MORE THAN LOVE
6. Bagian 6

26. EXT. HALAMAN SEKOLAH — PAGI


RENA, DEWA


Dewa yang sedang diparkiran melihat Rena memasuki gerbang sekolah. Setelah selesai memarkirkan motor Dewa bergegas mendekati Rena dan mengambil sesuatu dari dalam saku celana abu-abu yang dia kenakan.

DEWA

Assalamualakim.

(berdiri disamping Rena dengan berjalan pelan)

RENA

(Rena terkejut)

Waalaikumsalam. Kak Dewa bikin Rena kaget.

(Dewa tersenyum)

DEWA

 Iya maaf.

(tersenyum dan memberikan buku kecil milik Rena)

RENA

Lho… kok bisa buku ini ?

(Rena meraih buku kecil bewarna hijau botol dari tangan Dewa)

DEWA

Kemarin sepulang sekolah kakak balikin buku ke perpus. Terus kakak rencanaya mau pinjam buku lagi. Waktu kakak cari-cari buku, kakak lihat ada buku ini. Langsung deh kakak lihat dan ternyata ada nama kamu dibuku ini.

(menunjuk buku hijau yang dipegang Rena)

Tapi kakak minta maaf ya karena semalam kakak sempat baca isinya.

(Rena terkejut)


YaAllah kakak Dewa baca ? isi buku ini kan banyak tentang dia.

(terdiam)

DEWA

Halooo…

(melambaikan tangan didepan wajah Rena)

RENA

Ah… iya itu gak papa kok kak.

RENA (dalam hati)

Tapi untung saja semua tulisanku gak pakai nama kak Dewa meski maksudnya menggambanrkan dia.

(bernafas lega)

DEWA

Ternyata tulisan kamu bagus juga Dek.

(Rena menatap Dewa)

Kakak sebenarnya kurang suka sama sastra atau bahkan gak ngerti apa itu puisi dan lainnya. Tapi kakak tertarik sama tuisan kamu. Gak lebay dan mudah dimengerti.

RENA

Terima kasih kak.

(kembali fokus menatap jalan didepan. Terlihat beberapa sisiwa berpapasan dengan mereka)

DEWA

Masih pengen jadi penulis ?

(Rena menatap Dewa. Seorang sisiwa mendahului mereka)

Kakak dukung dek. Kakak doakan semoga kamu bisa jadi penulis terkenal suatu hari nanti.

(menatap Rena)

RENA

Aamiin… dan jika cita-cita itu terwujud Rena pengan kakak jadi orang pertama yang dapat tanda tangan Rena kak.

(tersenyum)

DEWA

Aamiin…

(mereka berdua saling tersenyum)

RENA

Oh iya kak. Rena punya beberapa tulisan dan cerpen fiksi yang mungkin kakak pengen baca.

DEWA

Boleh dek.

RENA

Besok Rena bawakan kak ya.

DEWA

Atau nanti malam saja kita ngobrol lewat SMS. Terus kamu ceritakan deh cerpennya. Kamu punya nomor kakak kan ?

RENA

Boleh kak. Rena ada kok nomor kakak.

DEWA

Yasudah kalau gitu kakak kekelas dulu ya.

RENA

Rena juga mau kekelas kak.

(Dewa berhenti diikuti Rena)

DEWA

Ini kelas kamu dek.

(menunjuk papan kecil bertuliskan kelas XI B)

RENA

(Rena menoleh keatas dan meringis)

Oh iya kak. Rena lupa kalau sudah kelas sepuluh.

(Dewa tersenyum dan meninggalkan Rena yang masih tersipu malu)

VO RENA

Semoga citaku sampai digaris finis bersama cintaku. Meski aku tidak tahu bagaimana perjalanan ini nanti akan berakhir. Tapi aku berharap jika suatu hari cinta dan citaku bertemu dengan persimpangan, keduanya akan bertemu pada titik akhir yang sama walapun berjalan dijalur yang berbeda.

(Rena tersenyum melihat punggung Dewa yang semakin menjauh darinya)


FADE OUT


27. INT. KAMAR RENA — MALAM


RENA


Rena sedang duduk dimeja belajarnya dengan sebuah kertas penuh tulisan dihadapannya. Meja belajar bewarna coklat yang terlihat rapi dan tersusun bebrapa buku cetak tebal dan beberapa buku tipis. Tempat pensil terlihat rapi dan dipenuhi dengan alat tulis. Rena tersenyum sembari memegang ponsel jadul dan mengetik sesuatu. Rena masih tersenyum dan fokus pada ponselnya yang ternyata sedang berkomunikasi dengan Dewa lewat SMS.

Seperti janjinya bersama Dewa tadi pagi, Rena mengirim beberapa cerpen kepada Dewa dengan perasaan bahagia.


CUT TO


28. INT. KAMAR DEWA — MALAM


DEWA


Dewa tampak duduk diatas ranjangnya dan fokus membaca kiriman cerpen dari Rena. Sesekali Dewa tersenyum membaca tulisan pada ponsel jadulnya.

Sesekali Dewa meminum air putih pada gelas yang tersedia dikamarnya. Lelah duduk, Dewa berbaring dengan masih fokus pada ponsel yang dia pegang.


CUT TO


29. INT. KAMAR RENA — MALAM


RENA


Rena masih sibuk mengetik dengan ponselnya. Tak lupa senyum manis menghiasi malamnya yang begitu membahagiakan. Jarinya sangat cekatan menekan setiap huruf pada ponselnya.


CUT TO


30. INT. KAMAR DEWA — MALAM


DEWA


Dewa masih membaca pesan dari Rena sembari berbaring dan tengkurap.

   

CUT TO


31. INT. KAMAR RENA — MALAM


RENA


Rena mengakhiri pandangannya dari ponsel dan beralih memandang jendela kamarnya yang masih terbuka. Angin malam sedikit mengoyangkan tirai putih yang menghiasai jendela kamarnya. Rena meletakkan ponselnya dimeja belajar mendekat pada jendela. Rena memandang keatas melihat ribuan bintang yang menghiasi langit malam dengan senyum bahagia.

VO RENA

Jika kalian bertanya seberapa bahagia aku malam ini ? maka aku tidak memiliki jawabannya. Karena kebahagianku tidak memiliki deskripsi dan narasi. Sama halnya jika aku ditanya mengapa aku menyukainya, rasa ini juga tidak memiliki deskripsi dan narasi untuk aku bagikan pada kalian.



DISSOLVE


2 Tahun kemudian

32. IN. RUANGAN KELAS — PAGI


RENA, BIMA, SISKA, AYU, RICO


Rena mengenakan baju kuning lengan panjang dipadu dengan jilbab bewarna hitam, tengah sibuk menulis sesuatu pada sebuah buka tulis. Beberapa mahasiswa lain telah pergi meninggalkan kelas sedangkan Rena masih terlihat sibuk mencatat.

VO RENA

Dua tahun setelah kali terakhir aku melihatnya saat perpisahan sekolah. Kini aku sudah menjadi mahasisiwa di kampus negri diluar kota. Sudah dua tahun ini aku putus komunikasi dengannya.

(Rena merapikan buka dan memasukkanya kedalam tas)

VO RENA

Tapi meski begitu perasaan ini tidak pernah berubah.

(Rena berjalan keluar kelas)

Rasa ini masih sama dan jalan ditempat meski aku menginginkannya untuk pergi.

SISKA

Ren kamu dipanggil ke sekret UKM.

(Rena mengangguk dan Siska berlalu)

VO RENA

Namun seakan rasa ini enggan beranjak dari hati. Meski saat ini aku begitu jauh darinya.

(Rena berjalan menyusuri koridor kampus)

Meski saat ini banyak orang baru yang hadir dan hidupku.


(Rena masuk kedalam sebuah ruangan)

Orang baru yang siap mengisi hati dan menjadi penggantinya.

(Rena melangkah kedalam ruangan)

Dan… rela menunggu ketidak pastian.

(Bima menoleh kearah Rena yang ada dibelakangnya. Kemudian Rena tersenyum)

BIMA

Hai… Ren. Kamu sudah datang.

(membalikkan badan menghadap Rena)

RENA

Apa ada masalah ?

(berjalan menuju tempat duduk)

BIMA

Salah satu sponsor kita mundur dari event.

(Rena duduk)

RENA

Lalu ?

BIMA

Lalu bagaimana ? event olahraga kita tinggal satu minggu lagi dan gak mungkin kita cari penggantinya sedangkan panitia kita terbatas untuk ngurus yang lain.

(beberapa mahasiswa yang ada didalam ruangan ikut duduk untuk berdiskusi)

RICO

Bener Ren. Mana yang mundur sponsor gede.

AYU

Dan acara kita melibatkan anak sekolah, jadi harus ekstra hati-hati milih sponsor.

(Rena berpikir sejenak)

RENA

Apa alasan sponsor kita mundur ?

BIMA

Mereka khawatir dengan profesionalisme acara ini karena mereka adalah sponsor besar.

RENA

Kalau gak salah kita masih punya opsi untuk sponsor lain kan ?

(Ayu mengambil buku catatan)

AYU

Ada.

(memberikan buku pada Bima dan Rena)

RENA

Baiklah siapkan proposal dan kita berangkat sekarang.

(Rena menoleh pada Bima)


CUT TO


33. IN. CAFFE — SIANG


RENA, BIMA


BIMA

Untung ada kamu Ren. Selamat acara kita.

(bersadar pada kursi)

RENA

Alhamdulilah.

(menyeruput jus alpukat)

BIMA

Kok kamu bisa dapat sponsor ini ?

(membungkukkan badan kedepan hingga dekat dengan Rena)

RENA

Kebetulan anak pemilik kos tempatku kerja disana, jadi aku minta tolong dia buat bantu naikkan proposal keatas. Setelah lihat daftar opsi sponsor tadi, aku yakin bakal diterima karena posisi dia juga berpengaruh disana.

(menyeruput jus alpukat)

BIMA

Inilah kenapa aku selalu yakin kalau kamu yang nanganin masalah.

RENA

Memangnya aku pegadaian ?

(meletakkan gelas jus yang masih dia pegang)

Walapun sponsor penggantinya gak segede sponsor awal kita, tapi masih alhamdulilah banget bisa dapat sponsor.

BIMA

Iya Ren. Aku sudah panik banget tadi. Tapi alhamdulilah semua berjalan lancer. Semoga acara kita juga berjalan lancer. Aamiin…

RENA

Aamiin.

(tertawa dan melihat jam dipergelangan tangan)

Aku duluan ya.

(mengambil tas)

BIMA

Aku antar.

(mereka diam sejenak)

RENA

Enggak usah aku naik angkot saja.

BIMA

Ren.

(menetap Rena)

RENA

Enggak usah Bim.

(tersenyum dan berdiri dan berbalik meninggalkan Bima)

BIMA

Kenapa kamu selalu menghindar akhir-akhir ini Ren ?

(Rena berhenti melangkah)

Apa mungkin aku ada salah sama kamu atau ada kata-kataku yang menyinggung kamu ?

(Rena membalikkan badan dan tersenyum)

RENA

Enggak ada yang menghindar. Aku cuma pengen sendiri dan mencari inspirasi buat nulis.

BIMA

Kalau mungkin aku ada salah kamu boleh bilang. Tapi jangan diam dan menghindar seperti ini karena buat aku bingung Ren.

RENA

(Rena tersenyum)

Aku harus pergi.

(membalikkan badan dan berjalan pelan meninggalkan Bima)

VO RENA

Kamu gak salah Bim. Kamu baik dan sangat baik padaku. Aku hanya takut tidak mampu membelas perasaanmu karena…

(Rena memegang dadanya)

Disini masih ada dia yang selalu mengisi hati dan pikiranku. Dia yang masih aku tunggu sampai sekarang.

(Rena menarik nafas dan mempercepat langkahnya)

BIMA

Seandainya aku berani mengungkapkan perasaanku sama kamu Ren. Tapi hal itu buat aku takut kamu semakin menjauh dari aku. Aku tidak mengatakannya pun kamu sudah tahu dan terlihat jelas dari sikapmu jika kamu tidak menyukaiku.


CUT TO


34. IN. KAMAR SELLA — SIANG


SELLA


SELLA

Sampai kapan sih kamu mau kayak gini Ren ?

(tangan kanan menutup laptop tangan kiri memegang ponsel)

Terlihat Sella duduk pada sebuah kursi bewarna putih.


CUT TO


35. IN. KAMAR RENA — SIANG

RENA


RENA

Entahlah.

(tangan kanan mencoret-coret buku tangan kiri memegang ponsel)


CUT TO


36. IN. KAMAR SELLA — SIANG


SELLA


SELLA

(berdiri dan berjalan)

Coba kasih satu saja alasan kenapa kamu bisa sebegitunya sama kak Dewa. Selama ini kamu selalu bilang gak tahu kenapa bisa suka sama kak Dewa. Gak tau apa alasan suka sama kak Dewa. Tapi coba beri satu saja alasan sama aku.

(duduk diatas ranjang)


CUT TO


37. IN. KAMAR RENA — SIANG


RENA


RENA

Aku gak tahu kenapa bisa sampai sebegini banget suka sama kak Dewa. Cuma yang pasti dia itu satu-satunya cowok yang bisa buat aku deg-degan meski cuma lihat fotonya aja. Dia juga satu-satunya cowok yang bisa buat aku seneng dan sedih dalam satu waktu dan….

(diam)

Ah… aku gak tahu. Semua itu gak bisa dideskripsikan Sel. Sulit buat ngasih gambaran apa yang aku rasakan.

(meletakkan pulpen dan bersandar pada kursi)


CUT TO


38. IN. KAMAR SELLA — SIANG


SELLA


SELLA

Rena… tolong ya kamu dengarkan aku sebagai sahabatmu. Kak Dewa itu hanya masa lalu dan sekarang kamu harus bisa memulai menata hidupmu. Kamu gak mungkin selamanya akan hidup dalam bayang-bayang kak Dewa. Bima salah satu contohnya. Dari cerita kamu, dia kayaknya ada rasa sama kamu. Jadi kenapa gak coba membuka hatimu untuk dia.


CUT TO


39. IN. KAMAR RENA — SIANG


RENA


RENA

Enggak semudah itu Sella sayang. Semua ini begitu rumit buat aku.

(diam dan meneteskan air mata)

Aku sangat ingin melupaknya. Tapi aku belum bisa. Jika bisa aku pengen banget kamu bantu aku buat buang jauh-jauh pikiranku tentang kak Dewa.


CUT TO


40. IN. KAMAR SELLA — SIANG


SELLA


Sella hanya diam dan mendengar tangisan lirih Rena dari sambungan telepon.

SELLA

Kamu pasti bisa kalau mau coba Ren.


CUT TO


41. IN. KAMAR RENA — SIANG


RENA


RENA

Pengen banget aku bisa lupa tentang dia dan semua kenangannya. Tapi gak tahu kenapa hati ini selalu menolak untuk lupa. Aku bener-benar kayak jalan ditempat dan gak ada solusi Sel.


CUT TO


42. IN. KAMAR SELLA — SIANG


SELLA


SELLA

Solusinya ya kamu coba buka hati buat Bima Ren.


CUT TO


43. IN. KAMAR RENA — SIANG


RENA


RENA

Gak semudah itu Sel.

(diam dalam tangis)


CUT TO


44. IN. KAMAR SELLA — SIANG


SELLA


Sella hanya diam dengan raut wajah sedih mendengar Rena dan masih menahan ponsel ditelinganya.


FADE OUT




Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar