamu boleh merasa kalah hari ini, kamu bebas untuk tidak percaya akan dirimu… Namun jika kamu terus meratapi hal yang tidak bisa kamu lakukan, semuanya akan menjadi sia-sia saja.”

“Setidaknya kamu harus memahami… Bahwa ada dua hal di dunia ini yang mempengaruhi masa depan mu, pertama ialah usaha mu, kedua adalah keputusan tuhan mu…”

“Jadi jika kamu telah berjuang namun gagal, jika kamu telah mencoba hanya saja belum menemukan hasilnya… Itu hak mu untuk mengekspresikan diri entah menjadi gelap atau menyikapi dengan penuh kebijaksanaan… Satu hal yang harus kamu sadari, kalau hidup yang masih berputar itu adalah tanggung Jawab mu…”

“Tidak ada manusia yang mau kalah, kemudian lambat laun akan terabaikan dalam kesepian, jika kamu tahu kamu akan kalah, bukan kah lebih baik kamu tetap mencoba… Toh akhirnya ada dua jawaban, jawaban yang pasti kamu akan kalah… Jawaban yang mungkin terjadi kamu akan berhasil, keduanya tidak ada ruginya, karena memang hasil terburuk pun akan kamu dapatkan, jadi tidak perlu ragu lagi!”

Pria tua itu menjelaskan kepada ku dengan begitu detail, mengenai hal pertama, kemudian dia melanjutkan penjelasannya mengenai keadaan aku yang berjalan ditengah kondisi bersalju.

“Tahukah kamu, kenapa manusia bisa berkembang sejauh ini? padahal kita tahu sepanjang sejarah umat manusia ada banyak masalah yang merengut nyawa, dan membahayakan semuanya!” Ujar pria tua itu, dia bertanya pada ku, alasan manusia mampu bertahan sampai saat ini.

Aku pun menggelengkan kepala ku, sebab aku tidak tahu jawabannya. Oleh karena itu dia melanjutkan omongannya. “Itu semua karena manusia tidak bisa mundur lagi… waktu yang jadi arena kehidupan senantiasa bergerak maju, segala sesuatu yang sudah terjadi tidak bisa manusia kembali lagi untuk memperbaikinya…”

“Jadi meskipun masa depan itu gelap, dan menyulitkan mereka lebih memilih maju, daripada diam lalu meratapi masa lalu yang jawabannya hanya satu yakni kemustahilan, lebih baik mereka maju kedepan… Meski dalam keadaan tertatih-tatih, tubuh penuh luka, dan mereka peduli akan rasa sakit.”

“Ya bohong rasanya jika ada seorang bilang badai yang menerpa itu tidak menyulitkan, tidak menyakitkan, tidak menyesakkan… Itu semua bohong!! Setiap manusia yang dengan berani berjalan… Pada jalan yang hanya ada melangkah ke depan dalam ketidak pastian, itu artinya mereka sudah harus siap menerima konsekuensi dari rasa sakit yang melukai hidupnya.”

“Mereka hanya berpura-pura tersenyum untuk menemukan garis selesai yang baik untuk hidup mereka, seperti dirimu yang tetap berjalan ditengah badai salju, agar dapat menemukan akhirnya!”

Kali ini aku tertegun akan ucapan yang dikatakan oleh pria tua itu, aku menyadari kalau sejak awal aku yang memilih merangkak, yang berarti aku harus siap akan segala hal yang ditawarkan hidup ini kepadaku.

Kemudian pria tua itu melanjutkan kembali obrolan ini, “Kamu bertanya dalam hatimu… Apa makna perjuangan? Kamu merasa bahwa hasil lebih dihargai di dunia ini daripada perjuangan!”

“Aku pikir yang kamu katakan itu benar… Kamu tidak salah, bahwa dunia ini cenderung melihat wujud dari duniawi… Tetapi kamu keliru, jika kamu berpikir perjuangan hanya tentang siapa yang berhasil dan siapa yang tidak, lalu apresiasi datang kepada mereka yang menunjukkan hasilnya!”

“Perjuangan itu ternyata lebih sederhana dari yang kamu kira, perjuangan itu memang terkesan tidak seluar biasa dari hasil yang luar biasa! itu hanyalah cara dunia bekerja untuk menipu dirimu!”

“Kenyataannya hidup itu perjuangan, sedangkan perjuangan sama halnya kamu hidup!”

“Ada yang menggunakan perjuangan untuk kebebasan, ada juga yang memanfaatkan kata perjuangan demi kemasyhuran, tetapi bahkan ada juga yang berjuang hanya untuk bisa hidup esok hari! Apapun dan bagaimanapun kamu menggunakan perjuangan, itu semua ialah hal yang disebut sebagai perjuangan!!”

“Sebab perjuangan itu sama dengan kehidupan, maka kita tidak bisa katakan mengenai benar dan salah…”

“Satu hal yang pasti dalam perjuangan ialah kamu yang tetap mau hidup, entah kamu yang menderita karena peperangan, menderita karena kemiskinan, ingin menjadi lebih kaya raya dan lebih bebas, atau depresi karena kegagalan, kamu yang patah hati, kamu yang mengalami kekecewaan, kamu yang kesulitan akibat munculnya anomali yang mengguncang sendi-sendi kehidupan!”

“Maka jika kamu mengalami salah satu dari hal itu, tetapi kamu masih mampu untuk berdiri… Untuk bertahan… Walaupun kamu harus menangis… Merasa perih dihati… Sakit ditubuh mu… Lalu kamu tetap berusaha untuk tumbuh ditengah terpaan itu…”

“Kamu adalah pejuang… Seorang yang memperjuangkan untuk hidupnya…”

Setelah menyelesaikan kalimat terakhirnya, pria tua yang ada di depan ku ini tersenyum, dan sebelum aku sanggup berkata-kata, mulut ku seakan terkunci, lantas seperti semula, dinding-dinding ruangan ini pun terkelupas bak hewan yang tengah berganti kulit, warna putih nan polosnya perlahan tergantikan oleh kegelapan.

Aku seperti tenggelam sedalam-dalamnya di kegelapan ini, tetapi aku tidak bisa merasakan apapun, seperti gemetar atau rasa takut, justru aku malah tenang dan rilek.

Tidak lama aku mendengar suara alarm, sontak dengan refleks cepat aku matikan alarm tersebut, tidak berhenti sesudah itu suara kokok ayam juga telah bergema, “Kukuruyuk!!!” Menandakan pagi hari yang seperti biasanya.

Aku tiba-tiba bisa merasakan sekujur tubuhku, kegelapannya juga sedikit demi sedikit menghilang, aku pun akhirnya bisa membuka mataku, dan menyadari kalau aku lagi sejak awal memang tidur di kasur tidur ku. Saat itu pula aku paham kalau yang aku lalui sebelumnya hanyalah bunga pengiring waktu tidur ku. berkat itu, aku mulai menyadari satu hal, bahwa hidup itu berharga, dan aku harus memperjuangkannya.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi