5. Lima : Pembicaraan Kalian

 

Darian

(Mengangkat kedua tangan)

Ah. Aku tertangkap basah.

 

Marsden

Kamu sahabat yang menyebalkan, Ian.

 

Darian

(Mengedikkan bahu)

Tidak ada manusia yang sempurna, Mars. Termasuk aku. Maaf mengecewakanmu, sobat.

 

Marsden

(Memalingkan wajah ke arah kamar kecil)

Kenapa Thalita dan Seruni belum juga kembali?

 

Darian

Sabar, kawan. Mungkin mereka masih sibuk memperbaiki dandanan mereka, merapikan rambut dan pakaian, memakai parfum dan hal-hal lain yang akan membuat mereka tetap terlihat cantik.

 

Marsden

Apa perlunya mereka melakukan semua itu? Kita hanya menunggu makanan untuk Marshal, lalu pulang.

 

Darian

Perempuan memang seperti itu, Mars. Kamu harus bisa memahami mereka yang selalu berusaha tampil cantik setiap saat.

 

Marsden

(Menggeleng)

Aku lebih suka perempuan dengan riasan alami. Seperti Ki….

 

Marsden langsung mengatupkan mulutnya.

 

Bibir Darian membentuk senyum lebar yang menunjukkan rasa puas.

Dengan wajah dan mata dipenuhi rasa ingin tahu, Darian mencondongkan dirinya ke depan.

 

Darian

Akhirnya, satu informasi penting meluncur keluar dari bibirmu.

(Kembali tersenyum lebar)

Beritahu aku, Mars, siapa Ki?

 

Marsden tidak mengatakan apa-apa. Dia terus menutup rapat mulutnya.

 

Darian

Ayolah, Mars, beritahu sedikit informasi tentang Ki. Aku janji akan menyimpannya untuk diriku sendiri. Tidak akan memberitahu siapapun.

(Mengangkat tangan kanan. Telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V)

Janji.

 

Marsden menggelengkan kepala.

Darian menunggu beberapa detik, namun tidak mendapatkan apa-apa dari Marsden yang terus menutup rapat mulutnya.

 

Darian

Baiklah. Aku akan merubah pertanyaanku. Kamu tidak perlu menjawabnya dengan kata-kata. Kamu hanya perlu mengangguk atau menggeleng. Oke, Mars?

 

Marsden tidak memberikan respon apa-apa.

 

Darian

Orang yang membuatmu menatap layar laptop tanpa berkedip, bahkan lupa akan sekitarmu, adalah Ki. Benar kan?

 

Marsden membisu.

 

Darian

Kamu dan Ki, kalian sudah lama kenal?

 

Marsden masih membisu.

 

Darian

Kamu sudah memberitahu Ki kalau kamu menyukainya?

 

Marsden tetap membisu.

 

Darian

Bagaimana dengan Ki, apa dia juga menyukaimu?

 

Marsden, tetap saja membisu.

 

Darian

Kamu tidak mau memberitahu apapun tentang Ki ya, Mars? Bersikeras menyimpan rapat segala sesuatu tentang Ki dariku.

(Menghela napas pendek)

Baiklah. Tidak mengapa. Seperti yang tadi aku katakan, aku tidak akan memaksa. Aku akan menunggu dengan penuh kesabaran hingga kamu memberitahu aku.

 

Marsden

Kamu akan menunggu selamanya.

 

Darian

(Menengadah. Menatap langit-langit berwarna putih)

Terima kasih, Tuhan. Akhirnya Marsden membuka mulut, mengatakan sesuatu.

(Menatap Marsden)

Aku sungguh lega, Mars. Aku khawatir kamu akan selamanya membisu.

 

Marsden mendengus lirih.

Darian menyengir lebar

 

Darian

Ah, itu Thalita dan Seruni.

(Berdiri. Melangkah ke samping Marsden)

Aku harap Ki bukan seorang pendiam sepertimu. Juga tidak terlalu banyak bicara seperti Thalita dan Seruni. Melainkan seseorang seperti aku.

 

Masden

(Menatap Darian dengan alis bertaut)

Apa maksud perkataanmu, Ian?

 

Darian

Aku sungguh berharap, Ki orang yang ceria dan bisa menyegarkan suasana. Seseorang yang tahu apa yang harus dikatakan atau lakukan, sehingga bisa memperbaiki suasana hatimu yang seringkali suram.

 

Kedua alis Marsden semakin bertaut.

 

Marsden

Hah?

 

Darian

(Menyengir)

Mars, kamu membutuhkan perempuan yang bisa meramaikan duniamu yang selama ini sunyi, monoton dan kurang berwarna.

 

Setelah mengatakannya, Darian langsung menjauhi Marsden, melangkah cepat ke arah Thalita dan Seruni. Meninggalkan Marsden yang dongkol karena ucapan Darian.

 

Marsden ingin meneriakkan pada Darian kalau dia menikmati hidupnya yang sunyi, monoton dan kurang berwarna. Marsden tidak menyukai kehidupan Darian yang selalu riuh dan dipenuhi berbagai macam orang.

Marsden menahan diri.

Marsden tahu, tidak semua orang setuju dengan pilihannya.

CUT

 

12.     Jalan Raya – Trafficlight – Mobil Marsden - Pagi

 

Beberapa hari berlalu sejak pertemuan tak terduganya dengan Kila.

Marsden yakin pertemuan tidak terduga malam itu hanya kebetulan semata yang tidak perlu dia pikirkan, karena tidak akan ada pertemuan lain dengan Kila. Itu, membuat Marsden lega.

 

Satu kejadian pagi itu, merubah segalanya.

 

Marsden dalam mobilnya yang sejuk, menunggu lampu hijau menyala sehingga dia bisa melajukan mobilnya .

Mata Marsden menangkap sesuatu di spion kanan mobil. Mata Marsden menyipit, alisnya bertaut melihat seraut wajah yang dia kenal.

 

Marsden

Kila?

 

Marsden memutar tubuhnya ke kanan agar bisa melihat lebih jelas.

 

Marsden

Itu memang Kila.

 

Mata Marsden menatap Kila yang menuntun motor.

CUT

 

13.     Jalan Raya – Trotoar – Pagi

 

Kila menghentikan langkah.

Dengan saputangan yang dia ambil dari saku jaket, Kila menghapus keringat di wajahnya yang memerah. Kila menarik satu napas panjang, lalu menghembuskannya. Kemudian mengulanginya satu kali lagi. Setelah itu, Kila kembali mendorong motor tuanya.

CUT

 

14.     Jalan Raya – Trafficlight – Mobil Marsden - Pagi

 

Wajah merah Kila, keringat yang membasahi wajahnya, serta helaan napas panjang Kila, menimbulkan denyut nyeri di hati Marsden.

Marsden menghela napas panjang.

 

Marsden

Mungkin aku bisa membantunya.

 

Detik berikutnya, senyum miring dan kecut terbentuk di bibir Marsden.

 

Marsden

Kemungkinan besar Kila tidak akan mau menerima uluran tanganku. Dia hanya akan melihatku sekilas, kemudian memalingkan wajah dan mengabaikan aku sepenuhnya. Seperti yang dia lakukan malam itu.

 

Marsden mempertimbangkan apa yang akan dia lakukan. Sementara itu matanya terus mengikuti Kila. Dan kembali, rasa sakit menusuk hati Marsden, hingga membuatnya menghela satu napas panjang.

 

Marsden

Tidak ada salahnya kalau aku mencoba untuk membantunya. Kalau Kila kembali menolak bantuan dariku, itu resiko yang harus aku terima.

 

Saat lampu hijau menyala, Marsden tidak melajukan mobilnya ke jalan yang biasa dilaluinya untuk mencapai kantor. Marsden membelokkan mobilnya ke jalan yang diambil Kila.

CUT

  

15.     Jalan Raya – Tambal Ban – Pagi

 

Penambal Ban

(Berdecak. Menggeleng-gelengkan kepala)

Waduh, mbak, ban dalam dan ban luar motornya sudah aus semua. Banyak tambalan. Sudah waktunya diganti.

 

Kila, yang duduk di bangku kecil yang terbuat dari beberapa potong kayu, tersenyum kecut mendengar ucapan penambal ban.

 

Kila

Iya, saya tahu, pak. Tapi saya tidak ada uang. Tolong ditambal saja dulu.

 

Penambal Ban

Ban bisa saya tambal, mbak. Tapi pasti bocor lagi karena sudah tipis begini. Apalagi ban luarnya sudah gundul dan tipis begini.

 

Kila menatap ban-ban aus motornya yang sedang diperiksa penambal ban.

Limar sudah berulang kali memberitahunya untuk mengganti semua ban motor, luar dan dalam. Kila juga menginginkannya. Tapi Kila belum punya uang untuk membeli ban-ban baru. Dan Kila merasa tidak enak jika menerima uang yang ditawarkan Limar. Karena Kila tahu, uang itu, simpanan Limar untuk membayar uang kuliahnya, juga biaya sekolah kedua adiknya.

 

Kila

Berapa harga ban sekarang, pak?

 

Penambal Ban

Ban luar atau dalam, mbak?

 

Kila

Keduanya, pak.

 

Penambal Ban

Satu ban dalam, harganya tiga puluh lima ribu. Kalau ban luar, satu pasang sekitar tiga ratus ribu. Mungkin lebih sedikit. Ongkos pasangnya, lima puluh ribu.

 

Kila

(Kedua mata membulat)

Per ban?

 

Penambal Ban

Kalau mbak ganti semua ban depan dan belakang bersamaan, ongkosnya lima puluh ribu saja. Kalau ganti ban-nya dicicil, sekarang ganti ban depan, lalu minggu depan atau bulan depan ganti ban belakang, ongkosnya jadi seratus ribu.

 

Kila

(Menghela satu napas panjang. Mengatakan pada benaknya)

Berarti harus mengganti semua ban sekaligus untuk menghemat ongkos pasang lima puluh ribu. Tapi, menyisihkan uang empat ratus dua puluh ribu itu, berat. Menyisihkan lima puluh ribu setiap bulan saja belum tentu bisa. Apalagi empat ratus ribu.

(Menggelengkan kepala sambil menghela napas panjang)

 

Penambal Ban

Bagaimana, mbak, ban-nya diganti semua?

 

Kila

(Menggeleng)

Tolong ditambal saja, Pak.

 

Penambal Ban

Apa ban dalamnya dulu yang diganti?

 

Kila

(Menggeleng)

Tolong ditambal saja, pak.

 

Penambal Ban

Bahaya lo, mbak, berkendara dengan ban seperti ini. Apalagi kalau dipakai di jalan yang tidak rata, penuh lubang. Ban bisa meletus. Mbak bisa celaka.

 

Kila

(Tersenyum kecut)

Saya juga ingin mengganti semua ban motor saya dengan yang baru, Pak. Masalahnya, saat ini, uang hanya hanya cukup untuk menambal ban saja.

 

Penambal Ban

Kalau mbak perlu ke ATM, tidak apa-apa, bapak tunggu.

 

Kila

(Menggeleng)

Uang di ATM saya tidak akan cukup untuk membeli ban baru. Jadi, tolong bapak tambal saja.

 

Penambal Ban

Ooooo….

(Mengangguk-anggukkan kepala)

 

Marsden

Bagaimana kalau aku yang membayar?

 

Kila terkejut. Dia mengenali suara yang menyela pembicaraannya dengan penambal ban.

 

Kila

(Berkata lirih)

Suara itu....

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar