Pemimpi, Janda, dan Laki-Laki Paruh Baya
10. #10

 

1.     EXT. AREA BENDUNGAN-SORE

Langit terlihat gelap. Hujan mulai turun.

2.     EXT. DESA/MONTAGE

Warga-warga mulai mengeluarkan ember, baskom, apapun yang bisa menampung air hujan di halaman rumah masing-masing.

3.     INT. RUMAH ZEN-RUANG KELUARGA-MALAM

Hujan semakin deras. Diki dan Hera masih beradu argumen. Tidak satupun yang mau mengakui kesalahan.

4.     INT. AREA BENDUNGAN-WARUNG GADIS-MALAM

Gadis duduk seorang diri di pojokan warung. Ia melamun. Kondisinya sangat memprihatinkan. Penyesalan dan ketakutan menghantuinya.

Gadis berjalan ke luar warung.

5.     EXT. AREA BENDUNGAN-WARUNG GADIS

Gadis tidak mempedulikan derasnya hujan. Ia berjalan ke arah sungai barat, ke arah Warung Janda.

6.     INT. RUMAH ZEN-KAMAR ZEN-MALAM

Lampu kamar sudah dimatikan. Zen terbangun dari tidurnya.

Zen melihat-lihat foto-foto serta video-video di Instagram salah satu anggota sanggarnya yang kebetulan menjadi bagian dari tur internasional yang semestinya ia ikuti.

Di layar HP terlihat foto-foto: di depan gedung-gedung teater di dunia, saat pertunjukan, di hotel, serta ikon-ikon utama di berbagai negara. Semua foto memperlihatkan keseruan dan tawa. Yang terakhir, sebuah video pertunjukan ketika pemain sekaligus penari utama sedang menari dikelilingi penari-penari lain dengan semburan api.

FLASH BACK TO:

7.     INT. TEATER

Di atas panggung yang temaram, sedang berlangsung pertunjukan musikal RAMAYANA. Pemain sekaligus penari sedang membentuk formasi lingkaran. Zen masuk ke dalam lingkaran dengan gerakan tarian yang pelan nan dramatis.

Beberapa pemain secara bergantian menyemburkan api dari mulut mereka. Pada semburan ketiga, tepat ketika Zen berada di tengah-tengah lingkaran, semburan api tersebut mengenai kostumnya. Api tersebut menyebar hingga punggung dan bahu kiri. Zen terhuyung ke tangga dan jatuh berguling-guling.

CUT BACK TO:

8.     INT. RUMAH ZEN-KAMAR ZEN

Zen terkesiap. Nafasnya ngos-ngosan. Tiba-tiba, ia menangis.

9.     INT. RUMAH ILAL-MALAM

Erna sedang menyiapkan makan malam. Ia meletakkan tiga piring, masing-masing untuk Ilal, dirinya, dan Rian. Ilal mengambil piring untuk Rian, lalu mengembalikannya ke tempat piring. Erna melirik terkejut.

ILAL

Ibu, Rian udah nggak ada. Dia udah meninggal enam tahun yang lalu.

Erna terkesiap, nafasnya sesak. Ia mengangis.

Ilal menghampirinya dan memeluknya.

10. INT. RUMAH ZEN-KAMAR ZEN-TENGAH MALAM

Hujan tak kunjung reda.

Zen tidak bisa tertidur. Zen bangkit dari tidurnya, lalu berjalan menuju teras.

11. INT. RUMAH ZEN-AREA TANGGA

Zen menuruni anak tangga yang semakin ke bawah semakin gelap diiringi suara gemuruh petir. Kegelapan tersebut seakan-akan membawanya ke titik terdalam dan bersiap-siap melumati Zen.

12. EXT. RUMAH ZEN

Mobil Zen meninggalkan rumah di tengah derasnya hujan. Bulan menyadarinya. Ia berlari mengikuti Zen.

13. EXT. JALANAN

Mobil Zen melaju pelan di tengah-tengah gemuruh petir dan kilat.

14. EXT./INT. AREA BENDUNGAN-WARUNG JANDA

Hujan masih deras. Gemuruh petir terdengar. Angin kencang. Aliran sungai mengganas, nyaris menyentuh permukaan tanah di area warung.

Zen duduk di salah satu pendopo. Ia basah kuyup. Zen menangis terisak-isak, lalu berteriak sekencang-kencangnya. Tiba-tiba, datang cahaya dari arah warung. Zen melirik. Matanya tersilaukan cahaya.

Zen berjalan ke arah warung dengan pelan.

ZEN

Halo... siapa di sana?

Seiring dengan itu, cahaya senter tersebut mati.

Zen kaget melihat seorang wanita yang duduk di atas lantai warung yang ternyata—

ZEN (CONT’D)

Maya?

Zen mendekat dan duduk di sebelah Maya.

ZEN (CONT’D)

Maya, kamu ngapain di sini?

Maya menggeleng.

MAYA

Kamu sendiri ngapain di sini?

Zen menggeleng. Dia duduk di samping Maya.

ZEN

Kamu nggak apa-apa?

MAYA

Seminggu pertama dia baik banget dan aku yakin dia sudah sepenuhnya berubah, tapi ternyata dia sama aja, bahkan lebih parah.

(beat)

Kenapa sih aku bodoh sekali, Zen?

Zen tersenyum miris. Ia memeluk Maya.

ZEN

Sstt... kamu itu nggak bodoh...

MAYA

Cuma kurang pintar?

Keduanya menertawai diri masing-masing.

Sesaat kemudian, terdengar gonggongan anjing. Zen mengambil senter dari tangan Maya, lalu keluar warung. Di pinggir sungai, ia melihat Bulan menggong-gong ke arah aliran sungai.

ZEN

Bulan! Kamu ngapain ke sini!?

Gonggongan Bulan semakin keras dan kencang ke arah sungai. Zen mengarahkan senter ke sekitar sungai. Maya mengikutinya dari belakang.

Keduanya kaget seketika melihat seseorang tercegat di sebuah pohon besar yang hanyut di tengah-tengah sungai.

Zen segera berlari ke arah rakit yang berlabuh di pinggir sungai. Maya mengikutinya.

Air sungai sudah sampai ke daratan. Maya terlihat ragu untuk menaiki rakit. Ternyata Zen lebih dulu naik ke rakit. Mau tidak mau, Maya pun melepas ikatan rakit dari kaki pendopo, lalu naik ke rakit.

Dengan susah payah karena derasnya arus, Zen mengayuh rakit. Ketika mereka hampir sampai, seseorang tersebut terlihat masih sadarkan diri.

MAYA

Gadis...?

Zen mengayuh rakit semakin kencang.

Terdengar suara petir diiringi kilat. Sekarang terlihat jelas bahwa memang benar itu Gadis.

MAYA (CONT’D)

(berteriak)

Gadis!!!

Hujan semakin deras. Aliran air semakin kencang.

Zen memberhentikan rakit sebelum pohon, agar bisa tertahan. Ia mengaitkan tali rakit ke cabang pohon di atas permukaan air sungai.

Bersusah payah, Zen dan Maya menaikkan Gadis ke atas rakit hingga akhirnya mereka berhasil.

Zen kembali mengayuh rakit ke daratan, namun arus sungai semakin kencang. Ia kewalahan.

Maya berusaha membuat Gadis tetap terjaga.

MAYA

Arahin ke warung Mama aja, Zen!

Zen berusaha memutar arah rakit. Tiba-tiba, pohon yang tercegat tadi dibawa arus dan menabrak rakit. Zen terjatuh. Maya panik. Rakit terus diseret pohon. Di saat yang sama, dari kejauhan, Maya menyaksikan pendopo di warungnya roboh dan dibawa arus air sungai. 

MAYA (CONT’D)

Zen!!

Maya ketakutan. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Dari jauh, ia menyaksikan Zen berusaha untuk berenang ke tepian sambil tetap berada di permukaan air hingga akhirnya Zen menghilang di pandangannya.

Maya menangis. Ia menyesal. Ia juga pasrah untuk keselamatan dirinya sendiri.

Arus sungai terus membawanya. Pengayuh rakit telah terbawa bersama Zen.

Rakit hampir mencapai bendungan, Maya bersiap-siap untuk terjangan yang besar yang akan membuatnya terombang-ambing atau mungkin menghabiskan nyawanya. Ia memeluk Gadis dengan erat sambi memejamkan matanya. Sedangkan, Gadis terlihat antara sadar dan tidak.

Rakit menyentuh dasar bendungan, lalu terbawa arus air hingga jatuh dan terombang ambing.

Gadis terbawa arus sungai, terombang-ambing. Pusaran air dari pintu air menyedotnya.

Maya berusaha mencapai permukaan dengan tenaga yang hampir habis. Tubuhnya terbentur bebatuan dan mengenai cabang pohon yang hanyut.

CUT TO:

15. EXT. AREA BENDUNGAN-PAGI/MONTAGE

Kita melihat kondisi objek wisata bendungan setelah badai berlalu:

Aliran air di bendungan terlihat lepas dan deras. Konstruksi bendungan telah hancur. Banyak pohon-pohon tumbang dari aliran sungai Barat yang tersangkut di dasar sungai maupun di bendungan. Excavator proyek masih di tempatnya yang membuat arus air terbelah.

Warung Janda hancur, tidak satupun pendopo yang masih berdiri. Hanya sisa bangunan utama yang roboh.

Warung Mama roboh. Begitu pun dengan warung-warung kecil lain di sekitarnya.

Warung Gadis yang terletak lebih tinggi terlihat aman dari badai.

16. EXT. JALANAN-PAGI

Kita melihat Ilal dengan sepeda motornya di jalan di tengah-tengah perbukitan. Pikirannya tidak di badan setelah mendengar berita tentang badai di bendungan.

17. EXT. AREA BENDUNGAN-PARKIRAN

Kita melihat keramaian warga, para pemuda, pekerja proyek, dan beberapa polisi, serta petugas kesehatan keluar masuk tenda evakuasi.

Ilal datang dengan sepeda motornya. Ia berjalan mendekati keramaian tersebut. Dua orang petugas kesehatan mengangkut sebuah tandu menuju ambulans. Di atas tandu, terlihat Gadis yang sudah tidak bernyawa. Tubuhnya dibalut kain putih.

Di sudut lain, kita melihat Mama menangis meronta-ronta. Yuda berusaha menenangkannya.

Ilal berdiri di dekat Bobi dan Andri.

BOBI

Maya selamat. Zen masih dalam proses pencarian.  

Ilal kaget. Namun, ia berusaha untuk terlihat tenang.

Diki dan Hera datang. Mereka berdiri di dekat Ilal.

Di saat yang sama, speed boat datang dari arah seberang. Di atasnya, terlihat tiga orang petugas evakuasi.

Speed boat telah sampai di tepi sungai. Dua orang petugas menunggu, lalu mengangkat tubuh Zen ke atas tandu.

Tangis Hera pecah seketika, Diki memeluknya.

Dua orang petugas melewati kerumunan.

Zen dibalut kain putih. Terlihat bekas luka di wajahnya. Zen masih sadarkan diri, namun terlihat lesu. Ia melihat Ilal, lalu tersenyum seadanya. Ilal merasa lega. Harapan baru muncu di hatinya.

Hera dan Diki mengikuti dua petugas yang mengangkat Zen ke arah tenda. Di depan tenda, mereka disuruh menunggu di luar.

18. INT. TENDA

Maya masih dalam perawatan seorang petugas kesehatan ketika Zen masuk ke dalam tenda. Wajahnya menunjukkan harapan baru ketika mengetahui bahwa Zen selamat.

Zen ditempatkan di samping Maya. Mereka saling melirik, tersenyum, perlahan tertawa satu sama lain setelah menyadari rencana Tuhan terhadap mereka.

19. EXT. AREA BENDUNGAN-LOKET-SIANG

Kita melihar garis polisi dengan spanduk bertuliskan, ‘OBJEK WISATA DITUTUP UNTUK SELAMANYA’

20. EXT. KEBUN ZEN-SIANG

BEBERAPA BULAN KEMUDIAN

Zen telah menyulap kebunnya menjadi sebuah cafe outdoor dengan desain minimalis didominasi kayu dan kaca. Terdapat sebuah bangunan utama dengan teras yang menjorok ke atas sungai Timur, serta bangunan-bangunan kecil lain, seperti: gazebo, ayunan, rumah pohon, dan kamar mandi dengan tema yang sama.

Di halamannya, tempat duduk disusun acak dan terbuka sehingga menghasilkan suasana yang lapang dan alami.

Zen terlihat sedang melayani para pengunjung.

21. EXT. KEBUN ZEN-MALAM

Suasana malam tidak kalah nyaman. Lampu-lampu ditata dengan apik, terdapat sebuah spot perapian di tengah-tengah tempat duduk.

Pengunjung satu persatu meninggalkan tempat setelah jam buka berakhir.

Kita melihat Bobi, Andri, dan Andra membantu Zen beres-beres.

SESAAT KEMUDIAN:

Di atas teras yang menjorok ke atas sungai, kita melihat Zen, Maya, dan Ilal sedang duduk santai. Tidak sepatah katapun yang terucap. Mereka sibuk menikmati alam.

Tidak jauh dari mereka, Bulan terlihat tidur pulas.

Zen sibuk menatap bulan yang bersinar begitu cerah malam itu. Ia tersenyum.

OVERHEAD SHOT: Kamera bergerak pelan dari tempat mereka bersantai. Kecepatannya semakin jauh semakin kencang hingga menembus atmosfer bumi.

22. EXT. ATMOSFER BUMI

Lampu-lampu di bumi terlihat indah.

23. EXT. LUAR ANGKASA

Kamera berhenti. Terlihat bulatan bumi dengan sempurna.

BULAN (O.S)

Dia sahabatku. Bumi. Yang baru saja bercerita kepada kalian. Memang kasihan sekali Bumi. Di balik kekayaannya, ia memiliki tanggung jawab yang begitu besar. Kadang ia dicintai, kadang dia diabaikan. Tapi, lebih sering dia dimanfaatkan. Umurnya sudah tua, bebannya semakin lama semakin besar, namun dia masih kuat seperti di usia mudanya. Bagi kalian yang mendengarkan kisah ini, ingatlah. Sahabatku itu sangat mencintai kalian. Cintai pulalah dia dengan adil, maka cintanya pun akan lebih besar. Tempat kalian lahir akan terasa lebih nyaman, sehingga kalian akan hidup dengan tenang, dan bila saatnya tiba, kalian akan mati dengan damai. Kita akan bertemu dan bersama saya, kalian mulai merangkai cerita baru.

FADE TO BLACK:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar