SYZYGY
4. SYZYGY #4

16. EXT. HALAMAN DEPAN YAYASAN “SATU ATAP” — PAGI

Luna berdiri di depan gerbang Yayasan “Satu Atap” yang terbuka sedikit. Halaman depannya tampak sepi, tidak ada orang. Luna tampak gugup dan ragu, tapi setelah terdiam sejenak, Luna akhirnya memberanikan diri untuk masuk.

 

Baru beberapa langkah melalui gerbang, Tabo muncul dari pintu depan dan menghampiri Luna sambil mengeong. Luna tersenyum, lalu berjongkok dan membelai kepala Tabo. Luna menghabiskan beberapa saat bermain dengan Tabo sebelum mengeluarkan buku sketsanya dari dalam tas, lalu mulai menggambar kucing itu.

 

Sketsa Luna sudah setengah jalan saat Eden muncul juga melewati gerbang. Eden heran melihat Luna, lalu menghampiri gadis itu dengan setengah mengendap-endap. Luna tidak sadar dan terus menggambar saat Eden berhenti di belakangnya, membungkuk untuk mengintip apa yang digambar Luna.

 

EDEN
Gila, gambar kamu bagus banget!

 

Luna tersentak dan kepalanya tanpa sengaja menghantam dagu Eden saat dia mendongak. Eden mengaduh sambil memegangi dagunya sementara Luna berdiri, mengusap puncak kepalanya sendiri sambil menatap Eden. Buku sketsa Luna terjatuh ke rumput, Tabo kabur ke dalam gedung.

 

LUNA
M-maaf, saya nggak... 
EDEN
(tertawa, menggeleng sambil mengusap dagu) Nggak apa-apa. Saya yang sori. Ngagetin, ya? 
LUNA
(menggumam pada diri sendiri) Nggak kedengaran... Kok bisa?

 

Eden menatap Luna bingung, lalu menyadari buku sketsa Luna yang terjatuh. Eden mengambil buku Luna dari tanah, lalu tersenyum saat melihat sketsa Tabo yang digambar Luna.

 

EDEN
Beneran, deh, gambar kamu keren banget. Ini Tabo, kan? Tabo jadi ganteng!


Luna gelagapan, lalu mengulurkan tangan untuk mengambil buku sketsanya dari tangan Eden. Eden mundur selangkah untuk menghindar, lalu melihat jam tangannya.

 

EDEN (cont’d)
Tapi mestinya kamu sekolah, kan, ya? Kenapa di sini?

 

Luna tidak menjawab. Raut wajahnya tampak seperti seseorang yang tertangkap basah berbuat salah, sementara kedua tangannya mencengkeram rok seragamnya. Eden menyadarinya.

 

EDEN (cont’d)
Kamu suka kucing? 
LUNA
Ha? 
EDEN
Di dalem banyak. Ada anjing juga. Mau lihat?



17. INT. YAYASAN “SATU ATAP” — PAGI

Luna tercengang saat Eden mengajaknya masuk ke dalam ruangan berisi banyak kandang kucing. Kucing-kucing di sana segera menyerbu Eden saat keduanya masuk. Eden berjongkok dan menyapa mereka seperti menyapa teman, sementara Luna berjongkok juga di sisi Eden sembari memeluk buku sketsanya. Eden menyuruh kucing-kucing itu duduk, lalu mulai memperkenalkan mereka satu per satu pada Luna. Di akhir, dia menunjuk dirinya sendiri.

 

EDEN
Eden. Pakai E, kayak Taman Eden. 
LUNA
(mengerjap) Ah... Saya Luna.
EDEN
Luna, kayak Dewi Bulan?

 

Luna mengangguk canggung.

 

EDEN (cont’d)
Salam kenal, Luna.

 

Eden mengulurkan tangan, mengajak Luna bersalaman. Luna sedikit ragu, tapi pada akhirnya menyambut tangan Eden. Setelah keduanya bersalaman, Eden berdiri.

 

EDEN (cont'd)
Anjing-anjingnya di belakang. Yuk.



18. EXT. HALAMAN BELAKANG YAYASAN “SATU ATAP” — PAGI

Luna dan Eden berjalan menyusuri selasar. Di sebelah kanan mereka ada beberapa ruangan besar berisi sekelompok anjing yang sedang makan, sementara di sebelah kirinya ada halaman berumput yang luas. Pepohonan yang rindang serta langit mendung membuat suasana terasa sejuk.

               

LUNA
(menatap sekeliling) Ini semua... punya Eden? 
EDEN
Oh, bukan. Ini semua punya yayasan. Saya cuma bantu-bantu aja. Jadi “Satu Atap” ini semacam animal shelter gitu. Yang punya dokter hewan, ngelola bareng istrinya. Baik banget orangnya.

 

Eden dan Luna lalu berhenti di depan salah satu kandang anjing. Seorang PETUGAS membuka pintu kandang dan melepas anjing-anjing itu ke halaman untuk bermain, lalu menyapa Eden.

 

PETUGAS
Nggak kuliah, Den?
EDEN
Dosen pada absen semua, Mas, jadi hari ini saya nggak ada kelas.

 

Petugas itu mengangguk, lalu beralih ke kandang yang lain. Kucing-kucing juga dilepaskan ke halaman. Eden mengajak Luna duduk di tepian selasar. Luna mengeluarkan buku sketsanya dan mulai menggambar, sementara Eden memperhatikan Luna sambil tersenyum.

 

EDEN
Suka banget gambar, ya? 
LUNA
(mengangguk, masih menggambar) Kalau lagi gambar tuh tenang banget. Nggak denger apa-apa.

 

Luna lalu berhenti menggambar dan mendongak, tersenyum memperhatikan hewan-hewan yang berlarian di depannya.

 

LUNA
Mereka ternyata rukun, ya. 
EDEN
Kenapa? Kamu mikirnya mereka bakal kejar-kejaran kayak Tom and Jerry gitu?

 

Luna tersipu, mengangguk.

 

EDEN (cont’d)
(tertawa) Nggaklah, itu adanya cuma di kartun doang. 
LUNA
(diam sejenak) Padahal mereka beda, ya. Sementara kita yang sama-sama manusia kadang masih saling gigit.

 

Eden menoleh ke arah Luna. Raut wajah Luna berubah suram, tidak lagi tersenyum seperti sebelumnya. Eden menatap Luna dalam diam selama beberapa saat, lalu ikut memandangi hewan-hewan yang berlarian di depan mereka.

 

EDEN
Pas saya kelas 5 SD dulu, waktu baru pindah ke sini, saya pernah dijauhin temen sekelas gara-gara ketahuan suka ngobrol sama kelinci sama tanaman anggrek yang dipelihara di sekolah tiap pagi.

 

Luna menoleh ke arah Eden. Eden masih memperhatikan anjing dan kucing di halaman.

 

EDEN (cont’d)
Mereka bilang saya aneh, jadi mereka nggak mau temenan sama saya. Guru-guru saya juga males ngomong sama saya. Saya nggak mau bikin mama saya kepikiran, jadi saya nggak pernah cerita soal ini ke dia. Tapi jadinya, saya males juga mau ke sekolah. 
LUNA
Terus...? 
EDEN
Terus saya nemu tempat ini. Saya ketemu Prof. Hasan, yang punya tempat ini. Nggak tahu gimana, pada akhirnya saya cerita sama beliau. 
LUNA
Terus? Beliaunya... bilang apa? 
EDEN
Nggak bilang apa-apa (tertawa). Beliau cuma dengerin saya, terus bolehin saya ke sini kapan aja saya mau. Perlakuan temen sekelas saya nggak berubah, sih, tapi paling nggak di sini tuh (menepuk dadanya) jadi ringan soalnya saya ada tempat cerita.

 

Eden menoleh ke arah Luna, tersenyum.

 

EDEN (cont’d)
Saya nggak janji bisa ngasih solusi, tapi kalau kamu butuh tempat sampah buat ngurangin bising di dalam kepala kamu, I’m all ears.

 

Perkataan Eden membuat Luna tersentuh sekaligus salah tingkah. Dia buru-buru menatap gambarnya sendiri untuk menghindari tatapan Eden, lalu pura-pura lanjut menggambar.

 

LUNA
(tanpa menatap Eden) Kenapa? 
EDEN
Hmm... (tampak berpikir keras) Soalnya saya baik?

 

Luna tertawa kecil, Eden juga.

               

LUNA
Kamu emang aneh, deh. 
EDEN
Kan udah bilang tadi.

 

Keduanya tertawa lagi.

 

LUNA
Berarti... saya boleh ke sini lagi? 
EDEN
(mengangguk) Tapi kalau udah di luar jam sekolah, ya.

 

Luna tertawa lagi, Eden juga. Luna kembali menggambar, sementara Eden memperhatikan Luna menggambar.

 

LUNA (v.o.)
Seumur hidup, baru hari itu aku bolos sekolah. Dan aku bersyukur aku melakukannya. Karena untuk pertama kalinya sejak Mama nggak ada, aku punya teman bicara. Teman bicara yang, nggak tahu kenapa, isi kepalanya aku nggak bisa dengar. Teman bicara yang, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, bikin aku ngerasa normal.


MONTAGE:

  1. Eden mengajari Luna membagikan makanan kucing di mangkuk-mangkuk aluminium. Salah satu kucing melompat ke pundak Luna saat Luna menyodorinya makanan. Luna kaget, Eden tertawa.
  2. Hari yang berbeda, Luna dan Eden membantu Ratri memanen beberapa jenis sayur di kebun hidroponik di halaman belakang gedung yayasan. Eden keliru memotong salah satu batang sayur yang dipanen, lalu memohon supaya Luna merahasiakannya dari Ratri. Luna menahan tawa, tapi setuju untuk tidak memberitahu Ratri.
  3. Hari yang berbeda, Luna mengerjakan PR matematika di pantri ruang volunter yayasan. Eden duduk di seberangnya, mengajarinya sambil mencamil biskuit.
  4. Hari yang berbeda, Eden bermain dengan anjing dan kucing yang diasuh yayasan di halaman. Luna, duduk di tepian selasar, mengabadikan pemandangan di depannya pada buku sketsanya. Eden lalu menghampirinya, ingin mengintip gambar Luna, tapi Luna tidak mau menunjukkannya.
  5. Hari yang berbeda, Luna duduk di lantai salah satu ruangan sambil memangku Tabo, Eden duduk di sebelahnya. Beberapa kucing tidur-tiduran di sekitar mereka. Luna bercerita, sementara Eden mendengarkan dengan seksama. Sesekali, Eden tampak menimpali ucapan Luna.
Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar