Disukai
7
Dilihat
1,005
Hantu sialan
Horor

Based on true story

"Itu anak siapa sih??" tanya Rena.

"Mana ku tahu," jawabku sambil memutar kunci.

Aku turun dari motor, sedangkan Rena menghampiri bocah yang tengah duduk di depan gerbang.

"Ngapain?" tanya Rena.

"Nunggu Tante, mau ambil bola di dalam," jawabnya santai.

Rena segera membuka gerbang, "Temanmu mana?"

Bocah itu hanya menunjuk di seberang jalan. Aku sendiri tak menyadari ada banyak bocah menunggu sembari duduk dan bercanda. Lalu bocah itu masuk untuk ambil bolanya.

"Anak siapa?" tanyaku sembari melepas helm.

Rena segera menghilang dari pandangan setelah membuka pintu depan.

"Anak pak Albert, " jawabnya dan aku hanya mengangguk mengingat orang yang dimaksud tinggal di ujung jalan.

Ia masih mencari bolanya, karena masih belum menemukan bola dan aku sendiri merasa kasihan, aku membantunya dengan mengatakan untuk mencari di halaman samping. Segera ia menuju halaman samping.

"Anak siapa?" tanya Rena keluar dengan air ditangannya dan menyerahkan padaku.

"Si Albert botak tengah," jawabku lalu meneguk air dingin ini.

Aku membuka jok motor untuk mengecek isi bensin sebab indikator yang sudah tak tahan ingin diganti. Dan Rena membantu dengan penerangan melalui ponselnya. Karena bocah itu tak kunjung keluar, maka aku putuskan untuk periksa keberadaannya di halaman samping. Namun, bocah itu tak ada!.

"Tuh, bocah ke mana?" tanyaku 

"Mungkin sudah keluar," jawab Rena

"Aku cuma buka jok doank!" Aku tak percaya bocah itu hilang, karena mustahil rasanya.

Kami berdua segera menuju halaman samping, tembok tinggi sebagai batas dan tak mungkin bocah sekecil itu bisa memanjat tanpa tangga. Tentu saja kami kaget, berbalik badan diselingi pikiran aneh yang menyambar di malam ini.

"Bisa jadi, itu bocah sembunyi," kata Rena 

"Dimana?? Cuma ada rumput sama kolam ikan."

Kami berdua kembali memutar badan dan melihat halaman samping yang kosong. Perlahan kami kembali menuju motor yang terparkir di depan teras.

"Kau lupa??" tanya Rena.

"Apaan lagi?" Aku balik bertanya.

"Anaknya si Albert botak tengah kan mati! Bulan kemarin!"

"Tahun baru??" tanyaku tak percaya.

"Kau ikut ngaji," kata Rena

Hal itu berhasil membuatku kaget! Akan tetapi, Hal ini tak membuatku takut sama sekali, yang aku takutkan ialah reaksi Rena akan berlebihan apalagi masalah hal hal berbau tak masuk akal alias arwah gentayangan atau bisa disebut hantu.

"Sudah ketemu om! Makasih, ya," kata bocah itu berlari keluar gerbang dan menendang bola. Riuh anak-anak juga menyertai melanjutkan bermain dengan bola itu.

Aku dan Rena saling pandang. Karena chemistry kami yang begitu kuat, kami berdua keluar gerbang untuk kembali memastikan dan memanggil anak-anak itu. Terlihat mereka mengejar bola hingga masuk gang pemukiman warga. Tak tinggal diam, aku dan Rena juga mengejar. Tapi di gang itu tampak sepi tak ada apa pun. Hanya gang yang menghubungkan jalan warga agar tak memutar terlalu jauh. Jarak gerbang rumah dan gang itu hanya beberapa meter saja. Tapi anak anak itu sudah tak terlihat, lenyap begitu saja. Lorong gang yang cukup panjang ini tak mungkin bisa dilewati dengan cepat, terlebih dengan cara berlari sekalipun.

Aku melirik Rena yang terpaku, lalu ia berteriak dan berlari menuju rumah. Yang baru aku sadari ialah tak mungkin menjelang tengah malam akan ada anak-anak bermain bola.

"Hantu Sialan!! jancok!" Umpatan keluar dari mulutku dengan lancar, lalu segera menyusul Rena.

Setelah memasukkan motor, aku menuju kamar guna melihat keadaan Rena. Ia tengah was-was memperhatikan sekitar, ia masih trauma dengan kejadian barusan.

"Jangan takut," kataku menenangkan.

"Enak banget tuh mulut."

"Cuma hantu, kan ada aku" Aku menenangkan Rena yang masih ketakutan.

Tapi ia masih saja ketakutan, menutupi dirinya dengan selimut. Mataku melihat ponsel dan aku putuskan menunggu dirinya tertidur sambil main game.

"Aku kebelet," ujarnya saat aku tengah sibuk dengan battle royale baku hantam dengan pemain lain.

"Tinggal ke kamar mandi, lahh ...," balasku.

Ia memberanikan diri menuju kamar mandi sendiri, dan aku? Ya masih lanjut dengan permainan perang bergaya militer. Terdengar suara air mengalir, ia benar-benar di kamar mandi. Suara pintu terbuka menunjukkan ia selesai dari tempat itu. Langkah kaki terdengar, handle pintu berputar. Tiba tiba Rena berteriak! Dengan secepat kilat aku menarik handle pintu. Pintu sialan ini memang susah dibuka karena memang sedikit rusak. Berkali-kali juga aku menarik handle pintu karena teriakan Rena makin menjadi.

Kesabaranku hilang sepenuhnya, berbekal obeng aku mencoba membuka dan menarik dengan sekuat tenaga. Dari luar Rena mendobrak pintu mencoba masuk dengan tambahan teriakan yang makin membuatku gusar. Setelah beberapa kali mendobrak, pintu terbuka dan menghantam wajah tampan ini..

"Ngentood kau, anjing!!" Aku memaki dan menutupi hidung yang berdarah.

"Bukain pintunya, jancook!!" Rena tak kalah kasar dalam mengumpat.

"Kau kira aku ngapain, hei anak babi!"

Rena melihat obeng dan hal lainnya yang mengisyaratkan bahwa aku juga tengah mencoba membuka pintu. Rena membantu menyumpal hidungku dengan tisu.

Akhhh!, hanya itu yang bisa terucap saat Aku kesakitan.

"Jangan bawel, nanti pesek nih hidung mirip punyaku," kata Rena yang masih sempat bercanda disaat seperti ini. Seolah baru saja ia melupakan hal yang membuat teriak tak jelas.

"Terus ngapain teriak gak jelas begitu?" Aku masih menahan rasa sakit sambil bertanya kehebohan yang Rena ciptakan.

"Aku lihat kuntilacong!!" Raut wajahnya kembali ketakutan luar biasa.

"Itu apa, anjing?!"

"Kuntilanak pocong! Kau anak Haram ngerti enggak, sih?" Rena tanya balik.

"Hei anak Babi, kau jangan seenaknya nyingkat gak jelas," kataku.

Setelah debat kusir sia-sia akhirnya kami kembali ke ranjang. Ia menceritakan bahwa tepat setelah ia membuka pintu kamar mandi ia dihampiri kuntilanak dan pocong secara bersamaan. Cukup tolol bagiku, tetapi ia serius dengan ucapannya. Karena tanggapanku sangat-sangat tak berempati pada kejadian yang baru saja ia alami, hal itu sukses membuatnya jengkel bukan main padaku.

"Jangan ngambek," ujarku, "Lagipula itu cuma hantu, kalau tetangga yang datang mau utang gimana? Apa gak tambah takut?" Imbuh dariku dengan candaan.

"Mbuhhh!!" balasnya ketus.

Aku mendekatkan diri demi jatah.

"Jangan dekat-dekat!! Mulutmu bau vulkanisir!" Katanya.

"Ok ... Aku dekati anak SMA yang sore tadi," kataku dengan bodohnya.

PLAKKK!!!

"Nih, anak babi main gampar aja," kataku mengusap pipi yang panas

"Itu karena kau bodoh!! Enggak mau buka pintu."

"Kau lebih bodoh! Sudah tahu pintu rusak malah didobrak," kataku tak ingin kalah emosi dengan Rena.

"Kau lebih bodoh!! "

"Enggak sadar kau, bodoh!" Aku masih tidak mau kalah.

"KAU GAK PUNYA BAPAK! ANAK PUNGUT DAJJAL!!" Rena ngajak ribut beneran nih.

"KAU ANAK KECELAKAAN!! ANAK KONDOM BOCOR ANJING! "

"ANAK TERLANTAR!! KAU DITINGGAL BAPAKMU BUAT KIMPOI LAGI!! "

"EMAK MU LONTE!! "

"EMAK MU JADI BANGKAI!! " kata Rena

Tiba-tiba suara langkah kaki berlari terdengar dari langit-langit. Karena hal ini kami jadi diam, diam! Karena hantu sialan ini membuat kami kembali beradu kata mutiara yang begitu indah untuk didengar sebagai pencair suasana agar tak kembali tegang pasal hantu. Ditambah malam ini harusnya kami saling mencintai dengan dalam dan teramat dalam. Serta biarkan kami saling bertaut dalam kehendak alam.

Aku kecup lembut pipinya, bibirnya tercekat. Seolah ingin mengatakan sesuatu.

Sesuatu jatuh ke pipinya. Ibu jari tergerak untuk mengusap, ternyata seperti ludah tetapi dengan bau yang sungguh 'harum' bukan main dan berwarna hijau. Sekali lagi menetes ke pipi Rena. Secara cepat kepalaku mendongak melihat ke atas dan itulah yang membuat Rena kembali terpaku.

Kuntilanak yang menempel di langit-langit kamar kami. Wajah yang begitu mengerikan menyiratkan kebencian yang teramat dalam. Entah kenapa hal-hal ini masih saja terjadi. Apakah aku masih mempunyai banyak musuh?, sempat terlintas juga dalam pikiran bahwa kuntilanak tengah marah karena tidak diikutsertakan dalam kenikmatan duniawi ini. Tetapi, biarkan saja pemikiran konyol ini! Terlalu bodoh untuk dipikirkan.

Kuntilanak itu menjatuhkan diri. Dengan cepat aku tendang Rena hingga jatuh dari kasur, begitu juga denganku. Ranjang terhempas karena kuntilanak yang jatuh. Tanganku menarik pintu dengan kasar hingga terbuka diikuti Rena dan diiringi tawa Kuntilanak sialan.

Pintu terbuka, aku keluar merangkul Rena serta membawanya ke ruang tengah. Aku segera menutupi dirinya yang ketakutan dengan karpet. Aurat istriku hanya boleh dilihat olehku seorang. 

Mata kepalaku melihat Kuntilanak itu duduk di ranjang membelakangi ku, ku putuskan menghampiri dengan berbekal tinju tetapi dicegah oleh pintu kamar yang terbanting.

"Keluar kau bajingan!, HANTU ANJING!!" Umpatan dengan nada setinggi mungkin keluar dariku.

Kini, Suara Geraman terdengar dari ruang tamu, aku segera menghampiri! Kali ini pocong berada di sebelah lemari pajangan. Lemari setinggi pinggang orang dewasa. Aku segera melancarkan tinjuan, pocong itu melompat dengan sangat cepat membuatku malah meninju vas bunga yang membuatnya terlempar dan pecah. 

" ANJING!! NGENTOOD!!! BANGSAAD!!" Umpatku sembari melihat kunci motor masih ada di tempatnya, tidak lucu jika pocong itu mengambil kunci Motorsport milikku dan membawanya kabur.

Pocong itu kembali muncul dan duduk di atas meja. Aku kembali mengeluarkan jurus tendangan tanpa bayangan. Kembali lagi pocong itu melompat dengan cepat membuat salah sasaran menendang lampu hiasan hingga pecah.

" MATANE JANCOOK!! ASUU!!" Kata mutiara kembali terucap dariku dengan kesabaran yang benar-benar habis.

Di sudut langit-langit muncullah kuntilanak itu dengan tawa yang cukup mengganggu, terlebih Rena juga ketakutan dengan teriakan serak. Aku melempar asbak.

"NGENTOOD!!" Lemparan tanganku sekuat tenaga.

Aku masih dipermainkan hantu sialan itu hingga langit-langit rumah jebol karena lemparan asbak. Kuntilanak sialan itu berpindah, dan tanpa basa-basi aku menyerang dengan lutut. Alhasil lutut beradu keras dengan tembok

"AKKHHH!!!! ANJING! BABI!!!" Kata kotor kembali terucap.

Geraman terdengar tepat dibelakangku, aku berputar memberi tinju. Pocong sialan ini langsung menghilang. Dengan tertatih aku mencoba kembali memberi pelajaran, tapi kaki tersandung oleh tubuh Rena yang berselimutkan karpet. Aku jatuh kembali menghantam meja dengan wajah tampan ini.

"ANJING NGENTOOD!!" Aku masih tak bosan untuk mengumpat.

"SAKIT GOBLOG!"

Aku kembali berdiri mencari kesempatan, kedua hantu sialan ini hilang setelah asyik mempermainkan kami. Lagi dan lagi terlintas pikiran konyol untuk menggunakan mata Sharingan. Entah kenapa otak ini sulit fokus pada hal konyol sekalipun?. Tanganku menarik handle pintu dan ingin keluar mencari hantu itu lagi.

"SEMPAKMU MANA?? Si Bobby GONDAL-GANDUL!!" Ucap Rena mengingatkan kalau aku masih tanpa sehelai benang.

Quote:

Pagi harinya beberapa tetangga menghampiri menanyakan apa yang tengah terjadi, mereka berpikir kami bertengkar. Mendengar beberapa suara bantingan. Mereka mengira terjadi perkelahian atau penganiayaan yang berujung KDRT. Maka kami menjelaskan apa yang terjadi semalam.

Tak disangka, beberapa dari mereka juga mengalami hal yang sama baru baru ini. Kemunculan hantu secara acak.

   

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
Rekomendasi dari Horor
Rekomendasi