SYZYGY
11. SYZYGY #11

38. EXT. TROTOAR — SORE

Suasana trotoar cukup ramai. Eden berlari melewati orang-orang, beberapa di antaranya menoleh heran saat Eden lewat. Eden lalu tiba-tiba berhenti di bawah salah satu pohon rindang yang ditanam sepanjang trotoar. Dia mendongak, menatap dedaunan pohon yang menaunginya.

 

EDEN
(terengah-engah) Eeh...? Luna nggak di rumah? Terus?

 

Beberapa orang menatapnya ganjil, tapi Eden tidak peduli. Dia tetap mendongak, tampak seperti mendengarkan dengan serius sebelum berbalik arah dan kembali berlari.



39. INT. MUSEUM KEBANGSAAN — SORE

Eden berlari melewati pintu depan museum. Dia berhenti di tengah lobi, memandang berkeliling seperti mencari-cari, hingga terlihat Luna dan beberapa anggota Komite Pemuda Peduli keluar dari salah satu ruangan museum. Wajah Luna tampak kusut dan lelah, tangannya memeluk setumpuk buku.

 

EDEN
(dengan suara keras) Luna!

 

Luna berhenti berjalan, menatap ke arah Eden dengan raut terkejut. Beberapa anggota komite yang bersamanya berpamitan pada Luna dan mendahuluinya, sementara Luna masih berdiri diam di tempat. Eden menghampiri Luna, berhenti di depannya dan menghabiskan beberapa saat mengatur napas.

 

LUNA
Kok...? Venna lagi yang kasih tahu? 
EDEN
Nggak, (menggeleng), pohon-pohon di depan. 
LUNA
Ha? 
EDEN
Sori. (menelan ludah, mengatur napas) Sori, aku... (jeda sejenak, tampak cemas) Kamu nggak apa-apa?

 

Luna mengerjap, tampak heran dengan pertanyaan Eden. Eden sudah membuka mulut untuk bicara lagi, tapi Baskara muncul di belakang Luna dan bersuara duluan.  

 

BASKARA
Luna?

 

Baskara menatap Eden dengan tampang menilai, lalu menatap Luna.

 

BASKARA (cont’d)
Ada apa? 
LUNA
Ng-nggak ada apa-apa, Pak.

 

Luna berbalik, berjalan pergi.

 

EDEN
Luna! 
LUNA
(berhenti, berbalik) Nanti aja. Aku lagi... banyak urusan.

 

Luna lalu berlari kecil, menjauh dari Eden dan Baskara. Eden berniat mengejarnya, tapi Baskara menghalanginya.

 

BASKARA
Maaf, tapi jelas Luna bilang nggak mau bicara sama Anda.

       

Eden tampak kesal, tapi tidak menyahut. Dia menghabiskan beberapa saat memandangi sosok Luna sebelum menatap Baskara tajam dan berbalik, berjalan menuju pintu keluar museum.



40. EXT. TAMAN BELAKANG MUSEUM KEBANGSAAN — SORE

Suasana taman sepi. Pohon-pohon besar tumbuh di beberapa titik, sementara bangku-bangku dan meja-meja kayu tersebar acak di tanah berumput yang terpangkas rapi.

 

Luna duduk sendirian di salah satu bangku, melamun. Wajahnya tampak lelah dan murung. Baskara menghampirinya dari belakang, meletakkan sekaleng susu di depan Luna, lalu duduk di hadapan Luna. Dia sendiri membawa sekaleng kopi, lalu membuka dan menyesapnya sedikit.

 

BASKARA
Pacar? 
LUNA
(tersipu, menggeleng) Eden bukan pacar saya. 
BASKARA
Tapi kamu suka sama dia.

 

Luna menatap Baskara, tampak terkejut bercampur kesal.

 

BASKARA (cont’d)
Saya nggak perlu baca pikiran kamu untuk tahu hal sejelas itu. Jadi apa masalahnya? Dia suka sama cewek lain? 
LUNA
(mendengkus) Nggak tahu.

 

Baskara menelengkan kepalanya, tampak heran.

 

LUNA (cont’d)
Saya nggak bisa dengar isi kepala Eden. 
BASKARA
(terkejut) Apa? 
LUNA
Cuma Eden aja. Nggak tahu kenapa. Kalau saya lagi sama dia, pikiran orang-orang di sekitar saya jadi nggak kedengaran jelas.

 

Luna lalu menatap telapak tangan kanannya.

 

LUNA (cont’d)
Dan kalau dia pegang tangan saya... suara-suara itu semuanya hilang. Dunia saya jadi tenang. (lirih) Tenang banget.

 

Luna mulai melamun sementara raut wajah Baskara berubah serius, seperti memikirkan sesuatu.

 

BASKARA
Sekarang bukan saatnya kamu mikirin itu.

 

Luna mendongak, menatap Baskara dengan kening berkerut.

 

BASKARA (cont’d)
Komite akan presentasi di depan DPR dalam dua hari, Luna. Saya butuh kamu fokus di situ sepenuhnya, karena mereka sudah pasti melakukan apa aja untuk menjatuhkan kita. Jadi kamu harus buat mereka semua setuju sama usulan kita, sesuai rencana kita. Kamu ngerti, kan?

 

Luna menelan ludah, mengangguk pelan. Baskara tersenyum tipis, bangkit dari duduknya.

 

BASKARA (cont’d)
Ini langkah awal kita untuk bikin Indonesia lebih baik, Luna. Jangan kecewain saya.

 

Baskara lalu memutari meja dan berhenti di samping Luna. Dia menepuk bahu Luna, lalu berjalan pergi.



41. EXT. HALAMAN KAMPUS EDEN — SIANG

Eden keluar kelas bersama mahasiswa yang lain. Dia berjalan menuju gerbang kampus, lalu berhenti saat ponselnya bergetar di dalam saku. Eden tampak terkejut saat melihat ada pesan masuk dari Luna.

 

LUNA (text)
Kemarin sori. Besok Komite mau presentasi di DPR.

 

Eden tersenyum sendiri, lega Luna mengiriminya pesan duluan, lalu cepat-cepat membalas.

 

EDEN (text)
Nggak masalah. Jaga kesehatan. Kamu pucat banget kemarin. Beneran nggak apa-apa?

 

Menunggu balasan dari Luna, Eden mengetuk-ngetukkan jarinya di sisi ponsel dengan tidak sabar. Saat pesan balasan dari Luna datang tidak lama kemudian, Eden membukanya dengan antusias, lalu tertegun setelah membaca isinya.

 

LUNA (text)
Aku takut.

 

Eden tertegun. Namun sebelum dia sempat membalas, pesan lain dari Luna lebih dulu masuk. 

 

LUNA (text)
Habis presentasi, aku mau kasih tahu kamu sesuatu. Boleh?

 

Eden tertegun lagi sejenak, lalu mengetikkan pesan balasan.

 

EDEN (text)
Sekarang juga boleh. Kamu di mana? 

 

Pesan balasan Luna datang agak lama.

       

LUNA (text)
Besok aja. Habis presentasi. Boleh?

 

Eden berniat menekan tombol telepon di sudut kanan atas layar ponselnya, tapi pada akhirnya tidak jadi.

 

EDEN (text)
Bolehlah. Aku juga mau kasih tahu kamu sesuatu. Good luck presentasinya. Nggak usah takut. Sampai ketemu besok, Luna.

 

Eden menunggu sejenak, lalu tersenyum saat membaca pesan balasan dari Luna.

 

LUNA (text)
Makasih. Sampai ketemu besok, Eden.

 

Eden memasukkan ponselnya ke saku, lalu berjalan keluar gerbang kampusnya dengan lebih bersemangat.

 

INSERT: Sedan Baskara terparkir di jalan di seberang gerbang kampus Eden. Baskara duduk di jok belakang, memperhatikan Eden dari balik jendela mobilnya.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar