The Junkie
10. Make bersama Maya
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

INT. TOKO — SIANG

HP Raka menerima pesan, dia membukanya. Dari Maya: "Di mana, Ka?"

Raka kaget. 

RAKA (VO)

Pasti dia ingin ngajak nyelam lagi. 

Raka berpikir sejenak, lalu membalas,"Di rumah sakit, May. Ada apa?" Muncul balasan cepat, "Siapa yang sakit?"

Raka mengetik, "Jantung kakak kambuh lagi, May. Dan harus opname." Maya membalas, "Boleh aku menjenguknya? Aku bawa bekal, Ka."

RAKA (VO)

Benar dugaanku, Maya mengajakku menyelam.

"Ohh.. Boleh-boleh saja, May." balas Raka senang.

Raka menuju ATM dan sesudah tarik tunai, dia beli buku pulpen lalu kembali ke ruang ICU.


INT. RUMAH SAKIT — SIANG

Raka datang sesekali bersiul sambil bawa plastik, lalu masuk ruangan Ratna.

RATNA

Lama amat, sih, Ka?

RAKA

Tidak ada toko yang menjual buku di sekitar rumah sakit ini, jadi aku harus keluar, Kak. Beli makanan juga buatmu, Kak.

RATNA

Kakak lemas, menggerakan tangan saja sulit.Kakak juga tidak selera makan, rasanya pahit sekali mulut Kakak.

RAKA

Kakak harus makan.

Ratna mengangguk perlahan. Raka membuka bungkusan makanan itu.

RAKA

Oya, sebentar lagi aku tinggal ke kampus, nggak apa-apa ya kak.

Ratna memandang mata Raka sejenak seperti memeriksa sesuatu, dan kemudian mengangguk. Ratna mulai menegakkan sedikit tubuhnya, dan Raka memberikan makanan jajanan atau kudapan yang manis, nagasari. Ratna menggigitnya perlahan.

RAKA (VO)

Aku harus menyiasati supaya Maya tidak menjenguk kakak, tak bermaksud melarangnya. Aku cuma takut, kakak tahu penampilan Maya yang serba terbuka, pasti menambah beban pikirannya dan menilai Maya buruk.

Maya kembali menggigit kue itu lagi.

RAKA

Nanti sekalian aku datangi kantor Papa dan Mama agar mereka datang, Kak.

RATNA

Sudah! Kamu ndak usah aneh-aneh. Kakak tahu, kamu tidak tega meninggalkan Kakak. Yakin, Papa dan Mama mau datang?

RAKA

Bagaimana jika Papa dan Mama tidak datang?

Wajah Raka agak gusar.

RATNA

Kan, sudah ada yang menemaniku.

RAKA

Siapa?

RATNA

Ya, kamu dan buku tulis ini. Dan, Kakak senang kamu masih punya niat kuliah.

Bibir Raka mengatup. Dia kemudian pamit dan dengan langkah gontai melangkah keluar menyusuri lorong rumah sakit, sejenak Raka kembali dan mengintip Ratna dari celah pintu ICU.

Ratna menulis dengan raut wajah yang sumringah. Raka lega dan melangkah dengan lebih ringan.

Raka menunggu di pintu selatan rumah sakit. Terlihat sebuah mobil mendekat. Dari kaca mobil, terlihat Maya berkaca mata dengan rambut yang tidak terurai seperti biasanya.

Kaca mobil turun dan Maya memberi kode agar segera masuk.

MAYA

Bagaimana keadaan kakakmu, Ka?

Raka tersenyum dan mengangguk. Dia malah sedikit terpana melihat penampilan Maya begitu duduk di sebelahnya. Kaos yang dipakai amat ketat sehingga menonjolkan dada serta rok mini yang amat pendek sehingga paha mulus terlihat.

MAYA

Aku ingin menjenguknya. Atau sekarang saja, bagaimana menurutmu, Ka?

RAKA (VO)

Maya punya niat mulia, tapi dengan busana begini pasti kakak akan menilai Maya buruk. Mungkin bukan hanya kakak tapi semua orang yang ada di rumah sakit.

Raka diam dan berpikir sejenak.

RAKA

Sudah membaik, May. Oh ya darimana kau dapat barangnya, May?

MAYA

Jawaban itu sudah ada dalam kepalamu dan aku tidak perlu menjawabnya.

Mobil melaju di jalanan, dan berbelok menuju apartemen yang tinggi.

INT. APARTEMEN — MALAM

Apartemen yang cukup megah. Mereka berdua jalan masuk apartemen dan menuju lift.

RAKA

Kau akan menginap?

MAYA

Lihat nanti, Ka.

Raka terlihat bimbang.

RAKA (VO)

Aku yakin! Setelah nyelam, pasti tidak ingat apa-apa lagi kecuali berahi. Sedang kak Ratna berbaring tidak ada yang menemani. Aku akan berkirim pesan ke Mama agar menemaninya di rumah sakit.

HP Raka berbunyi. Ada pesan Mama lebih dulu masuk. Raka terkejut, bahasa Mama terasa lembut.

Raka, sekarang kamu di mana? Kok, malah ndak menemani kak Ratna. Atau ada tugas dari dosenmu. Ini Ibu ada di rumah sakit, Nak…

Raka tertegun. Dia bingung antara membalas pesan atau tidak. Terbayang biasanya pesan mama selalu marah-marah.

MAYA

Kau mikir apa?

RAKA

Oh.. Tidak! Aku hanya kagum dengan bangunan ini, May.

MAYA

Kau sedang tidak berbohong padaku?

RAKA

Sudah tidak ada ujungnya membicarakan hal itu. Ayo, lantai berapa?

MAYA

Sembilan.

RAKA

Kau senang dengan angka sembilan?

MAYA

Kayak intel saja loe ini. Lantas, kau suka lantai berapa?

RAKA

Aku suka lantai enam. 69!

MAYA

Dasar mesum!

INT. LIFT — MALAM

Pintu lift terbuka. Mereka masuk. Raka memencet angka 9. List bergerak. Raka membalas pesan Mama.

RATNA (OS)

Seburuk apa mama, dia yang telah melahirkanmu dan mempertaruhkan nyawa. Kebencianmu terhadap mama bisa berujung petaka dalam hidupmu.

RAKA (VO)

Aku masih curiga pada Mama, atau jangan-jangan Kak Ratna yang mengirim pesan dengan ponselnya?

Memikirkan hal itu hingga Raka tidak sadar pintu lift tiba dan membuka di lantai sembilan. Maya menarik lengannya, ia seperti tahu Raka sedang bingung.

INT. APARTEMEN — MALAM

Mereka menyusuri lorong menuju apartemen Maya.

MAYA

Membalas pesan nggak membuatmu rugi (kata Maya sambil membuka pintu) Dari keluargamu?

RAKA

Darimana kau tahu?

MAYA

Astagaaa! Dasar amnesia!

RAKA

Kali ini loe yang menang. Sudah kubalas, kok.

Raka merasa lebih tenang.

MAYA

Tidak ada bedanya dengan ayahku. Sudahlah, kita nikmati saja hidup ini.

Mereka duduk dan ngobrol banyak hal.

RAKA

Lantas, apa maksudmu omong padaku laki-laki itu adalah suamimu dan kamu ingin menceraikannya?

MAYA

Entah. Gue dalam keadaan tidak sadar. Gue tak menyalahkanmu, dan wajar loe sukar percaya. Intinya gue tidak bohong, coba aja tanya Rendi.

RAKA

Maaf.

MAYA

Oh ndak papa. Yuks.

Maya mulai bongkar-bongkar mencari piranti untuk ngubas. Wajah Raka tampak bergairah.

RAKA

Kau sudah menyiapkan semua, May.

MAYA

Tentu, hehehe.

Piranti lengkap dan beberapa selubung pipih atau pipet ditaruhnya di atas meja.

RAKA

Sepertinya, itu sangat berat tarikannya, May?

Pada bagian tutup belum begitu rapat, masih ada yang bolong. Raka mengakali supaya tidak begitu berat saat disedot. Maya angkat bahu tanda kurang paham.

RAKA

Oleskan odol supaya ndak bocor.

MAYA

Iya, ya.

RAKA

Kapan kau membuatnya?

MAYA

Belum lama, kok. Loe bisa ngatur bara tokai?

RAKA

Gue coba

Tangan Raka sedikit gemetar namun dia fokus menyetel bara tokai untuk meleletkan Amphet yang mengkristal. Cerobong pipih telah terpasang, Maya sangat berhati-hati menaruh beberapa kristal ke dalam selubung menggunakan sedotan digunting runcing ujungnya. Raka tampak penasaran melihat Maya yang mahir.

MAYA

Coba, mungkin masih berat (mengamati pipet kaca)

RAKA

Kau dulu, May. Sepertinya sudah mantap tarikannya!

Maya segera menarik nafas dalam-dalam. Bara tokai yang amat mungil mulai melelehkan beberapa kristal. Ia terus menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan sebisa mungkin.

Raka memberi saran lebih selow supaya Maya bisa menjaga bara tokai agar tidak mati.

RAKA

Mantap, ayo tarik lebih dalam, May.

Begitu giliran Raka, dia meminta Maya untuk memegangi tokai dan menjaga kestabilannya agar tidak mati tertiup dengus napas.

Lebih dari sepuluh putaran mereka ngubas. Ya, karena bukan pahe, jadi takarannya jauh lebih banyak.

RAKA

Sekelas Maya mengambil pahe gengsi, dong!

Maya bersandar di sofa.

MAYA

Indahnya, gue lihat bunga-bunga di sekelilingku. Wow kupu-kupu yang sangat indah mendekatiku, Ka. Surga, Ka.

Maya mulai euforia.

RAKA

Indahnya dunia.

Raka mulai mendekati Maya, dan mereka mulai berciuman. Lalu efek Amphet menggiring dengus nafas mereka hingga melumat dan mendesah.

Maya tak henti-hentinya ngoceh.

Babak kedua, kembali mereka mulai. Alat bong itu sudah berganti di tangan Raka. Dia memegang bara tokai lebih tenang. Perlahan mulai dia dekatkan, cerobong pipih kembali memanas dan lelehannya sangat stabil.

Raka tampak santai seperti menyedot es teh, semakin ditariknya hingga hampir satu menit. Maya terperangah melihat aksi Raka yang atraktif. Sejenak Raka tahan hingga wajahnya memerah. Keringat mulai mengucur di wajahnya, lalu dilepasnya sekuat mungkin.

Whuuussss

Suara embusan yang amat panjang. Asap mengepul di seluruh sudut ruangan.

RAKA

Bukan hanya kupu-kupu yang mendekat, tapi aku juga menyaksikan orang-orang dipanggang dan meminta tolong. Bahkan, dasi dan pantofelnya pun ikut hangus, May. Hahaha.

Raka yang benci koruptor mewujud dalam halusinasinya. Botol mineral mereka modifikasi, kristal-kristal yang tak henti meleleh, dan suara air mendidih turut terhibur. Mereka kembali berciuman, saling raba, dalam gairah nafsu yang datang dari empat penjuru.

Lantas mereka terlelap berpelukan.

Cahaya pagi menampakkan tubuh Maya yang setengah telanjang. Raka terbangun, dia melihat jam, dan masuk toilet. Raka mandi dan ganti pakaian.

Raka membangunkan Maya, namun tak ada respon.

Raka mengecup keningnya dan menutup tubuhnya dengan selimut. Dia menulis di kertas dengan pensil di atas meja: May, maafkan aku tidak bisa mendampingimu hingga nanti kau tersadar. Bukan aku tidak menghargaimu, tapi aku harus segera kembali ke rumah sakit. Jaga dirimu baik-baik.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar