3. Tiga : Aku Ingin Tahu

Marshall

Sudah selesai makan, mas?

 

Marsden

(Menggeleng)

Tidak lapar.  Aku mau tidur saja. Kamu makan sendiri ya.

 

Marshall

(Mengangguk)

Oke.

 

Marsden

Sisa makanan, kamu masukkan lemari es saja.

 

Marshall

Oke.

(Diam sejenak)

Emm, mas, kamu baik-baik saja?

 

Marsden

Ya. Aku baik-baik saja. Kenapa?

 

Marshall

Kamu terlihat berbeda.

 

Marsden

(Mengernyit)

Berbeda bagaimana?

 

Marshall

Emm, bagaimana menjelaskannya ya?

(Memiringkan bibir yang mengerucut)

Ada sesuatu yang berbeda di sorot mata dan ekspresi wajahmu.

(Sedikit memiringkan kepala)

Apa terjadi sesuatu selama aku mandi?

 

Marsden

(Menggeleng)

Tidak.

 

Marshall

Sungguh?

 

Marsden

(Mengangguk)

Ya. Tidak terjadi apa-apa. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan, Al. Aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah dan mengantuk.

(Mengulurkan tangan ke kepala Marshall, mengacak rambut basah adik bungsunya yang di tahun terakhir SMU)

Sudah, sana, lekas makan, sebelum makanannya dingin.

 

Marshall

Itu sih bukan masalah. Letakkan makanan di kompor, nyalakan kompor, tunggu beberapa menit, makanan sudah kembali hangat dan siap disantap.

 

Jawaban Marshall membuat bibir Marsden membentuk senyuman. Senyum yang membuat hati Marsden menjadi sedikit ringan, dan cerah. Marsden kembali mengulurkan tangan ke kepala Marshall, mengacak sejenak rambut Marshall, kemudian masuk ke kamarnya.

 

Marshall menatap pintu kamar Marsden. Sungguh, Marshall ingin masuk ke kamar Marsden , lalu bertanya apa yang menyebabkan kecemasan di mata dan wajah Marsden. Tapi Marshall tahu, yakin, Marsden akan bersikeras mengatakan dia tidak mencemaskan apapun, dan dia baik-baik saja.

Marshal menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.

 

Marshall

Besok saja. Biarkan tidur malam yang panjang mendinginkan kepala dan hati Mars. Besok pagi, aku akan mencoba lagi, mencari tahu apa yang membuatnya cermas.

(Menganggukkan kepala)

 

Sambil mengusap-usapkan handuk kecil ke rambutnya yang basah, Marshal berjalan menuju ruang tamu.

Marshall membuka satu persatu kotak makanan di meja, memindahkan beberapa sendok dari setiap kotak makanan ke piring yang sudah dia persiapkan.

Marshall duduk bersila di sofa. Tangan kiri memegang piring yang ada di paha kiri. Tangan kanan Marshall menekan tombol-tombol remote televisi, mencari program yang menarik.  Duduk bersila di sofa, dengan handuk melingkar di leher, Marshall menikmati makan malam sambil menonton film komedi.

CUT

 

9.     Apartemen – Kamar Tidur Marsden – Malam

 

Marsden berbaring telentang di tempat tidur.

Lampu tidur yang menempel di dinding, di samping tempat tidur Marsden, menjadi satu-satunya penerang di kamar itu. Sinar redup dari lampu tidur, tidak bisa memperlihatkan kecemasan di wajah Marsden. Terutama karena Marsden, melintangkan lengan kanan di atas wajah, menutupi kedua mata, sebagian wajah Marsden, juga kerutan di antara kedua alis Marsden.

 

Helaan napas pendek, berat, meluncur dari bibir Marsden.

 

Marsden

Marsden Putra Perdana, berhenti memikirkan Kila, keluarganya, dan karma yang akan menimpamu. Pertemuan tadi hanya kebetulan semata. Kamu tidak akan bertemu Kila lagi. Atau keluarganya. Yanuar mendekam dalam penjara. Dia atau siapapun yang membantunya tidak akan bisa membuktikan dia tidak bersalah, karena Ian sudah memastikannya. Karena itu, Mars, tidak ada yang perlu kamu cemaskan.

 

Marsden menjauhkan lengan kanan dari wajah, kemudian berbaring miring, menarik selimut hingga menutupi kepalanya, seluruh dirinya.

CUT

 

10.     Kantor – Ruangan Darian dan Marsden – Malam

 

Darian, duduk nyaman di kursi kerja. Punggung Darian menempel di sandaran kursi. Kedua tangan Darian berada di atas perut, dengan jari-jemari saling terjalin. Senyum menghiasi wajahnya, takala matanya menatap, mengamati Marsden yang tengah melamun.

Mata Darian bergerak ke jari-jari tangan Marsden yang menempel di atas tuts keyboard laptop, tidak bergerak sama sekali selama beberapa menit terakhir.

Darian membawa matanya ke wajah Marsden, kembali mengamati Marsden yang menatap layar laptop dengan pandangan menerawang.

Darian yakin, Marsden tidak sedang membaca berkas pekerjaan.

 

Darian

(Berkata pada benaknya)

Sungguh, aku ingin tahu apa yang Marsden lamunkan?

(Senyum miring, usil, terbentuk di bibir tipis Darian saat benaknya menemukan satu ide untuk mengusili sahabatnya)

 

Darian meraih ponsel yang ada di dekat laptopnya, menekan beberapa tombol, lalu menunggu dengan bibir menyunggingkan senyum usil. Senyum Darian berubah menjadi kekehan tawa saat melihat Marsden tersentak kaget, bahkan sedikit terlonjak saat ponselnya memainkan reffrein menghentak lagu Taking Off milik One Ok Rock.

 

Marsden

(Menatap Darian dengan campuran rasa sebal dan ingin tahu)

Ian, kenapa kamu meneleponku? Aku hanya berada dua meter darimu. Kamu hanya perlu memanggil atau menghampiriku.

 

Darian

Aku sudah melakukannya, kawan.

 

Marsden

Sungguh?

(Menatap Darian dengan sorot tidak percaya)

 

Darian

(Mengangguk)

Sungguh. Aku memanggilmu empat kali, Mars.

(Mengangkat tangan kanannya, mengacungkan empat jari)

Empat kali. Tapi kamu bergeming. Sama sekali tidak memberikan respon. Kamu begitu larut dalam lamunanmu hingga tidak mendengar semua panggilanku.

 

Darian, mencondongkan badan ke depan. Kedua tangannya menempel di atas meja, dengan jari-jari saling bertaut. Mata Darian menatap Marsden, dengan sorot geli yang berbaur dengan rasa ingin tahu.  

 

Darian

Apa yang tadi kamu pikirkan dengan begitu serius, Mars? Jangan katakan kamu memikirkan salah satu kasus yang kamu tangani. Aku tidak akan percaya.

 

Marsden

Memang bukan. Hanya saja, yang tadi aku pikirkan, bukan sesuatu yang penting.

 

Darian

(Kedua alis langsung mencuat ke atas)

Bukan sesuatu yang penting? Yang benar saja, Mars.

 

Marsden

Tidak terlalu penting.

 

Darian

(Menggeleng)

Aku tidak percaya. Kamu tidak akan begitu fokus hingga tidak menyadari keadaan sekitarmu kalau….yang kamu pikirkan, tidak terlalu penting. Menurutku justru sebaliknya.

(Melepas jalinan jari-jari kedua tangannya. Menggunakan telapak tangan kanannya untuk menyangga dagu)

Mau memberitahu aku apa yang mengusik pikiranmu, kawan?

 

Marsden

(Menggeleng)

Ini masalah pribadi, Ian. Aku tidak ingin….

 

Darian memotong kata-kata Marsden

 

Darian

Masalah pribadi ya? Hemm, itu membuatku semakin ingin tahu.

 

Marsden

Ian, aku tidak ingin membebanimu dengan masalah pribadiku.

 

Darian

Apalah arti sedikit beban tambahan untuk membantu seorang sahabat. Jadi, beritahu aku apa masalahmu, dan aku akan membantumu menyelesaikannya.

 

Marsden

(Menggeleng)

 

Darian

(Sengaja menghela napas berat)

Mars, dari awal kita berteman, lebih dari satu dekade lalu, hingga saat ini, kita saling menceritakan, membagi masalah yang kita hadapi. Kemudian bersama-sama mencari jalan keluarnya.

 

Marsden

(Mengangguk)

Yah. Tapi untuk satu hal ini, aku lebih suka menyimpannya sendiri.

 

Darian

Mars.

 

Marsden

Aku tahu apa yang harus aku lalukan untuk menyelesaikan hal ini, Ian. Bahkan aku sudah melakukannya beberapa lama dan berhasil. Tapi, sesuatu terjadi beberapa hari lalu dan menimbulkan sedikit kekacauan.

 

Darian berdiri, berjalan ke meja Marsden sambil menarik kursinya, duduk disana sambil mentap Marsden dengan ekspresi serius.

 

Darian

Apa yang terjadi, Mars? Kekacauan macam apa yang sedang kamu hadapi? Beritahu aku. Aku akan membantumu menyelesaikannya.

(Menganggukkan kepala)

 

Marsden

(Menggeleng)

Aku akan menyelesaikan hal ini, sendiri.

 

Darian

Mars….

 

Marsden menyela Darian dengan gelengan kepala.

 

Marsden

Jangan khawatir, Ian. Dengan sedikit waktu, aku bisa menyelesaikan sendiri masalah ini.

 

Dengan sorot menyelidik, Darian mengamati Marsden.

Beberapa saat kemudian, helaan napas pendek meluncur dari mulut Darian.

 

Darian

Baiklah. Aku menghargai keputusanmu, Mars. Aku tidak akan memaksamu untuk memberitahu aku masalah pelik apa yang tengah kamu hadapi, karena aku yakin kamu bisa menyelesaikannya.

 

Marsden

Terima kasih, Ian.

 

Darian

Jika kamu membutuhkan bantuan, apa saja, untuk menyelesaikan masalah ini, segera beritahu aku. Oke, kawan?

 

Marsden

(Mengangguk)

Oke.

 

Darian berdiri, berjalan kembali ke mejanya sambil menarik kursi kerjanya.

 

Darian

Masih ada pekerjaan yang harus kamu selesaikan?

 

Marsden

(Menatap Darian yang berdiri di balik meja kerja)

Tidak ada.

 

Darian

Baguslah.

(Tersenyum lebar)

Matikan laptopmu, Mars. Aku akan mentraktirmu makan malam.

 

Marsden

(Mengernyit)

Kenapa kamu ingin mentraktirku?

 

Darian

(Mengangkat bahu)

Tidak ada yang salah dengan keinginanku mentraktirmu makan malam. Iya kan? Toh, Kita berdua biasa saling mentraktir makan.

 

Marsden

Iya, memang. Tapi kali ini, aku merasa kamu punya motif tertentu.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar