Penyulam Harapan
2. Babak 2 (Scene 6-10)

6. EXT – RESTORAN – AREA OUTDOOR RESTORAN - SORE (FLASHBACK)

Terlihat Nana dan Bimo duduk bersebelahan di bangku kayu panjang. Di meja persegi depan mereka ada minuman dan makanan yang masih utuh. Nana memakai seragam sekolah, tas punggungnya tergeletak di dekat kursi bangku.

 

BIMO
Jadi, mama kamu enggak tahu kamu datang ke sini?
 
NANA
(Menggeleng, tangannya memainkan ujung-ujung sweater rajut yang tidak dikancingkan)
Enggak, Mamah tahunya Nana ke sekolah.
 
BIMO
Mamah kamu enggak tahu kalau kamu enggak perlu ke sekolah lagi sampai wisuda digelar?
 
NANA
(Menggeleng)
Enggak, kayaknya.
(Menoleh ke arah Bimo)
Papa enggak suka aku dateng?
 
BIMO
Kenapa kamu mikir gitu, Na?
Papa sayang sama kamu.
Tapi Mamah kamu pasti marah kalau tahu kamu ke sini.

 

Nana menunduk, memainkan ujung sweaternya lagi.

 

Bimo mau menyentuh pipi Nana yang masih menyisakan luka gores akibat terbentur tepian sofa. Akan tetapi, Nana menghindar. Bimo langsung menarik lagi tangannya.

 

BIMO
Papa minta maaf.
 
NANA
(Mendongak, menatap papanya dengan mata menyipit)
Nana enggak perlu maaf dari Papah.
Nana cuma mau Papah mikirin apa yang Nana omongin barusan.
 

Nana bangkit sambil menarik tas punggungnya yang tergeletak di kursi kosong sebelah.

 

NANA
Nana pulang dulu, Pah.
 
BIMO
(Bangkit dari duduk)
Hati-hati di jalan.
 

Nana tersenyum dan mengangguk. Dia berlalu pergi, tanpa mengatakan apa-apa lagi.

 

BACK TO:

 

7. EXT - PENGADILAN NEGERI AGAMA – LOBI - SIANG (PRESENT)

 

Terlihat Nana menatap ke luar jendela. Mobil sudah berhenti di parkiran. Puji turun dari mobil lebih dulu. Dari arah lobi, Bimo bersama KAKEK (65) dan NENEK (60) berdiri menunggu. Nana menurunkan satu kakinya, lalu keduanya. Dia menelan ludah, matanya merah hampir menangis. Nana tak dapat menyembunyikan kesedihannya.

 

Puji memperhatikan gerak-gerik Nana. Dia Menggandeng Nana, satu tangannya setengah mendorong punggung Nana agar cepat berjalan.

 

PUJI
Cepatlah, Na.

 

Nana tidak menjawab. Dia berusaha tersenyum.

 

PUJI (CONT’D)
Sudah mama bilang, kamu mending tetap ikut Dika ke sekolah untuk pembekalan.
 
NANA
Nana enggak mikirin, Dika, mah. Apalagi beasiswa itu, enggak sama sekali.
 
PUJI
Lalu apa yang kamu pikirkan? Senyum.
(Puji mendorong punggung Nana lebih kuat)
Jangan sampai papah kamu mikir kalau mama nggak bisa membahagiakan kamu dan Vino. Sekarang dongak, terus senyum.
 

Nana menurut, dia mendongak. Keduanya sudah dekat dengan pintu lobi. Pintu lobi pengadilan negeri agama terbuat dari kaca tembus pandang, sehingga Nana bisa melihat Bimo tengah memandang ke arahnya. Pandangan Nana terpaku pada sang ayah. Air mata Nana menetes, dia buru-buru mengusapnya.

 

CUT TO:

 

8. INT - KAMAR NANA – KAMAR KONTRAKAN TIGA BELAS TAHUN LALU – PAGI (FLASHBACK)

 

Kita melihat lemari plastik warna biru muda di sudut kamar, bersebelahan dengan kasur lantai single. Nana duduk di tepi kasur, Bimo di belakangnya mengucir rambut Nana.

 

BIMO
Nanti kalau kamu sudah besar, papah sudah tua. Nana mau kan merawat papah?
 
NANA
(Menatap langit-langit kamarnya yang mungil)
Emangnya kalau Papah tua, rambut Papah jadi panjang?
 
BIMO
(Tertawa mendengar pertanyaan Nana)
Bukan, tapi maksudnya Nana jangan lupa sama orang tua. Kalau Nana sekolah atau kerja jauh, sering-sering pulang menengok mamah dan papah.
 
NANA
Kalau gitu, Nana mau sekolah yang deket rumah aja, Pah. Biar bisa pulang terus ke rumah.
 

Nana berbalik memandang Bimo. Dia tersenyum sampai tampak gigi.

 

Puji masuk kamar dan melihat putrinya sudah siap diantar ke taman kanak-kanak.

 

PUJI
Anak mama sudah cantik? Ayo, mama antar ke sekolah.
(Sambil melambai ke arah Nana)
 

Bimo pun berdiri, lalu menyodorkan tas sekolah Nana. Dia mengecup puncak kepala Nana, lalu memberikan uang saku pada putrinya. Bimo berjalan mendekati Puji, lalu mengecup pipi Puji.

 

BIMO
Hati-hati naik motornya.
Aku mau langsung ke kantor.
 
PUJI
Enggak sarapan dulu? Kalau gitu, aku siapkan bekal saja, ya? Buat makan nanti di kantor.
 
BIMO
Enggak usah, aku bisa ambil nata bekal sendiri nanti. Kamu antar Nana saja, takutnya dia telat.
(Bimo mengecup pipi Puji lagi, juga Nana)

 

BACK TO:

 

9. INT – PENGADILAN NEGERI AGAMA - RUANG TUNGGU SIDANG - SIANG (PRESENT)

 

Kita melihat Nana dan Puji duduk di kursi tunggu panjang. Bimo, kakek dan nenek duduk di kursi panjang lain yang letaknya agak jauh dari Nana dan Puji. Semuanya diam. Puji sesekali melirik ke Bimo. Begitu pun sebaliknya.

 

Pintu ruang sidang terbuka, beberapa orang keluar ruangan. Lalu terdengar panggilan untuk Puji dan Bimo.

 

INTERKOM (O.S)
Panggilan kepada Saudari Puji Wahono, Saudara Bimo Suteja, beserta saksi-saksi dimohon memasuki ruang sidang.

 

Mereka semua berdiri, saling pandang sesaat sebelum berjalan masuk ke ruangan.

 

DISSOLVE TO:

 

10. INT – PENGADILAN NEGERI AGAMA - RUANG SIDANG PENGADILAN NEGERI - SIANG

 

Tampak semua orang sudah duduk di tempat masing-masing. Puji selaku penggugat, Bimo selaku tergugat. Nana, kakek, dan nenek duduk agak di belakang sebagai keluarga sekaligus saksi.

 

Kita melihat hakim ketua merapikan berkas-berkas kasus gugatan cerai.

 

HAKIM KETUA
Semua data diri sudah benar, dengan begitu saya akan memulai agenda hari ini, yaitu mediasi antara kedua pihak, yaitu penggugat dan tergugat.
 

Hening. Kita melihat seisi ruangan yang seperti tidak berpenghuni. Wajah semua orang menjadi tegang. Nana memilin-milin jarinya sendiri sambil terus menunduk.

 

Nenek kasihan melihat Nana, lalu memeluk Nana dari samping. Nana berjingkat, tetapi dia tidak menarik diri.

 

HAKIM KETUA (CONT’D)
Saya akan membacakan rincian yang ditulis oleh Ibu Puji selaku penggugat, beserta poin-poin yang mendasari pengajuan cerai dari pihak tergugat, Bapak Bimo Suteja.

 

DISSOLVE TO:


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar