SYZYGY
2. SYZYGY #2

8. INT. RUANG KELAS XI IPS 2 — SIANG

Bel tanda pergantian jam pelajaran berbunyi. Guru meninggalkan ruangan, sementara para siswa dengan penuh semangat berdiri dan berbincang satu sama lain. Mereka mengambil seragam olahraga dari tas masing-masing lalu bergegas keluar untuk berganti baju. Luna berlambat-lambat memasukkan bukunya ke dalam tas, lalu mengeluarkan seragam olahraganya. Luna tertegun melihat bagian punggung seragamnya ditulisi “Lunatic” besar-besar dengan spidol hitam. Dia bisa mendengar beberapa temannya menertawakannya, sebagian disuarakan dan sebagian lagi hanya di dalam pikiran saja.



9. INT. TOILET SISWA PEREMPUAN — SIANG

Luna berdiri di depan wastafel, berusaha mencuci tulisan pada bagian punggung seragam olahraganya. Hasilnya nihil, karena huruf-huruf itu ditulis dengan tinta tahan air. Kedua mata Luna mulai basah, tapi dia mati-matian menahan diri tidak menangis. Saat Luna masih berusaha mencuci kausnya, Abigail masuk bersama kedua temannya. Abigail menghampiri Luna lalu berdiri di sebelah kanannya. Dua teman Abigail berdiri di sebelah kiri Luna.


ABIGAIL
Aduh, aduh, kasihan banget. Siapa, sih, yang tega coret-coret kaus kamu kayak gini?


Abigail dan kedua temannya tertawa. Luna diam, kedua tangannya berhenti mengucek kaus. Air dari keran masih mengalir. Abigail lalu merapat ke sisi Luna, menatapnya dari pantulan mereka dalam cermin di atas wastafel.


ABIGAIL (cont’d)
Tapi bukannya dari SMP kamu juga udah aneh, ya? Selalu pakai earphone ke mana-mana, suka ngomong sendiri, tapi gilirannya diajak ngomong malah diem aja. Jadi harusnya diginiin udah biasa, kan?

 

Luna balas menatap Abigail lewat cermin, tidak menjawab. Abigail, menyadari Luna berusaha tidak menangis, malah tersenyum lebar.

 

ABIGAIL (cont’d)
Yah, mungkin kalau kamu minta maaf soal omongan kamu ke Pak Yusman waktu itu, aku bisa... bantu kamu. Gimana? Tinggal ngomong aja, kok. Maaf, Abigail, waktu itu Lunatic bohong. Gimana?

 

Luna masih diam, sementara Abigail menunggu. Luna bisa mendengar dua teman Abigail mengomel di dalam hati, berharap dia segera melakukan apa yang disuruhkan Abigail. Luna tetap diam saja.

 

ABIGAIL (cont’d)
(mengangkat kedua alisnya) Nggak mau, nih? Beneran nggak mau? Ya udah. Kalau gitu aku juga nggak bisa bantu. Yuk, Sel, Ki, percuma ngomong sama si lunatic.

 

Abigail mengajak kedua temannya keluar dari toilet, meninggalkan Luna di depan wastafel. Luna menarik napas dalam-dalam, menatap pantulan dirinya sendiri di dalam cermin. Detik berikutnya, pintu salah satu bilik toilet di belakangnya terbuka dan Nella keluar dari sana, sudah mengenakan seragam olahraga. Luna dan Nella bertatapan lewat cermin.

 

NELLA
Aku nggak minta kamu belain aku waktu itu.

 

Nella lalu keluar juga, Luna tertinggal sendirian. Air dari keran wastafel masih mengalir.



10. INT. RUANG KELAS XI IPS 2 — SIANG

Luna berjalan cepat memasuki ruang kelasnya yang kosong, tangan kanannya menggenggam seragam olahraganya yang masih basah. Dia berjalan ke tempat duduknya, lalu berhenti di sebelah mejanya saat tidak sengaja melihat gerbang belakang sekolah yang terbuka dari jendela kelas. Sebuah truk diparkir di sisi gerbang dan beberapa orang menurunkan dus-dus berisi bahan makanan segar untuk dapur sekolah. Luna memperhatikan orang-orang itu selama beberapa saat, lalu mengambil tas ranselnya.


11. EXT. TROTOAR DEKAT PINTU KELUAR STASIUN MRT — SIANG

Hujan mengguyur cukup deras. Luna berjalan di trotoar tanpa payung, sekujur tubuhnya basah kuyup. Beberapa pejalan kaki yang berpapasan dengannya melihat Luna dengan tatapan aneh, lalu beringsut menjauh tiap kali melewati Luna. Luna bisa mendengar pikiran mereka saat mereka lewat.

 

WANITA PARUH BAYA (v.o.)
Ini bukannya masih jam sekolah, ya? Anak zaman sekarang makin nggak tahu aturan aja.
PEREMPUAN MUDA (v.o.)
Nih cewek kenapa? Stres?
MAHASISWA (v.o.)
Duh, dingin gini aku malah kepingin es krim.

 

Luna berhenti tidak jauh dari pintu keluar stasiun MRT terdekat dari sekolahnya. SUARA ORANG-ORANG terdengar makin keras di sekitarnya, tumpang tindih dengan DERAI HUJAN.

 

Luna pun berjongkok di trotoar, menutupi wajahnya dengan seragam olahraganya yang basah dan mulai menangis. Orang-orang yang baru keluar dari stasiun MRT melewatinya. Beberapa menoleh, tapi lebih banyak yang tidak peduli. Luna terus menangis, sampai dia merasakan sesuatu menaunginya dari hujan. Luna mendongak perlahan, dan tatapannya beradu dengan Eden yang berdiri di sebelahnya sambil memegangi payung besar berwarna hijau. Wajah Eden tampak khawatir.

 

EDEN
Kamu nggak apa-apa?

 

Luna mengerjap beberapa kali, tidak menjawab. Eden lalu berjongkok di depan Luna, masih memegangi payung untuk menaungi gadis itu dari hujan.

 

EDEN (cont’d)
Kamu kesasar? Atau sakit? Mau saya pinjamin ponsel? Atau...
LUNA
Aku mau semua orang diem. Bisa nggak?

 

Eden tertegun, mengerjap beberapa kali. Dia tampak berpikir sejenak sebelum kemudian berdiri, tersenyum dan mengulurkan sebelah tangannya pada Luna.

 

EDEN
Ikut saya sebentar, yuk.

 

Luna menatap tangan Eden selama beberapa saat, lalu menyambut uluran tangannya. Saat tangan keduanya bersentuhan, SUARA ORANG-ORANG yang dari tadi berisik di sekitar Luna seketika HILANG. Yang terdengar hanya DERAI HUJAN.

 

Eden membantu Luna berdiri, lalu melepas tangan Luna. Bersamaan dengan itu, SUARA ORANG-ORANG kembali terdengar. Awalnya pelan, lalu makin lama makin keras, kembali seperti sebelumnya. Luna menatap tangannya sendiri, kebingungan.

 

EDEN
(tersenyum, mengangguk pada Luna) Yuk.

 

Sekalipun masih kebingungan, Luna menurut.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar