Mata Matarri
12. Bagian #12

67  INT. KAMAR - RUMAH MANJARI – MALAM

INSERT

Jam dinding menunjukkan pukul 20.11.


Manjari mencoba menelefon. Tapi tak ada yang mengangkat di seberang.

Manjari masih berusaha menelefon. Tapi hanya ada nada tunggu.

Manjari masih mencoba ketigakalinya, sambil menoleh ke arah jam dinding


INSERT

Jam dinding menunjukkan pukul 22.30.


CUT


68  INT. RUANG TENGAH - RUMAH NENEK DADALI - MALAM

Ruang tengah rumah Nenek Dadali nampak gelap dan sepi.

Di meja, nampak telepon berbunyi.

SUARA TELEFON   
Kriiiing... kriiiing... kriiiing...


SLOW MOTION

POV Menuju Telefon di meja.

SUARA TELEFON   
Kriiiing... kriiiing... kriiiing...


CUT                   


69  EXT. RUMAH SAKIT – SIANG

Gedung Rumah Sakit yang tak terlalu besar berdiri di pinggran kota.

CUT 


70  INT. SELASAR - RUMAH SAKIT – SIANG

Nenek Wanda datang bersama Solehan yang membawa buah-buahan. Di kursi penjenguk, duduk Nenek Asih dan Kakek Udin serta Pak RT.

NENEK WANDA
Bagaimana keadaannya?

PAK RT
(Mendesah pelan)
Nampaknya... belum ada kemajuan. Walau detak jantungnya sudah normal, tapi Nenek Dadali masih belum sepenuhnya sadar...


Untuk sesaat, Menek Wanda menatap ke arah kaca panjang di sisi pintu, sebelum akhirnya ia membuka pintu, dan masuk ke dalam.

CUT


71 INT. RUANG INAP - RUMAH SAKIT – SIANG

Nenek Wanda menatap Nenek Dadali yang masih terbaring.

Untuk sesaaat Solehan menempatkan buah-buahan yang dibawanya di meja pasien.

NENEK WANDA  
Aku yakin dia memang sengaja menyembunyikan penyakitnya! Aku sebenarnya sudah curiga saat ia seperti terhuyung-huyung saat tengah memarahi kita waktu di warungmu itu.


Solehah hanya mengangguk.

NENEK WANDA  
Aku yakin... kalau ia mau berobat sejak lama, gak ada kejadian seperti ini.

SOLEHAH
Itu juga karena Nenek Dadali gak terlalu terbuka dengan kita...

NENEK WANDA  
Itulah... Dia selalu berpikir tak mau merepotkan kita, dan tak mau pula direpotkan.


Solehah hanya mengangguk.

NENEK WANDA  
Padahal... seharusnya ia tahu... kalau ia tak punya banyak anak yang mau merawatnya... tak punya juga saudara untuk diandalkan... dan tak mau menganggap keberadaan tetangga-tetanggamu seperti kita ini... untuk apa kau hidup selama ini? Hidup sendirian seperti itu... hanya akan... membuatnya menderita saja...


Solehah mendekati Nenek Wanda, dan menepuk-nepuk pundaknya.

SOLEHAH
Sudah, Nek, sudah!

NENEK WANDA  
Kadang aku benci sekali dengan kekeraskepalaannya!


Nenek Wanda memilih duduk di kursi.

Tak lama Nenek Asih dan Kakek Udin masuk ke dalam ruangan.

NENEK WANDA  
Apa... keluarganya sudah dihubungi?

NENEK ASIH   
Siapa yang mau dihubungi lagi? Bukankah anaknya baru datang kemarin, dan sudah pergi lagi? Kupikir mungkin ia berpamitan akan pergi jauh, karena sampai perlu meninggal anaknya...

KAKEK UDIN   
Tinggal kita semua saja keluarganya.


Nenek Wanda hanya bisa terdiam.

Ia kemudian memilih ke luar ruangan untuk menelefon.

CUT


72  EXT. RUMAH BAPAK SANTOSO – SIANG

Rumah sederhana yang baru selesai di bangun.

CUT

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar