KOMPLEKSITAS
2. Dhoni dan Tiara

-12 TAHUN YANG LALU-

Di sekolah Dhoni hanya duduk sendirian di dalam kelas.

Ketika teman-teman kelasnya bermain di luar, Dhoni tampak asik dengan dunianya sendiri. Dhoni tidak bersosialisasi dengan anak-anak seumurannya. Dhoni anti-sosial.

Saat di sekolah, Dhoni menghabiskan waktunya untuk bereksperimen dengan not balok piano untuk dimainkan di rumah. 

Di sekolah, ada satu anak perempuan yang tertarik dengan Dhoni. Diam-diam anak perempuan ini memperhatikan Dhoni.

Dia adalah Tiara. Teman sekelas Dhoni sekaligus juga tetangganya. Rumah Tiara tepat berada di depan rumah Dhoni.

Dan, suatu hari Tiara memberanikan diri untuk berbicara dengan Dhoni.

 

[TIARA] (Menghampiri Dhoni yang sedang duduk serius menulis not balok) Hai, boleh kenalan?

Dhoni tampak terkejut. Mundur sedikit ke belakang menyeret kursi. Nafasnya tampak berat dan ketakutan.

[DHONI] (Tergagap) Aaa...

[TIARA] Eh, maaf. Maaf. Aku ga maksud ngagetin kamu. Aku ga ada niat jahilin kamu juga, kok.

Tiara juga kaget dengan reaksi Dhoni. Dhoni masih tampak ketakutan. Namun, nafasnya sudah mulai normal.

[TIARA] (Mengulurkan tangannya ke arah Dhoni) Namaku Tiara. Nama kamu?

Dhoni dengan gugup menarik dirinya, mengulurkan dan menjabat tangan Tiara.

[DHONI] (Masih tergagap) Na-Na-Namaku Dhoni. 

[TIARA] (Tampak senang dan tersenyum) Halo, Dhoni. Salam kenal. Mulai sekarang kamu dan aku berteman.

[DHONI] (Terkejut) Halo. Ti-Tiara.

Terkejut dengan sikap Tiara yang sangat ramah. Dhoni tampak memeluk buku di dadanya.

[TIARA] (Melihat buku yang ditulis Dhoni) Kamu lagi apa? Nulis apaan?

Dengan ragu, Dhoni memperlihatkan isi bukunya ke Tiara. Tiara tampak bingung namun tertarik dengan isi buku Dhoni.

[TIARA] Kok banyak gambar kek kecebong gitu? 

[DHONI] Ah. Ini namanya not balok.

[TIARA] Not balok? Apaan itu? 

[DHONI] Itu kek nada yang biasa dipake buat mainin piano.

[TIARA] (Terkesima) Wuih? Kamu bisa main piano? Hebat.

[DHONI] (Tampak malu dan terkejut saat dipuji Tiara) Ah. Makasih.

[TIARA] Ngomong-ngomong. Kamu tahu ga? Kita juga tetanggaan loh. 

[DHONI] Eh? Masa? Maaf aku ga tahu. Kalo di rumah aku lebih banyak main piano. Memangnya rumah kamu di mana? 

[TIARA] Iya. Aku sering dengar alunan piano dari rumahmu. Ternyata, itu kamu yang mainin. Rumahku pas banget di depan rumahmu, loh.

Dhoni tampak senang permainannya dipuji orang. Emosi yang belum pernah ia rasakan.

[DHONI] Kata Pamanku, sayang kalo bakatku ga dilatih. Makanya aku dibeliin piano di rumah. 

[TIARA] Kamu tinggal sama Pamanmu? Memangnya orang tuamu ke mana?

[DHONI] (Tampak gelisah dengan pertanyaan tersebut) Ah.. Kalo soal itu...

[TIARA] (Menyadari segera kegelisahan Dhoni) Ah, maaf. Kalo aku nanya yang kurang sopan. Kalo kamu ga mau jawab juga ga apa-apa.

Ada hening yang canggung di antara mereka. Tiara tidak mau terlarut dalam kecanggungan dan mencari topik pembicaraan yang lain.

[TIARA] Oiya. Kamu kok ga ikut main sama teman-teman yang lain? 

[DHONI] Ah. Soalnya aku takut. 

[TIARA] Loh? Kenapa takut? Ga bakal ada yang ngapain-ngapain kamu, kok. 

[DHONI] Tapi, tetap saja aku takut.

[TIARA] (Langsung menarik tangan Dhoni dan mengajaknya keluar) Tenang. Anak-anak di sini pada baik-baik, kok. 

Di luar kelas banyak anak-anak yang sedang bermain. Ada yang bermain kejar-kejaran, ada yang bermain petak umpet, ada yang bermain tali, dsb.

Tiara menarik Dhoni ke gerombolan anak-anak yang sedang main kejar-kejaran.

 

[TIARA] (Berteriak) Hoi! Teman-teman! Kita boleh ikutan? 

[TIARA] (Menarik Dhoni ke depan) Kenalin. Dia namanya Dhoni. Anak pindahan yang pindah minggu lalu itu loh. 

[TEMAN A] Halo, Dhoni. Aku Rian.

[TEMAN A] Kok baru sekarang kamu gabung? Padahal dari kemaren-kemaren kita mau ngajak kamu main tahu.

[TEMAN A] Cuman kamu kek sibuk banget nulis sesuatu. Jadinya kami ga berani ngajak. 

[DHONI] (Kaget dengan perkataan Teman A) A-A-Aku boleh main bareng kalian? 

[TEMAN A] Boleh banget, dong. Kita di sini malah senang dapat teman main baru.

 

Tampak beberapa anak sangat antusias dengan kehadiran Dhoni. Mereka pun sangat ramah kepada Dhoni.

Dhoni tampak tak menduga bahwa dia akan diperlakukan sangat baik. Dhoni pun tampak meneteskan air mata tak mampu menahan tangis.

Ia menangis di depan anak-anak itu. Tiara dan anak-anak yang lain sangat kaget. Mereka bertanya-tanya kenapa Dhoni menangis.

 

[TIARA] Eh? Dhoni? Kamu kenapa? Udah. Jangan nangis. 

[TEMAN B] Loh, Dhoni? Kita ga berkata yang aneh-aneh kan? Udah. Udah. Jangan nangis lagi.

[TEMAN A] Kamu ga apa-apa? Kamu sakit? Maaf kalo ada perkataan yang bikin kamu nangis.

Dhoni pun berusaha menenangkan dirinya dan mengusap air matanya. 

[DHONI] (Masih tersedu-sedu) Aku.. Aku.. Aku.. boleh main bareng kalian?

 

Anak-anak yang lain tampak heran dengan perkataan Dhoni. Namun, mereka dengan sangat antusias merespon. 

[TEMAN A] (Tertawa terbahak-bahak) Kan udah kita bilang tadi. Boleh banget. Kamu ini kenapa sih? 

[TEMAN C] (Ikut tertawa) Tunggu bentar. Jangan-jangan kamu nangis karena berpikir kami ga ngizinin kamu main bareng kita gitu? Ya enggaklah. Boleh banget, kok. 

[TIARA] (Tertawa juga) Ya ampun, Dhoni. Kan udah kubilang tadi. Anak-anak di sini pada baik-baik. Kamu ga percaya. 

[TEMAN A] Sudah. Sudah. Jangan nangis lagi. Kalo gitu ayo kita main bareng. Tapi, kamu yang jaga ya. (Memegang Dhoni dan langsung berlari) 

[TEMAN B] (Ikut berlari) Oke. Dhoni yang jaga. Semuanya jangan sampe ketangkep Dhoni! 

[DHONI] Loh? Eh? Loh? Kok aku? 

[TIARA] (Meledek Dhoni sambil berlari) Wueee... tangkap kalo bisa.

Dhoni pun ikut tertawa bersama teman-teman barunya. Ia pun berlari, ikut bermain kejar-kejaran.

Dhoni tampaknya secara perlahan sudah bisa melupakan traumanya di masa lalu. Dan, menikmati kehidupannya sekarang.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar