Pagi itu, matahari bersinar terang saat Adam, seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun, bangun dari tidurnya. Dia adalah anak tunggal dari keluarga Brata yang tinggal di pinggiran kota kecil yang damai. Kehidupan Adam di masa kecilnya sangat bahagia, penuh dengan canda tawa bersama orangtuanya, Wati dan Amir. Namun, semuanya berubah ketika Adam mendekati ulang tahunnya yang ke-17.
Ketika Adam memasuki usia 17 tahun, sesuatu yang aneh dan misterius mulai terjadi dalam kehidupannya. Orangtuanya tiba-tiba berubah menjadi lebih protektif dan misterius. Mereka selalu mengawasinya seperti bayangan yang selalu mengikutinya di mana pun dia pergi. Awalnya, Adam berpikir itu hanya karena kekhawatiran orangtua biasa, tetapi perasaan itu berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih gelap.
Malam demi malam, Adam terbangun dalam dinginnya keringat karena mimpi buruk yang menakutkan. Dia melihat dirinya dikelilingi oleh ular berbisa yang mengancamnya. Ular-ular itu selalu berputar-putar di sekitarnya, membuatnya merasa terjebak dalam kegelapan. Dia terbangun dengan detak jantung yang memburu, merasa ketakutan dan bingung.
Di samping itu, ada suara aneh yang sering menghantuinya. Dia sering mendengar suara neneknya yang sudah meninggal, yang selalu menyanyikan lagu aneh dan menakutkan di tengah malam. Lagu itu terdengar seperti mantra kuno yang merayap ke dalam pikirannya, menghantui tidurnya.
Rumah mereka juga mulai menjadi tempat yang semakin menyeramkan. Adam sering melihat cairan kenyal yang tidak dikenal mengotori lantai rumah mereka. Cairan itu tampak berkilau dan mengerikan. Ketika dia menunjukkannya kepada orangtuanya, mereka hanya tersenyum dan mengatakan bahwa itu adalah sesuatu yang wajar.
Adam merasa semakin terisolasi dan bingung. Dia mencoba mencari tahu apa yang terjadi, tetapi orangtuanya selalu menjawab dengan jawaban yang samar dan tidak memuaskan. Mereka terlihat seperti orang yang menyimpan rahasia besar darinya.
Suatu malam, ketika Adam sedang duduk sendirian di kamarnya, dia mendengar suara bisikan yang datang dari balik pintu. Bisikan itu berbicara dalam bahasa yang tidak dikenal dan membuat bulu kuduknya merinding. Dia berusaha memahami apa yang diucapkan oleh suara itu, tetapi kata-katanya seperti kabut yang tidak bisa dipegang.
Tanpa pikir panjang, Adam membuka pintu, dan di sana dia melihat orangtuanya berdiri dalam keadaan aneh. Mereka berbicara dengan suara yang sama dengan bisikan yang tadi dia dengar. Ada sesuatu yang sangat aneh dengan wajah mereka, seperti mereka sedang terhipnotis.
"Ada apa dengan kalian?" tanya Adam dengan cemas.
Orangtuanya segera berhenti berbicara dan berbalik ke arahnya. Matanya yang kosong menatapnya, dan kemudian mereka pergi tanpa sepatah kata pun. Adam merasa semakin terjebak dalam misteri yang semakin dalam dan menakutkan.
Dia memutuskan untuk menyelidiki sendiri. Dia mulai mencari di ruang bawah tanah mereka, tempat yang selalu menjadi tempat penuh misteri. Namun, setelah mencari berjam-jam, dia tidak menemukan apa pun yang mencurigakan. Tapi ketika dia keluar dari ruang bawah tanah, dia melihat orangtuanya berdiri di sana dengan tatapan yang dingin dan tanpa ekspresi.
"Kalian kenapa selalu mengikuti aku?" tanya Adam dengan frustrasi.
Orangtuanya masih diam dan tidak menjawab. Mereka hanya mengawasi Adam seperti penjara. Adam merasa semakin terpojok dan terjebak dalam situasi yang semakin tidak masuk akal.
Malam itu, ketika dia tertidur dalam kecemasan, mimpi buruknya kembali. Ular-ular berbisa melingkupi dirinya, dan dia merasa napasnya semakin tercekat. Dia berusaha berteriak, tetapi suaranya tidak keluar. Dia merasa terjebak dalam mimpi buruk yang semakin mengerikan.
Adam masih berada dalam mimpi buruknya yang mengerikan, dikelilingi oleh ular-ular berbisa yang mengancamnya. Mereka menggoyangkan kepala mereka, siap untuk menyerang. Adam merasa napasnya semakin tercekat, dan dia mencoba berteriak, tetapi suaranya tidak keluar. Dia merasa terjebak dalam mimpi buruk ini, dan ketakutan merayap ke dalam pikirannya.
Tiba-tiba, ular-ular itu mulai berbicara dalam bahasa yang aneh. Mereka menagih janji tumbal nyawanya, mengatakan bahwa dia adalah bagian dari kutukan yang harus dipenuhi. Adam merasa semakin ketakutan, tetapi dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Mimpi itu semakin nyata, dan Adam merasa dirinya tenggelam dalam ketakutan. Dia merasa napasnya semakin tercekat oleh tekanan yang tidak terlihat. Dan kemudian, dengan tiba-tiba, dia bangun.
Adam mendapati dirinya terbaring di atas sebuah batu persembahan yang terletak di tengah hutan yang gelap dan menyeramkan. Di sekelilingnya, ada para orang asing yang mengenakan pakaian merah yang misterius. Mereka berdiri dengan wajah yang dingin dan tanpa ekspresi, seolah-olah mereka adalah bagian dari suatu ritual yang sangat tua.
Ketika Adam mencoba untuk bergerak, dia menyadari bahwa dia tidak bisa. Tubuhnya terasa kaku dan tidak dapat digerakkan. Dia merasa terjebak di atas batu persembahan ini, tanpa jalan keluar.
Mata orangtuanya, Wati dan Amir, juga tertuju padanya. Mereka berdiri di antara para orang asing itu, dan ekspresi mereka sangat aneh. Mereka tidak lagi terlihat seperti orangtua yang lembut dan penyayang yang Adam kenal. Sebaliknya, mereka terlihat seperti orang yang terhipnotis, tanpa ekspresi dalam matanya.
Adam mencoba berbicara kepada orangtuanya, tetapi kata-katanya keluar dalam bisikan yang lemah. "Ayah, Ibu, apa yang terjadi? Kalian kenapa di sini?"
Ayahnya mendekati Adam dengan langkah lambat. Dia membungkuk dan berbisik ke telinga Adam dengan suara yang getar. "Adam, kita telah terjebak dalam kutukan keluarga ini. Kita harus mengikuti perintahnya."
Adam merasa semakin bingung. "Apa yang harus kita lakukan, Ayah?Jangan kayak gini, yah!"
Ayahnya menjawab, "Kita harus bersabar dan menerima segalanya dengan legowo jika sang Ratu Ular menjemputmu."
Adam tidak mengerti apa yang diucapkan oleh ayahnya. Ratu Ular? Apa artinya semua ini? Dia merasa semakin terpojok dan terjebak dalam situasi yang semakin gelap.
Sementara itu, para orang asing dalam pakaian merah terus berdiri dengan wajah yang dingin, mengawasi Adam seperti para penonton dalam pertunjukan yang mengerikan. Mereka tidak berbicara, hanya berdiri di sana dengan kehadiran mereka yang menakutkan.
Adam mencoba untuk mengingat kembali apa yang terjadi sebelum dia terbangun di atas batu persembahan ini. Mimpi buruk tentang ular-ular berbisa dan suara aneh yang mengagumkan. Semua itu seolah-olah menjadi bagian dari kenyataan yang menakutkan.
Para orang asing mulai merapalkan mantra dengan suara yang semakin menggema di hutan yang gelap. Mereka mengelilingi batu persembahan dengan gerakan aneh, dan Adam merasa semakin terjebak. Tubuhnya masih kaku, dan dia tidak bisa bergerak.
Sarah, ibunya, mulai membasuh seluruh tubuh Adam dengan air yang tampaknya adalah darah. Adam merasa sensasi yang sangat aneh dan menjijikkan saat air itu menyentuh kulitnya. Dia mencoba berteriak, tetapi suaranya hanya keluar dalam bisikan lemah.
Amir, ayahnya, terus berbisik di telinga Adam, memaksa dia untuk menerima segalanya dengan legowo. Dia mengatakan bahwa mereka menyayangi Adam, tetapi kata-kata itu terdengar begitu palsu dan menyeramkan dalam situasi ini.
Tiba-tiba, Adam mendengar suara gemuruh yang mendekat. Itu seperti suara sesuatu yang berlari dari balik tanah, semakin mendekat dan semakin kuat. Dia mencoba melihat ke arah suara itu, dan mata terbuka lebar saat dia melihat sosok ular putih besar yang muncul dari dalam tanah.
Ular itu memiliki mata merah yang menakutkan, dan dia mulai merayap dan melilit tubuh Adam yang terjebak di atas batu persembahan. Adam merasa sesak napas karena lilitan ular itu, dan ketakutan memenuhi pikirannya.
"Maafkan kami, Adam," bisik Sarah dengan air mata mengalir dari matanya.
Adam terus berteriak dan meminta tolong kepada orangtuanya, tetapi mereka hanya terdiam, terjebak dalam ritual yang mengerikan ini. Para orang asing masih merapalkan mantra, dan suara gemuruh semakin keras.
Wajah ular itu mendekati wajah Adam, dan dia mulai mendesis dengan suara yang menakutkan. Dia membisikkan sesuatu yang tidak bisa dimengerti oleh Adam, tetapi kata-kata itu terasa seperti mantra yang menghipnotis.
Ketika wajah ular itu semakin dekat, Adam merasa dirinya semakin lemah. Dia merasa tubuhnya mulai menghilang, dan semua rasa sakit dan ketakutan perlahan-lahan menghilang. Matanya yang terakhir melihat mata merah mengerikan ular itu sebelum dia kehilangan kesadaran.
Adam terbangun dalam kegelapan yang panjang. Dia merasa bingung, apakah semua yang terjadi sebelumnya hanya mimpi atau nyata. Dia bangkit dari tempat tidurnya dan memutuskan untuk mencari orangtuanya.
Saat dia keluar dari kamarnya, dia merasa sesuatu yang aneh. Ada perasaan yang mengganggu di udara, dan dia merasa seperti sesuatu telah berubah. Dia berjalan ke belakang rumah mereka, mencari tahu apa yang sedang terjadi.
Saat dia mendekati area belakang rumah, dia melihat ayahnya, Amir, berjongkok di samping sesuatu yang besar dan hitam. Amir sepertinya sedang sibuk mengubur sesuatu, dan Adam merasa jantungnya berdebar keras.
"Ayah, ada apa ini?" tanya Adam dengan cemas.
Amir tidak langsung menjawab. Dia terus bekerja, hingga akhirnya dia berbalik menghadap Adam. Adam terkejut saat melihat wajah ayahnya. Sisi wajah Amir dipenuhi oleh sisik-ular yang mengkilap, dan matanya memiliki kilau merah yang menakutkan.
"Ayah, apa yang terjadi padamu?" desak Adam dengan ketakutan.
Amir melihat Adam dengan tatapan yang dingin. "Ibu telah tiada," jawabnya dengan suara yang tenang dan dingin.
Adam merasa kejutan besar. "Apa? Bagaimana bisa?"
Amir menunjuk ke bangkai ular hitam besar yang terbaring di dekatnya. "Inilah yang terjadi. Ibu berkorban untuk kamu, dia adalah tumbal pengganti untuk menggantikan posisi kamu, ini adalah pengorbanan ibu. Dia harus menjadi bagian dari sang Ratu Ular."
Amir, dengan mata yang masih dipenuhi oleh kilau merah yang menyeramkan, mencengkram erat bahu Adam dan mulai berbicara kepada Adam. Suaranya terdengar tenang, tetapi penuh dengan penyesalan mendalam. "Adam, ayah minta maaf, ayah gak bisa menjadi ayah yang baik buat kamu."
Adam merasa perasaannya bercampur aduk. "Ayah, kenapa harus kayak gini sih?"
Amir menjawab dengan nada putus asa, "Maaf dam, maafin ayah, maafin ibu, ini adalah kutukan keluarga kami. Ayah telah melanggar tradisi, dan akibatnya, ayah gak akan lama lagi. Tapi kamu, kamu bisa pergi dari pulau Jawa ini. Kamu bisa hidup bebas dari kutukan ini."
Adam tidak mengerti sepenuhnya apa yang diucapkan oleh ayahnya. "Ayah, jangan kayak gini, kenapa harus seperti ini?"
Amir menjelaskan dengan suara penuh emosi, "Ibu melakukan pengorbanan yang besar untukmu, untuk menggantikan posisimu dalam kutukan ini semalam, Sekarang, kamu harus pergi, jangan pernah kembali ke sini. Jika kamu dengar kematian ku suatu hari nanti, jangan pernah kembali! Pokoknya jangan pernah kembali kesini lagi."
Adam melihat ayahnya dengan mata berkaca-kaca. Dia merasa bingung, takut, dan sedih sekaligus. "Ayah, aku gak bisa meninggalkanmu begitu saja seperti ini."
Amir menggelengkan kepalanya dan bergerak memasuki rumah dimana dia mulai membantu Adam menyusun barang-barangnya ke dalam tas dan koper. Setiap langkahnya terasa seperti sebuah keputusan yang tak terhindarkan. "Kamu harus pergi, Adam. Hidupmu di luar sana akan lebih baik. Jangan pernah kembali ke sini, dan ingatlah bahwa kami mencintaimu."
Pembicaraan di antara ayah dan anak ini penuh dengan emosi yang mendalam. Mereka saling memahami betapa sulitnya situasi ini. Adam merasa perpisahan yang tak terhindarkan dan takdir yang tak bisa diubah.
Setelah semua barangnya sudah siap, Adam merangkul ayahnya dengan erat. Amir menatap mata Adam dengan penuh kasih sayang. "Jadilah anak yang baik, Adam. Temukan kebahagiaanmu di luar sana."
Adam meninggalkan rumahnya, meninggalkan pulau Jawa, dan meninggalkan masa lalunya yang penuh dengan misteri dan kutukan. Dia tidak pernah melupakan ibunya dan ayahnya, tetapi dia tahu bahwa hidupnya harus melanjutkan. Adam berjalan menjauh, menuju kehidupan yang baru, dengan beban yang berat di pundaknya, tetapi juga dengan harapan yang baru.