Penyulam Harapan
8. Babak 8 (Scene 41-45)

41. EXT – RESTORAN BIMO – RUANG KERJA BIMO – SIANG

 

Tampak Bimo tengah duduk bersama seorang teman laki-laki. SI TEMAN (45) adalah rekan Bimo di kantornya dulu. Pria itu pendek, agak gemuk, dan berkumis tipis. Dia menyeruput kopinya sambil mengamati sekeliling, isi kantor Bimo.

 

TEMAN
Sekarang, kamu enggak perlu mikirin nyari kerja lagi, Bim?
Udah punya usaha sendiri, enaklah. Lebih terjamin.
 
BIMO
(Tersenyum kecil)
Ya, mungkin dipecat dari kerjaan dulu inilah hikmahnya.

 

Bimo mengangkat gelas kopinya, memberi isyarat agar si teman pun mulai minum.

 

BIMO (CONT’D)
Kamu sekarang sibuk apa?
 
TEMAN
Buka rental, Bim.
Meski belum punya banyak armada, baru tiga buah dan itu mobil keluarga semua.
Kamu tahulah, aku pilih mobil keluarga karena harga belinya lebih murah dan jenisnya banyak. Lebih irit bahan bakar juga.  

 

BIMO
Usahamu juga sudah bagus.
Anggap aja, kita berdua memang sengaja dipaksa kuat.
Makanya, kena PHK waktu itu.

 

Bimo tergelak. Si teman pun sama. Mereka tertawa beberapa saat, lalu diam kembali. Si teman meraih cangkir kopinya, menyesap pelan. Ekspresi wajahnya seperti tengah memikirkan sesuatu.

 

TEMAN
Gimana kabar Puji sama anak-anak kamu?
Mereka semua sehat, kan?
Enggak kerasa, lama banget kita enggak ketemu.
Kapan-kapan, kalau boleh aku mau mampir ke rumah ngajak istri.
 
BIMO
Puji sama anak-anak sehat semua.
Mampirlah kalau kamu senggang.

 

TEMAN
Kamu enggak malu kan, aku main ke rumah?
 
BIMO
Kenapa harus malu?
Kamu ini ada-ada saja.
 
TEMAN
Ya, sekarang kamu udah lebih mapan, Bim.
Bedalah sama aku yang masih merintis. Setelah beberapa kali jatuh bangun.

 

BIMO
Mampir aja, Puji pasti seneng kalau kamu mampir.
Tapi, kabar-kabar dulu kalau mau mampir.
Takutnya, salah satu dari kami pas lagi enggak ada di rumah.

 

TEMAN
Oke, oke.
Aku paham, karena tadi kamu sempet bilang, Puji pegang restoran sendiri jadi kalian sama-sama sibuk.

 

Bimo tersenyum tipis. Sesungguhnya, karena dia sekarang tidak lagi tinggal di rumah yang sama dengan Puji.

 

TEMAN (CONT’D)
Kalau begitu, aku balik dulu ya, Bim.
Makasih jamuannya.

 

Si teman bangkit, lalu meraih tali tas selempang yang tadi terletak di sebelahnya. Bimo pun berdiri, membalas senyum si teman.

 

BIMO
Sama-sama.
Aku juga senang, enggak nyangka kita bisa ketemu lagi.
Terlebih, dalam keadaan yang baik-baik dan sehat semuanya.
 
TEMAN
Kamu bener.
Di-PHK pas ekonomi tengah sulit itu rasanya bener-bener mimpi buruk.
Untungnya, kita dipaksa kuat dan mampu, Bim.
Dan aku lebih enggak nyangka bisa ketemu kamu di sini.
Mana kamu pemiliknya lagi.

 

 

Si teman dan Bimo berpelukan singkat. Lalu Bimo menunjuk pintu keluar, membukakannya untuk si teman. Bimo segera menutup pintu setelah temannya berjalan keluar sampai tiba di halaman depan.

 

Bimo berbalik. Dia mengambil napas dalam, mengembuskan perlahan. Dia membuka mata yang memerah karena menahan tangis.

 

Kita melihat Bimo berjalan menuju meja kerjanya, meraih ponsel yang tergeletak di sana. Dia mengusap-usap layar mencari kontak Puji.

 

DISSOLVE TO:

 

42. INT – KEDAI KOPI – MALAM

 

Kita melihat Bimo tengah duduk bersama tiga orang teman. Mereka tengah tertawa-tawa, tetapi Bimo menunjukkan ekspresi kurang tertarik pada bahasan. Bimo hanya sesekali tersenyum, lalu pura-pura tertawa.

 

Bimo meminum kopinya sampai habis, lalu dia mengecek jam tangannya.

 

TEMAN 1
Mau balik, Bim?
(Sambil menatap Bimo)
 
TEMAN 2
Tumben, lu udah baikan sama bini lu?

 

BIMO
(Mengedikkan bahu)
Belum, sebenernya males balik. Dia saja sekarang jarang di rumah.
 
TEMAN 1
Eh, Bim. Gua denger-denger lu pisah rumah sama bini lu?

 

TEMAN 2
(Menepuk lengan teman 1)
Gosip aja lu. Masa Puji sama Bimo pisah rumah, mereka tuh happy couple dari dulu. Dibanding kita-kita yang berantemnya riap ketemu.
 
BIMO
Bahas yang lain ajalah.
(Bimo mengibaskan tangan)
 
TEMAN 3
Eh, waktu itu, kata lu dia kuliah S2, jadi tuh, Bim?
 

Bimo mengangguk, tersenyum kecut. Tiga temannya saling pandang sesaat kemudian berpaling pada Bimo lagi.

 

TEMAN 2
Istri-istri sekarang, kenapa ya suka banget nyaingin suaminya?
Bini gua, tahu nggak?
Katanya mau nyari kerja.
(Berdecak kesal)

 

TEMAN 1
Bukannya malah bagus.
Biar dia bisa bantu-bantu keuangan keluarga.

 

TEMAN 2
Bagus sih.
Cuma risiko, di luar dia bisa ketemu sama laki-laki lain yang lebih oke.
Lihat nih ….
(Si teman menepuk perutnya yang agak buncit)
Entar, dia mulai banding-bandingin gua sama laki-laki yang macho, apalah itu.
Terus, nanti anak-anak juga kurang keurus pasti.
Anak gua masih kecil-kecil, Bro.
Beda sama anak Bimo yang udah gede-gede.

 

TEMEN 3
Bener juga, sih.
Lagian kita sebagai suami juga masih mampulah ngidupin para istri.

 

Bimo berdiri, dia meletakkan cangkirnya yang sejak tadi masih dipegang.

 

BIMO
Aku balik dulu
Thanks traktirannya.
 
TEMAN 1
Eh, Bim.
Balik beneran ini orang.
Sejak enggak nongkrong bareng kita-kita, lu jadi berubah dah.
Beda waktu kita masih sama-sama kerja di kantor dulu.
 
TEMAN 3
Bener, lu jadi pendiem, Bim.
Enggak seru kayak dulu.
 
BIMO
(Tersenyum tipis)
Mungkin karena aku tahu, aku udah tua.
Persis kayak kata dia tadi tuh.
(Bimo menggerakkan dagu pada teman 2)
Anak-anakku aja udah pada gede.
Tandanya, aku udah tualah.
 
TEMEN 2
Yah, gitu aja ngambek, Bim.
Baru juga kita ngumpul-ngumpul lagi beberapa minggu ini, setelah sekian lama nggak pernah.
Masa lu mau ngambek nggak jelas kayak cewek kurang jatah gitu.
 
BIMO
Enggak. Aku biasa aja.
Emang mau pulang, ngantuk.
 

Bimo berbalik, lalu berjalan menjauh tanpa menghiraukan ocehan temannya di belakang yang berusaha mencegah.

 

DISSOLVE TO:

 

43. INT – MOBIL – DALAM MOBIL BIMO – MALAM

 

Kita melihat dashboard mobil Bimo. Ada gantungan boneka kecil berbentuk love warna biru. Lalu juga ada pengharum mobil elektrik dan pulpen tanpa tutup yang bergerak-gerak tak tentu ketika mobil melaju.

 

Terdengar suara ponsel berdering. Bimo berusaha mengeluarkan ponsel dari saku. Ada panggilan, dari Nana.

 

Bimo memperhatikan jalan sekilas, lalu pada ponsel lagi. Dia hendak menggeser ikon warna hijau, tapi panggilan terputus.

 

BIMO
Ada apa, Na?
(Bimo bicara sendiri)
 

Bimo memperhatikan jalan lagi, waspada karena jalanan masih ramai meski sudah larut.

 

Setelah beberapa saat, Bimo kemudian memandang layar lagi. Ternyata Nana mengirim pesan bertuliskan, ‘Pah, Papah di mana sekarang?’

 

CUT TO:

 

44.  INT – RUMAH KONTRAKAN – DEPAN RUMAH KONTRAKAN PUJI - SIANG (FLASHBACK)

 

Kita melihat Puji menggandeng tangan Nana kecil yang mengenakan baju seragam sekolah dan membawa tas punggung. Tampak perut Puji yang besar, tengah mengandung Vino. Puji meletakkan kantong belanja di lantai teras kontrakan. Lalu dia membuka kunci pintu yang ngadat. Berkali-kali Puji memutar anak kunci, tetapi macet. Puji meringis, berusaha sekuat tenaganya.

 

NANA
Rusak lagi, Mah?
(Dia menatap Puji yang berusaha membuka kunci)
 
PUJI
Iya, papah kamu itu suka lupa kalau disuruh benerin sesuatu.

 

NANA
Nana minta tolong Om tetangga sebelah lagi kayak kemarin, Mah?
(Nana berbalik, hendak menuju tetangga kontrakannya)
 
PUJI
Na, enggak usah. Ini udah bisa.
(Mengangkat kunci di tangan, lalu mendorong pintu hingga terbuka)
 
NANA
(Tersenyum)
Yuk, Mah, Nana pengen cepet-cepet masak. Nana udah laper.

 

Puji menyentuh punggung Nana, agar anak itu masuk lebih dulu.

 

Terdengar suara motor datang, Puji menoleh. Ternyata Bimo pulang. Puji menatap suaminya dengan ekspresi alis bertaut dan dahi berkerut, sampai dia lupa hendak masuk ke rumah.

 

Bimo turun dari motor, melepas helm lalu meletakkannya di atas jok. Dia melihat Puji yang berdiri di depan pintu, dan ada belanjaan di dekatnya.

 

PUJI
Mas ….
(Puji menelan ludah, menahan kata-katanya. Dia bingung kenapa Bimo pulang lagi)

BIMO
(Menghampiri Puji, lalu menunduk ketika dia berdiri tepat di depan Puji. Bimo menyentuh perut Puji. Bimo mengambil tas belanja Puji)
Aku ….
 
PUJI
(Tersenyum getir)
Masuk dulu, Mas. Enggak enak ngobrol di depan rumah.

 

Bimo tersenyum, terpaksa. Ketika masuk rumah, dia melihat Nana yang antusias menyambut dengan wajah berbinar-binar. Bimo berhambur memeluk Nana. Puji berdiri di belakang Bimo dan Nana sambil mengusap air mata.

 

CUT TO:

 

45.  INT – RUMAH KONTRAKAN LAMA - DAPUR KONTRAKAN - MALAM (FLASHBACK)

 

Kita melihat kompor kecil yang di atasnya ada panci berisi air mendidih. Puji membuka bungkus mie, lalu memasukkannya ke dalam air. Bimo duduk di kursi makan, sambil membuka satu per satu bumbu mie yang tengah dimasak oleh Puji. Kemudian Bimo mengambil nasi beberapa centong, lalu menaruhnya di dua piring terpisah.

 

Puji selesai merebus, lalu menuang mie yang sudah ditiriskan ke dalam piring berisi bumbu. Bimo mengaduk-aduk mie itu, sedangkan Puji menaruh panci di sink.

 

Bimo dengan cekatan membagi mie menjadi dua bagian dan dibubuhkan di atas nasi tadi. Puji pun duduk, keduanya langsung makan tanpa membicarakan apa pun.

 

Bimo terdiam, berhenti menyuap setelah menelan suapan pertamanya. Puji tahu Bimo tengah memikirkan sesuatu.

 

PUJI
Ada apa, Mas?
 
BIMO
Maafin aku, ya, Puj.
Aku belum dapet kerja lagi, sampai-sampai kamu harus makan makanan begini. Sedangkan kamu mestinya butuh tambahan gizi yang cukup karena hamil.

 

PUJI
(Tersenyum, lalu meraih tangan Bimo)
Enggak apa-apa, Mas. Aku yakin kamu akan dapat kerja lagi.
Sementara, kita memang harus berhemat. Aku enggak apa-apa kok. InsyaAllah bayi kita ini juga tetap tumbuh sehat.

 

Puji mengusap perutnya yang besar. Sebentar lagi dia akan melahirkan.

 

BIMO
Meski kamu bicara beegitu, tetap saja Puj. Aku merasa berdosa sama kamu, juga Nana.

 

PUJI
Mas harus yakin kalau sebentar lagi dapat pekerjaan baru. Lagi pula, kalaupun nanti belum dapat. Kan kita sepakat untuk buka usaha sendiri setelah aku melahirkan.

 

BIMO
(Menghela napas dalam)
Iya, tapi apa tabungan kita cukup untuk semua itu, Puj?
 
PUJI
Ya, makanya kita harus berhemat, Mas. Semoga tabungan kita cukup untuk biaya melahirkan dan untuk buka usaha nanti. Syukur-syukur kalau Mas dapat pekerjaan lagi secepatnya.
(Menggenggam pelan tangan Bimo sambil terus tersenyum menguatkan)

 

PUJI (CONT’D)
Sekarang, Mas makan. Disyukuri apa yang ada di meja. Di luar sana masih banyak orang-orang yang lebih kurang beruntung dibandingkan kita. Mas enggak boleh putus asa, juga Mas enggak boleh sampai sakit.

 

Puji tersenyum menguatkan. Bimo pun ikut senyum, lalu melanjutkan makan. Ketika Puji menunduk untuk menyendok nasi, Bimo buru-buru mengusap air matanya. Bimo tak mau terlihat lemah di depan Puji.

 

BACK TO:

 


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar