KOMPLEKSITAS
5. Dhoni dan Turnamen Piano (Bagian 2)

Dhoni pun mendapat banyak teman karena paksaan Tiara tersebut. Dan, Dhoni sangat bersyukur.

Demi mempersiapkan mereka untuk turnamen, pihak sekolah mengadakan pelatihan khusus setelah jam sekolah usai.

Karena ada jadwal latihan seusai pulang sekolah, kini setiap pulang sekolah Tiara pulang sendirian.

Dan, suatu saat pulang ke rumah ada Paman di depan rumah sedang minum kopi.

[PAMAN] Udah pulang Tiara? Dhoni latihan lagi? 

[TIARA] Iya, Paman. Beberapa hari ini saya kesepian ga ada temen tiap pulang. (Tertawa) 

[PAMAN] Ya ampun. Kasihan banget sih kamu. (Tertawa juga)

[PAMAN] Terus dia gimana di sekolah? Udah bisa bersosialisasi? Udah dapet temen selain kamu? 

[TIARA] Syukurlah, Paman. Sekarang dia udah bisa ngobrol normal sama kebanyakan orang. Juga Dhoni udah punya banyak temen. 

[PAMAN] Syukurlah. Syukurlah. Kadang aku khawatir dengan sikap anti-sosialnya itu. (Menyeruput kopi) 

[TIARA] Oiya, Paman. Dari dulu aku pengen tanya.

[TIARA] Kok Dhoni bisa sampe anti-sosial kek gitu. Apa yang terjadi sama Dhoni dulu? 

[PAMAN] (Hampir tersedak karena kopi yang diseruput) Jadi kamu belum pernah diceritain sama Dhoni?

[PAMAN] Saya kira kamu bakal diceritain soalnya kalian temen dari kecil. 

[TIARA] Belum. Belum, Paman. Dhoni ga pernah cerita apa-apa. 

Paman kembali menyeruput kopi, menurunkan intonasi suara, dan memandang Tiara.

[PAMAN] Kamu ingin tahu?

Tiara tampak diam melihat sikap Paman dan kemudian menarik nafas dalam.

[TIARA] Ga usah deh, Paman. Biar Dhoni sendiri yang cerita. 

[PAMAN] (Tersenyum) Kamu memang anak dari polisi yang hebat.

[PAMAN] Pak polisi sudah membesarkan anaknya dengan baik dan benar. Udah cantik, pinter, bijak pula. Suka deh Paman sama kamu. 

[TIARA] Hehehe. Makasih, Paman.

Hari-hari pun berlalu seperti biasa dan sampai suatu saat tidak ada latihan lagi dari sekolah.

Dhoni dan Tiara pun pulang bersama lagi setelah sekian lama.

[TIARA] Udah lama banget keknya kita ga pulang bareng kek gini. 

[DHONI] Iya, ya. Tapi, ini salah kamu juga. 

[TIARA] Loh? Kok salahku? Kok bisa? 

[DHONI] Soalnya kamu yang daftarin aku ke perlombaan ini. Makanya kita jadi jarang pulang bareng. (Tertawa) 

[TIARA] Oh iya bener juga. Tumben ga ada latihan abis pulang sekolah? Minggu depan perlombaannya kan? 

[DHONI] Sekolah bilang kalo latihan terus juga bakal buruk buat lomba nanti.

[DHONI] Jadi sampe minggu depan kami disuruh rileks sama latihan di rumah aja. 

[TIARA] Bener juga, ya. Tapi, bagus dong kalo gitu. Kamu latihan di rumah aja.

[TIARA] Aku udah lama ga denger kamu main piano di rumah. 

[DHONI] Boleh deh. Buat penggemar beratku apa sih yang engga.

Sesampainya di rumah, Dhoni pun langsung menuju piano dan memainkannya. Seperti biasa Tiara di sampingnya mendengarkan permainan Dhoni.

Tiara menggambar wajah Dhoni saat ia bermain piano. Rutinitas yang sering dilakukan Tiara. Tiara bermimpi menjadi seorang desainer.

[TIARA] Mau aku buatin kostum buat kamu pake pas kontes nanti?

[TIARA] Aku punya banyak ide nih buat kostum kamu nanti. (Tertawa)

[DHONI] Ya, ga papa juga, sih. Kalo desain kamu diterima sama sekolah, ya. (Nada mengejek)

[TIARA] Pasti diterima, dong. Soalnya aku yakin kalo desainku bagus.

[TIARA] Ga kayak orang yang permainan pianonya bagus tapi ga berani buat tunjukin ke orang. (Mengejek balik)

Dhoni dan Tiara lanjut saling mengejek. Mereka tertawa bersama. Ikatan yang dirangkai mereka berdua terlihat erat dan hangat.

Tiara merasa suasana nyaman yang aneh. Entah karena sudah lama tidak mendengar permainan Dhoni atau sudah lama tidak mengobrol dengan Dhoni. 

Tiara merasa sangat nyaman saat ini. Setelah usai bermain piano, mata mereka berdua bertemu. Kali ini ada yang aneh dengan Tiara.

Dia merasa tersipu malu dengan tatapan Dhoni.

[DHONI] Tiara? Kok muka kamu merah kek gitu? Kenapa? 

[TIARA] (Salah tingkah) Ah... Ah... Ah... Ga apa-apa, kok.

[TIARA] Btw permainan kamu tadi bagus kek biasa. Oh iya. Aku pulang dulu, ya. Sampai jumpa besok.

Tiara merapikan buku gambar serta barang-barangnya. Tiara pun segera keluar dan menuju rumahnya. Dhoni pun hanya heran dengan sikap aneh Tiara hari ini.

Di rumah, Tiara berbaring di atas kasurnya sambil memikirkan Dhoni. 

[TIARA] (Menutup mukanya dengan bantal) Ah!! Tadi aku kenapa sih.

[TIARA] Mungkin karena udah lama ga ngobrol sama Dhoni.

[TIARA] Ya. Ya. Pasti itu.

Keesokan harinya saat pergi ke sekolah, perasaan itu muncul lagi. Tiara pun hanya berusaha menyembunyikannya agar tidak diketahui Dhoni.

[DHONI] Kamu kemaren kenapa? Ga apa-apa, kan?

[TIARA] (Kaget) Ga papa, kok. Cuman ngerasa ga enak badan aja kemaren.

Tiara berusaha melupakan perasaannya dan bersikap seperti biasanya. Hingga waktu perlombaan, perasaan yang tak dapat dijelaskan tersebut terus menghantui Tiara.

Dan, waktu perlombaan pun tiba.

Seperti perlombaan biasa pada umumnya, sekolah selalu membawa suporter untuk mendukung para kontestan. Tiara salah satu suporter yang ikut ke perlombaan tersebut.

Para peserta kontes mendapat ruangan sendiri yang berada di belakang panggung. Sedang bagi non-peserta dipersilakan untuk menempati bangku penonton.

Dari bangku penonton, para guru, supporter sekolah, dan Tiara memperhatikan panggung.

[SUPORTER-1] Wah, banyak juga orang yang datang. Emangnya ada berapa sekolah yang ikut turnamen musik ini, Pak?

[GURU-1] Dari rundown acara yang dikasih panitia, tertulis 14 sekolah yang ikut.

[GURU-1] Jumlah peserta yang ikut turnamen ini mencapai 72 orang dengan berbagai instrumen musik.

[SUPORTER-2] Gila, banyak banget. Kok banyak yang ikut, emangnya selain hadiah ada apaan di turnamen ini?

[GURU-2] Salah seorang dari juri di turnamen ini adalah seorang konduktor musik terkenal di Indonesia.

[GURU-2] Jika ada peserta yang membuat beliau tertarik, kemungkinan besar akan dididik langsung oleh beliau.

[GURU-2] Dan, dipastikan peserta tersebut akan dibawa beliau ke luar negeri untuk ikut pertunjukan di berbagai belahan dunia.

[SUPORTER-3] Kalo gitu. Berarti proses penjurian buat juaranya nanti bakal ketat banget dong. Kira-kira sekolah kita bisa menang ga, Pak?

Tiara juga menanyakan hal yang sama. Tiara lebih cemas kepada Dhoni dari pada kemenangan sekolah.

[GURU-1] Entahlah. Bapak juga ga tahu.

[GURU-1] Dan juga sebenarnya, Bapak juga tidak terlalu peduli dengan juara.

[GURU-2] Tujuan utama kalian semua ikut turnamen ini adalah untuk menambah pengalaman.

[GURU-2] Kami dari pihak sekolah berharap semoga pengalaman ini akan berguna buat kalian di masa depan nanti. (Melihat serius kea rah murid-murid suporter)

[GURU-1] Jika pun nanti sekolah kita dapat juara. Itu cuman bonus. (Tersenyum)

[GURU-1] Yah. Meskipun jujur, saya juga ingin sekolah kita juara. (Tertawa)

[GURU-1] Apalagi setelah melihat permainan piano Dhoni. Saya baru pertama kali melihat anak dengan bakat luar biasa seperti itu.

Tiara beserta suporter yang lain mengangguk setuju. Permainan piano Dhoni memang luar biasa. Tak salah jika para guru berharap Dhoni bisa mendapat juara, setidaknya dalam instrumen piano.

Suara pengumuman terdengar di dalam ruangan besar tersebut. Kontes sebentar lagi dimulai.

Kontes dimulai dengan kata sambutan oleh pihak penyelenggara. Kemudian dilanjutkan oleh pidato dari para juri. Seorang juri besar berdiri memberi pidato di atas panggung.

Juri besar tersebut adalah Gemuruh Ade Widyakusuma. Seorang konduktor terkenal dari Indonesia. Yang telah mengorbitkan banyak musisi Indonesia ke seluruh dunia. Gemuruh bertindak sebagai juri besar yang nantinya menentukan juara pada semua instrumen.

[GEMURUH] Musik adalah bagian dari sejarah manusia. Bagian dari budaya. Bagian dari kehidupan. Bagian dari kesenian. Dan, bahkan bagian dari hidup kita secara pribadi.

[GEMURUH] Saya sudah berkecimpung di bidang musik selama lebih dari 32 tahun.

[GEMURUH] Sepanjang karir saya tersebut. Saya selalu terkejut dengan bakat-bakat baru yang tumbuh di generasi muda Indonesia.

[GEMURUH] Para musisi tersebut berhasil merangkai alunan nada dari instrumen musik menjadi pemandangan yang cantik dan luar biasa.

[GEMURUH] Bagi yang tidak tahu, saya selalu menganggap musik itu sebagai film.

[GEMURUH] Hanya saja dilihat oleh telinga bukan mata. (Tertawa)

Para guru dan suporter di bangku penonton memberikan tawa geli. Meskipun terasa sekali bahwa tersebut hanya tawa formal untuk menghormati Gemuruh.

[GEMURUH] Musisi-musisi yang saya bawa ke berbagai belahan dunia adalah orang-orang yang mampu memberikan pemandangan itu di telinga saya.

[GEMURUH] Di kontes kali ini, saya berharap dapat menemukan musisi-musisi muda yang mampu memberikan pemandangan yang lain dari pada yang lain.

[GEMURUH] Mari kita tunjukkan pada dunia, bahwa Indonesia juga memiliki insan-insan muda yang berbakat.

[GEMURUH] Dengan ini, saya nyatakan kontes musik ini dimulai.

Gemuruh tepuk tangan menggema di ruang pertunjukan. Kontes pun dimulai.

Banyak anak-anak hebat dan berbakat yang tampil dalam perlombaan ini. Termasuk permainan piano.

Tanpa diduga banyak juga kontestan yang permainan pianonya sangat bagus melebihi Dhoni. Tiara pun tampak khawatir dengan hal tersebut.

[SUPORTER-3] Gila. Gila. Gila. Ada banyak yang lebih jago dari Dhoni.

[SUPORTER-1] Iya. Aku kira Dhoni udah jago. Ternyata masih ada yang lebih jago lagi.

[SUPORTER-2] Wah, kalo gini. Kemungkinan sekolah kita dapat juara makin kecil. (Tertawa lirih)

[TIARA] Jangan pesimis dulu. Siapa tahu ternyata Dhoni bisa menampilkan yang lebih bagus dari yang lain.

[SUPORTER-1] Bener kata Tiara. Jangan langsung pesimis dulu. Kita semua kudu kasih dukungan buat Dhoni.

[SUPORTER-2] Bentar lagi Dhoni tampil. Ayo semangatin.

Giliran Dhoni untuk tampil tiba. Semua suporter berteriak menyemangati Dhoni. Saat giliran Dhoni tiba, Tiara sangat fokus melihatnya dan tak melepas pandangannya sedetik pun dari Dhoni.

Dhoni bermain dengan sangat elegan. Alunan nada piano sangat harmonis dan tersusun rapi. Suara yang dihasilkan juga sangat menawan. Sebagian besar penonton ikut kagum melihat permainan Dhoni.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar