Pemimpi, Janda, dan Laki-Laki Paruh Baya
1. #1

1.     EXT. LUAR ANGKASA

Kita berkeliling di luar angksa dengan jutaan bintang dan benda-benda luar angkasa lainnya.

BUMI (V.O)

Sebelum mulai bercerita, saya akan memberitahukan terlebih dahulu bahwa ini bukanlah sebuah cerita luar angkasa atau fiksi ilmiah. Ini hanya sebuah drama tentang manusia dengan kehidupan sosial dan personalnya yang sederhana, namun di saat yang sama terasa begitu kompleks.

Kali ini kita melihat bumi. Kamera mengitari bumi, kita menyaksikan seolah-olah bumi itu sendiri yang berputar. Perlahan, kamera berhenti.

BUMI (V.O) (CONT’D)

Perkenalkan, saya Bumi. Tempat kalian lahir, hidup, lalu mati. Saya tidak akan mengungkapkan tentang bagaimana saya terbentuk atau seperti apa bentuk saya.

Kalian sendiri telah mendengar berbagai macam teori tentang saya dan kalian memiliki landasan kepercayaan masing-masing mengenai hal itu.

Kamera bergerak cepat menuju bumi.

2.     EXT. ATMOSFER BUMI-PAGI

Kecepatan kamera menurun setelah ia menembus awan. Lengkungan bumi tidak lagi terlihat. Gambar didominasi oleh biru lautan dan hijau daratan. Dari jauh kita melihat seorang pemuda berebah di atas rerumputan.

Kamera bergerak lebih pelan.

BUMI (V.O) (CONT’D)

Pemuda itu. Baru terlihat? Padahal sedari tadi, kalian berada di garis lurus dengannya.

Pemuda itu terlihat semakin dekat.

BUMI (V.O) (CONT’D)

Pemuda itulah yang nanti akan kita kenal bernama ZEN, seorang pemimpi.

3.     EXT. RUMAH ZEN-HALAMAN BELAKANG

OVERHEAD SHOT: ZEN (23 tahun) rebahan. Matanya berusaha menelaah misteri yang tersembunyi di balik langit.

SUPERIMPOSE TEXT:

PEMIMPI

ZEN

(berbisik)

Sky is the limit?

ZEN’S POV: Langit biru dengan awan putih. Di tengah-tengahnya, terlihat bulan.

CUT TO:

4.     INT. RUMAH MAYA-PAGI

Di dalam cermin, kita melihat MAYA (25 tahun). Ia terlihat sedang mengaplikasikan perona pipi ke wajahnya.

BUMI (V.O) (CONT’)

Dan wanita cantik bernama MAYA ini, dia seorang janda.

SUPERIMPOSE TEXT:

JANDA

CLOSE UP: Maya sedang mengaplikasikan lipstik berwarna merah menyala di bibirnya.

CUT TO:

5.     EXT. JALAN DESA - SORE

ILAL, seorang laki-laki paruh baya berusia 60 tahun sedang mengendarai sepeda motor tuanya dengan pelan menyusuri jalan di tengah-tengah perbukitan. Pandangannya lurus ke jalan, benaknya dipenuhi pertanyaan.

BUMI (V.O) (CON’T)

Serta laki-laki ini, seorang paruh baya. ILAL namanya.

SUPERIMPOSE TEXT:

LAKI-LAKI PARUH BAYA

BUMI (V.O) (CONT’D)

Saya telah menyaksikan kehidupan dengan jumlah yang tak terhingga. Dengan pertemuan dan perpisahan yang beragam, kehilangan dengan berbagai landasan hingga kebahagiaan yang tak berandasan sekalipun.

CUT TO:

6.     EXT. AREA BENDUNGAN/MONTAGE- PAGI

Kita melihat beberapa potongan gambar yang memperlihatkan keadaan di bendungan dan sekitarnya:

BUMI (V.O) (CONT’D)

Di tempat ini, mereka akan dipertemukan.

Aliran air melewati bendungan berbentuk tangga dengan enam anak tangga.

Biasan cahaya matahari di pagi hari menyelinap masuk melalui celah-celah hutan pinus.

BUMI (V.O) (CONT’D)

Di tengah-tengah bagian dari saya yang tidak seberapa ini, saya akan bercerita tentang mereka yang baru saja mengalami pahitnya kehilangan...

Beberapa deretan rakit bambu yang berlabuh di pinggir sungai dengan airnya yang tenang dan gelap sehingga terlihat jelas pantulan langit di permukaan air.

BUMI (V.O) (CONT’D)

... dan berusaha untuk bangkit di tengah-tengah lingkungan yang menjadikan saya sebagai ajang pencarian nafkah.

Aliran air sungai yang jernih dengan dasar bebatuan yang terlihat jelas.

Sebuah air terjun di antara perbukitan.

BUMI (V.O) (CONT’D)

Nanti akan kalian lihat sendiri, kekacauan seperti apa yang telah mereka perbuat terhadap saya, dan... terhadap mereka sendiri.

DISSOLVE TO:

7.     EXT. AREA BENDUNGAN-LOKET-PAGI

Sebuah loket berupa pendopo yang terbuat dari kayu dengan dinding setinggi pinggang. Di dalamnya, terlihat tiga pemuda sedang bersiap-siap untuk menerima pengunjung pertama di hari Minggu.

8.     EXT. AREA BENDUNGAN-WARUNG MAMA

Di sebuah warung bertingkat yang terbuat dari kayu dengan dinding setinggi pinggang. Warung Mama tepat berada di ujung bendungan dan penyewaan wahana rakit bambu.

Di dalam warung, kita melihat seorang wanita berusia 50 tahun, kerap dipanggil dengan sebutan MAMA. Tubuhnya rendah dengan kulit coklat serta berambut pendek. Ia sedang merapikan warungnya: memindahkan beberapa kardus mie instan ke dalam laci penyimpanan, lalu menggantung berjejer-jejer minuman sachet.

9.     EXT. AREA BENDUNGAN-WARUNG GADIS

Warung ini merupakan warung tertua di tempat wisata. Terlihat dari eksteriornya yang terbuat dari campuran kayu dan bambu yang telah berlumut di mana-mana.

GADIS (20 tahun) terlihat sedang bermain HP di meja luar.

10. EXT. AREA BENDUNGAN-WARUNG JANDA

Sebuah warung kopi dan mie instan dengan dinding-dinding bambu setinggi pinggang. Di luarnya terdapat beberapa pendopo yang terbuat dari kayu. Warung Janda merupakan warung paling luas di antara warung-warung yang lain. Tempatnya juga strategis untuk bersantai. Berada di jalur wahana rakit bambu serta mengarah langsung ke aliran sungai dari Barat yang memiliki kedalaman air di antara 1-4 meter. Tidak jauh dari warung Janda, terdapat spot terbaik untuk terjun bebas.

Janda tersebut ialah Maya. Pakaiannya ketat dan terbuka serta dengan dandanan yang menor.

Maya tengah membersihkan meja-meja di setiap pendopo.

Di sisi lain terlihat GINA, keponakannya yang centil berusia 12 tahun sedang mencuci piring.

Di saat yang sama, seorang anak kecil berusia 10 tahun mencebur ke dalam sungai dari atas tebing. Anak kecil tersebut berenang.

CUT TO:

11. EXT. RUMAH ZEN-HALAMAN BELAKANG-PAGI

Seekor anjing Jack Russel Terrier berwarna putih dengan corak coklat muda datang menjilat pipi Zen.

Zen bangkit. Anjing tersebut lanjut menyantap makanannya dari mangkuk khusus bertuliskan BULAN.

12. INT. RUMAH ZEN-RUANG UTAMA

Di dalam rumah, ia mendapati HERA, ibunya sedang santai menonton TV, sedangkan DIKI, ayahnya terpaku pada layar laptop.

Ketika menyadari kehadiran Zen, ibunya melirik sesaat, lalu bertanya--

HERA

Kamu udah makan, Zen?

Zen tidak menjawab. Dodi meliriknya sinis, karena melihat sikap tak acuh Zen. Zen pun tidak peduli, ia terus berjalan ke tangga menuju kamarnya.

13. INT. RUMAH ZEN-AREA TANGGA

Tangga terletak di samping ruang tamu. Setiap anak tangga dilapisi karpet merah. Setengah atas tangga diapit lorong yang diujungnya disambut langsung oleh langit pagi dengan biasan cahaya matahari dari arah samping.

Zen menelusuri tangga dengan pelan, seakan-akan melangkah menaiki tangga menuju puncak kesuksesan.

14. INT. RUMAH ZEN-LANTAI ATAS/KAMAR ZEN-PAGI

Zen membuka koper, mengambil headphone. Di dalam koper, terlihat sebuah naskah drama berjudul ‘RAMAYANA’ yang terselip di balik baju yang masih tersusun rapih. Lalu, Zen memakai headphone-nya. Ia berjalan menuju teras depan kamar.

15. EXT. RUMAH ZEN-LANTAI ATAS/TERAS DEPAN-PAGI

Zen duduk di teras kamarnya sembari mendengarkan lagu Eminem yang berjudul Cleanin’ Up My Closet. Ia mengikuti liriknya dengan fasih. Tiba-tiba masuk chat.

TEKS: Aku udah di bawah, Em!

Zen membuka headphone-nya, melirik ke bawah. BAYU (24 tahun) menunggunya di bawah.

CUT TO:

16. EXT. KEBUN ZEN-PAGI

Zen dan Bayu berdiri di pinggir jalan yang menghadap langsung ke arah sebuah kebun. Kondisi kebun penuh dengan semak belukar.

Keduanya terlihat bingung, sebab tidak satupun dari mereka yang menyangka kondisi lahan yang sudah ditinggal lama tersebut akan terlihat begitu memprihatinkan.

BAYU

Kamu yakin mau berkebun?

ZEN

Nggak tahu.

Sesaat keduanya hening. Zen terlihat ragu dengan niatnya. Bayu seakan langsung menyerah untuk membantu Zen.

BAYU

Terus gimana dengan mimpimu?

ZEN

Nggak gimana-mana. Tiap malam aku bermimpi.

Zen terlihat tidak ingin membahas hal itu. Bayu melirik kesal. Zen nyengir.

ZEN (CONT’D)

Sayang aja, kan. Lahan seluas gini dibiarin gitu aja. Orang tuaku mana ada yang mau kerja kayak gini.

BAYU

Iya sih. Tapi... sepertinya kamu juga bukan tipe-tipe yang bakal kerja kayak gini deh.

ZEN

Hm... ngeremehin. (kembali ragu) Ya... aku juga nggak tau sih. Apa salahnya dicoba. Kalau nggak cocok dijadiin apa kek ntar. Yang jelas rapihin dulu.

(beat)

Kira-kira buat ngeratain semak belukar ini berapa lama, ya?

BAYU

Tergantung.

ZEN

Tergantung gimana?

BAYU

Tergantung kamu pakai alat apa tangan? Kalau pake alat, mesin apa manual?

ZEN

Aku nggak punya.

BAYU

Ya, tinggal minta sama orang tua kamu juga.

Zen melirik Bayu dengan malas. Pernyataan Bayu mengindikasikan seolah-olah sahabatnya itu baru mengenalnya.

ZEN

Aku ada duit sih. Berapa emang beli mesin?

BAYU

Tergantung.

Zen melirik lagi. Kali ini dengan tatapan kesal.

ZEN

Kamu niat bantuin aku nggak sih, Bay?

BAYU

Ya, niat. Tapi kalau kayak gini aku juga bingung. Kamu kan tahu sendiri, aku kosongnya cuma weekend. Senin sampai Jumat aku ngajar.

ZEN

Ya deh, Pak Guru.

BAYU

Kamu mending bayar orang aja deh buat ngeratain, abis itu baru kerja sendiri. Emang rencananya kamu mau coba tanam apaan?

ZEN

Belum tau.

Kali ini, giliran Bayu yang terlihat kesal.

BAYU

Kamu niat berkebun nggak sih?

Zen tidak menjawab

BAYU (CONT’D)

Emang kamu nggak bakal balik ke Jakarta lagi, Zen?

Zen angkat bahu.

ZEN

Nggak tahu, Pak Guruuu!Aku baru nyampe rumah juga, udah nanya soal balik lagi ke Jakarta aja.

17. EXT. AREA BENDUNGAN-AREA MASUK UTAMA

Zen dan Bayu berjalan santai, mereka melanjutkan obrolan.

ZEN

Ngomong-ngomong, objek wisata ini masih ramai, Bay?

BAYU

Udah mulai sepi sih, Zen. Biasanya Sabtu-Minggu yang lumayan rame.

Zen mengangguk-angguk.

18. EXT. AREA BENDUNGAN-WARUNG JANDA-PAGI

Zen dan Bayu sampai di warung Janda. Mereka duduk di salah satu pendopo yang menghadap langsung ke arah sungai. Gina datang. Sekilas ia melirik Zen dengan senyum terpesona.

GINA

Eh, Bang Bayu. Kemana aja kok jarang kelihatan sekarang?

BAYU

Iya, Bang Bayu kerja, Gina. Kebetulan lagi pulang kampung, main ke sini deh.

GINA

Oh, gitu. Kerja yang rajin, cari duit banyak, terus nikah deh.

BAYU

Hehe doain ya. Oh ya, Bang Bayu minta kopinya dua, ya.

ZEN

Kopi susu.

BAYU

(ke Gina)

Satunya pakai susu, ya, Gina Cantik.

Gina menunduk menyembunyikan rona kemerahan di pipinya, lalu menuju warung.

Zen melirik Bayu dengan tatapan terkejut.

ZEN

Woi, anak kecil itu! Main goda-goda aja.

Bayu tertawa.

BAYU

Kamu belum kenal aja.

Zen tidak menjawab. Matanya melirik ke dalam warung. Ia melihat Maya yang sedang mengelap meja panjang di dalam warung.

ZEN

Eh, Bay, aku kayaknya kenal deh sama yang di dalam.

Bayu melirik ke arah Maya, lalu tersenyum.

BAYU

Ya iyalah kenal. Teman SD kita dulu.

ZEN

Emang iya? Kakak kelas, ya?

BAYU

Hm... awalnya sih kakak kelas. Abis itu bareng sama kita gara-gara tinggal kelas dua kali. Terus pas kelas 5 akhirnya berhenti sekolah gara-gara tinggal kelas buat ketiga kalinya.

Zen terlihat berpikir. Tidak lama setelah itu, memorinya menemukan titik terang.

ZEN

Oh... ya... yang jutek, yang temannya cuma satu itu kan? Terus nama mereka samaan lagi. Namanya siapa?

Bayu tertawa.

BAYU

Maya

ZEN

Nah!

Sesaat memori-memori masa kecilnya melintas dan membentuk senyum di wajah Zen.

Gina datang membawa minuman. Ia tidak langsung pergi.

GINA

Temannya Bang Bayu, boleh kenalan, nggak?

BAYU

(antusias)

Boleh! Boleh!

Gina tertunduk malu. Ia menyodorkan tangannya terlebih dahulu. Zen terpaksa menjabatnya. Keduanya saling mengucapkan nama masing-masing. Bayu terlihat menahan tawa, dalam pikirannya, “Tuh, kataku apa!?”

Maya melihatnya dari dalam warung.

MAYA

(berteriak)

Gina! Kalau ada yang bening aja kamu ya, digodain semua! Sana, lanjutin kerjaan!

Gina memasang muka kesal. Bibirnya bergerak mengejek Maya.

GINA

(melas)

Iyaaa

Gina beranjak pergi.

ZEN

(setengah berbisik)

Masih jutek aja ternyata.

Bayu tersenyum. Seiring dengan itu, ia mulai menyeduh kopinya.

19. EXT. AREA BENDUNGAN-PARKIRAN-SIANG

Terlihat beberapa motor dan mobil terparkir. Beberapa pengunjung sudah mulai meramaikan objek wisata di hari Minggu.

Zen dan Bayu berjalan ke sepeda motor Bayu.

BAYU

Kamu tahu nggak dia janda kenapa?

Zen terlihat tidak tertarik dengan topik yang mengarah ke urusan pribadi orang lain. Setengah hati, Zen bertanya--

ZEN

Kenapa?

BAYU

Kabar-kabarnya sih dia ditinggal karena terlalu hyper. Mantan suaminya nggak kuat.

Zen tidak menggubris. Rumor-rumor seperti itu sudah tidak biasa lagi di kalangan orang-orang kampung halamannya. Entah kenapa, mereka terobsesi dengan kehidupan pribadi orang lain, bahkan sampai ke aktivitas seks mereka.

20. EXT. AREA BENDUNGAN/MONTAGE-SIANG/SORE

Beberapa pengunjung menikmati wahana rakit bambu.

Beberapa pengunjung dewasa mengawasi anak-anak mereka bermain ayunan di atas aliran sungai Utara yang dangkal dan jernih.

Warung-warung mulai ramai oleh pengunjung yang beristirahat.

Sore harinya, pengunjung satu persatu meninggalkan objek wisata.

Terlihat sampah-sampah bertebaran di sepanjang area bendungan, termasuk sungai.

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar