It's Not Easy to be A Single Dad
10. It's the End

119. EXT. RUMAH FANDY - DEPAN RUMAH. NIGHT

Fandy berjalan mendekati mobil Yuli dan Teguh, kemudian Yuli keluar dari mobil dengan wajah marah dan matanya sudah berkaca-kaca.

YULI

"Dari mana kamu? Dimana Nayla?"

FANDY

"Saya habis jemput Nayla, Bu. Nayla masih tidur di mobil."

YULI

"Ini udah mau jam 11, jemput dimana kamu? Kenapa sampai jam segini baru dijemput?"

FANDY

"Bu.. kita ngomong di dalem aja gimana? Kan nggak enak kalo marah-marah dilihat tetangga."

YULI

"Nggak peduli! Sudah habis kesabaran saya punya menantu nggak bener kayak kamu!"

FANDY

"Bu, saya salah apa? Saya kerja lembur memang tuntutan dari kantor. Nayla juga suka kok di Day Care."

YULI

"Jangan banyak alasan kamu! Saya tau kamu main sama perempuan lain kan? Kamu kira saya nggak tau? Semua orang di kompleks ini ngomongin kamu!"

Fandy melihat sekitar dan ada seorang tetangga yang mengintip. Ia langsung mengusap wajah karena frustasi.

FANDY

"Bu.. semua orang disini itu salah paham."

YULI

(memotong)

"Salah paham?? Itu yang saya rasakan sekarang ke kamu! Saya kira cukup sekali saya percaya sama kamu lagi. Tapi, saya salah."

(beat)

"Hati saya sudah terluka tau kamu mainin anak saya sampai dia hamil duluan! Sekarang setelah dia meninggal, dengan mudahnya kamu main sama perempuan lain! Kamu kira mudah bagi dia meninggalkan pekerjaan, mimpi dan dunianya secara tiba-tiba karena dia hamil anak kamu?! Lihat kamu sekarang, masih bisa main sana-sini, ketawa sama temen-temen, punya duit sendiri. Saya yakin Caca meninggal semua karena kamu! Dia capek mengurus semua sendiri tanpa pernah kamu tau!"

Nafas Yuli terengah-engah dan air mata sudah mengalir deras. Teguh kemudian keluar dari mobil dan mengusap pundak Yuli.

Fandy hanya bisa menundukkan kepalanya.

YULI

"Saya jauh jauh datang kesini mastiin kalau omongan tetangga itu nggak bener, tapi apa yang saya lihat sekarang."

(beat)

"Kamu habis ketemu perempuan itu kan? Iya kan?! Jawab!"

Nayla membuka pintu mobil. Fandy, Yuli dan Teguh melihat Nayla. Dengan wajah mengantuk, Nayla berjalan mendekati mereka.

YULI (CONT'D)

(ke arah Nayla)

"Nayla, kamu habis dari mana?"

NAYLA

"Uti?"

Nayla meraih tangan Yuli untuk salim. Tetapi Yuli langsung menunduk dan berbicara tepat di depan mata Nayla.

YULI

"Nayla, jawab Uti. Kamu habis dari mana?"

Fandy menghela nafas karena semakin frustasi.

NAYLA

"Dari rumah kak Vina."

Jawaban itu membuat tatapan Yuli semakin kecewa kepada Fandy. Wajah Teguh tertunduk dan kecewa.

YULI

"Vina? itu kah perempuan yang buat kamu lupa sama Caca?"

FANDY

"Nggak bu.. Vina cuma bantu saya jaga Nayla, nggak ada maksud lebih dari itu."

YULI

"Oh jadi Nayla kamu jadikan alasan buat deket sama perempuan lain? Susah buat percaya lagi sama kamu. Mulai sekarang Nayla ikut sama saya."

(ke arah Nayla)

"Nayla, sekarang siapkan semua barang kamu. Kamu ikut uti ke Jogja ya."

NAYLA

"Mama dimana? Apa Mama di Jogja juga? Kita mau ke tempat Mama?"

Wajah Yuli bingung. Ia kembali menatap Fandy dengan wajah tidak percaya.

YULI

"Bahkan Nayla nggak tau kalau Caca udah meninggal? Ha?! Maksud kamu apa!? Nayla bisa aja berfikir kalau Mamanya yang pergi ninggalin dia! Keterlaluan kamu."

(ke arah Nayla)

"Nayla, ayo Uti temenin kamu beresin barang."

Nayla memberikan kunci rumah ke Yuli dan mereka masuk ke dalam rumah. Di depan rumah sekarang hanya ada Fandy dan Teguh.

Fandy menatap wajah Teguh dengan ekspresi yang bingung, sedih, dan frustasi bercampur aduk. Tapi Teguh hanya menepuk pundak Fandy dan membantu Yuli memberesi barang Nayla.

CUT TO:

120. INT. RUMAH FANDY - RUANG TENGAH. NIGHT

Fandy menyusul ke dalam rumah dan berlutut kepada Nayla yang duduk di sofa. Terlihat air mata Fandy memenuhi matanya.

FANDY

"Nayla.. kamu mau kan tetap disini? Kamu mau kan tinggal sama papa?"

(beat)

"Nayla tau kan papa sayang Nayla?"

Air mata Fandy menetes. Ia menundukkan wajahnya, untuk menahan air mata, tetapi ia tak kuasa. Air mata terus mengalir deras.

NAYLA

"Nayla mau ketemu Mama."

FANDY

"Mama kamu sudah meninggal, Nayla.. Cuma ada Papa disini buat kamu. Jadi, jangan tinggalin Papa ya? Papa janji nggak akan tinggalin Nayla."

Fandy memeluk Nayla. Wajah Nayla masih bingung.

Yuli keluar dari kamar Nayla sambil membawa tas jinjing yang dipenuhi barang Nayla.

YULI

"Nayla, ayo kita berangkat sekarang. Papamu nggak akan pernah bisa nemenin kamu."

Fandy melepaskan Nayla dari pelukannya, ia menatap mata Nayla dalam-dalam.

NAYLA

"Papa kan kerja. Nayla nggak mau ditinggal lagi."

Yuli menggandeng tangan Nayla dan membawanya pergi. Fandy masih menarik tangan Nayla, tetapi Nayla hanya melihatnya dengan wajah polos. Air mata Fandy menetes ketika jemari Nayla perlahan meninggalkan genggamannya.

Fandy menangis sejadi-jadinya dengan segala keputus-asaan yang ia rasakan. Tubuhnya lemah dan ia hanya bisa menangis sambil merangkak di atas lantai. Ia mendengar suara mobil menyala dan perlahan meninggalkan rumahnya. Fandy perlahan bangkit dan berjalan dengan sekuat tenaga menuju pintu. Dari pintu ia hanya bisa menyaksikan mobil yang membawa Nayla semakin menajuh meninggalkannya.

Fandy kembali menangis sambil memukul dadanya berkali-kali. Ia berteriak meluapkan semua emosi yang ia pendam.

CUT TO:

121. I/E. DALAM MOBIL. NIGHT

Nayla melihat Teguh menyetir mobil dan Yuli fokus melihat jalanan. Ia kemudian mengambil boneka Jessie di dalam ranselnya. Ia mencium bau parfum Vina yang masih menempel di boneka Jessie. Nayla memeluk boneka itu, ia tau akan merindukan seseorang dengan aroma itu.

CUT TO:

123. INT. KANTOR - RUANGAN HRD. DAY

Di depan mejanya, Deva membaca secarik kertas dan langsung memukul meja karena terkejut.

DEVA

"FAN! Seriusan lo??!"

Di hadapannya Fandy melihat ke sisi lain dengan tatapan kosong.

DEVA

"Lo nggak bisa cabut gini aja. Nggak, gue nggak akan lepasin lo gitu aja."

Deva melihat Fandy yang masih melamun dan bertatapan kosong.

DEVA (CONT'D)

"Fan.. lo ada masalah apa? Lo ga bisa asal resign gini aja. Lo kira ada yang bisa langsung gantiin lo gitu?"

Deva putus asa.

DEVA (CONT'D)

"Fan? Please. Gue kasih lo waktu buat pikir-pikir dulu ya? Lo nggak mikirin anak lo ntar di rumah makan apaan?"

Fandy berusaha untuk melihat Deva. Tetapi pandangannya masih lesu.

FANDY

"Gue udah nggak punya siapa-siapa."

Deva seketika bingung.

FANDY (CONT'D)

"Udahlah, kalian emang nggak akan pernah ngerti masalah gue."

CUT TO:

124. INT. KANTOR - KANTOR UTAMA. DAY

Meja Fandy sudah mulai kosong. Fandy memasukkan barang-barangnya ke sebuah kardus berukuran sedang. Wajahnya masih kosong, ia tau akan merindukan meja itu. Gita datang mendekati Fandy.

GITA

"Fan? Are you really doing this?"

Fandy tidak menjawab, masih menata barangnya dengan pandangan kosong.

GITA (CONT'D)

"Fan?"

Tak ada jawaban, Gita duduk dikursinya.

FANDY

"Git, harusnya lo yang jadi PM, bukan gue. Orang kayak gue ga layak dapet posisi ini."

Gita mengerutkan alisnya, merasa ucapan Fandy tidak benar.

GITA

What? Why did u say that?

(beat)

You're a really great Manager, you know? We all respect you.

(beat)

Listen, gue tau lo lagi nggak baik-baik aja. Gue tau lo pasti ada masalah besar sampai buat lo ambil keputusan sepihak kayak gini. Tapi selama ini kerja lo bagus dan lo selalu profesional mengerjakan tugas-tugas lo. Sebagai temen kerja, gue ga pernah liat lo bawa bawa masalah pribadi ke kantor. Okay, that's not the point, but the point is gue bener bener respek ke lo, sebagai temen maupun rekan kerja. Because you did a great job. Jadi jangan lagi lo mikir, kalo lo nggak layak dapet posisi ini.

Fandy selesai membereskan mejanya. Sebelum benar-benar meninggalkan meja, Fandy melihat Gita. Ia tersenyum sedikit lega.

FANDY

"Makasih ya, Git. Walau kita nggak banyak ngobrol, gue nggak nyangka lo anggep gue begitu."

Gita ikut tersenyum.

GITA

"Good luck ya?"

Fandy hanya mengangguk dan tersenyum. Ia kemudian berjalan menuju lift dan benar-benar meninggalkan ruangan itu.

CUT TO:

125. I/E. DALAM MOBIL. DAY

Fandy mengemudikan mobilnya dengan tatapan kosong. Di kursi belakang terdapat kardus berisi barang kantor Fandy.

CUT TO:

126. INT. KIDDY HUIS DAY CARE - KELAS ANGGREK. DAY

Di dalam ruangan terdapat 12 anak yang bermain puzzle di lantai. Vina dengan 2 pengasuh lainnya menemani anak-anak bermain puzzle.

PENGASUH 1

"Coba cari gambarnya yang disamping ini.. nemu nggak?"

Seorang anak yang bermain puzzle di depan pengasuh mencari potongan puzzle dengan teliti.

VINA

"Wah.. udah selesai. Pinternya. sekarang mau main ular tangga atau main susun kata?"

ANAK 1

(ke arah anak 2)

"Main ular tangga yuk?"

ANAK 2

"Yuk."

VINA

"Tunggu ya, Kak Vina ambilin dulu ular tangganya"

Vina berjalan ke arah rak mainan. Tak sengaja ia melihat ke arah pintu kaca dan melihat ada Fandy sedang berbicara dengan pegawai front office. Wajah Fandy terliihat sedih dan berantakan. Vina penasaran, tetapi ia menahan rasa ingin taunya.

CUT TO:

127. I/E. RUMAH FANDY - HALAMAN RUMAH. NIGHT

INSERT tanaman Caca layu. Terlihat lantai berdebu.

CUT TO:

128. INT. RUMAH FANDY - RUANG TENGAH. NIGHT

INSERT ruangan remang-remang, foto-foto di dinding sudah berdebu. Kardus berisi barang-barang kantor Fandy tergeletak begitu saja.

CUT TO:

129. INT. RUMAH FANDY - RUANG MAKAN & DAPUR. NIGHT

INSERT dapur dan ruang makan sedikit berantakan, tetapi tetap terlihat tidak terurus dan kotor.

CUT TO:

130. INT. RUMAH FANDY - KAMAR. NIGHT

Suasana kamar sangan hening. Ponsel Fandy bergetar di atas kasur, terdapat panggilan masuk dari Vina. Beberapa saat kemudian, panggilan itu berakhir. Terlihat ada 5 missed call dari Vina.

Fandy berbaring di atas kasurnya, meringkuk ke hadapan jendela dengan tatapan kosong. Tiba-tiba perutnya berbunyi tanda ia lapar. Dengan lemas ia duduk. Meraih ponselnya dan menyadari missed call dari Vina. Tapi ia tidak peduli. Fandy beranjak dari kasurnya dan mengambil sesuatu di dalam laci meja samping kasurnya.

CUT TO:

131. I/E. RUMAH FANDY - HALAMAN RUMAH. NIGHT

Di anak tangga, Fandy duduk dan menghisap rokoknya. Ia melihat betapa sepinya rumah tanpa Caca dan Nayla. Ia memperhatikan tanaman semua sudah layu, termasuk tunas Merigold milik Nayla. Menyadari itu, mata Fandy kembali berkaca-kaca.

Dari kejauhan datang mobil taxi online mendekat ke rumah Fandy. Ketika berhenti di depan rumah, Vina turun dari mobil.

Vina mendekati Fandy yang berantakan dengan wajah cemas. Ia melihat sekitar, jelas ada yang tidak beres.

VINA

"Nayla dimana pak? Kenapa Nayla nggak terdaftar di Day Care lagi?"

Tak ada respon. Fandy masih melamun dengan tatapan kosong.

VINA (CONT'D)

"Pak.. bapak nggak papa?"

Vina semakin cemas. Ia duduk di samping Fandy dan menepuk-nepuk punggungnya. Vina kemudian mengusap lengan Fandy, tetapi Fandy menyingkirkan tangan Vina yang ada di lengannya. Hal itu membuat Vina bingung.

CUT TO:

132. INT. RUMAH FANDY - RUANG MAKAN. NIGHT

Vina mengisi segelas air putih dan meletakkan gelas di meja di depan Fandy. Terlihat jelas sekali pandangan Fandy masih kosong tetapi matanya sembab. Vina kemudian duduk bersebelahan dengan Fandy.

VINA

"Pak.. Nayla kemana? Dia baik-baik aja?"

Fandy masih merenung. Walau tidak ada jawaban, Vina tetap duduk di samping Fandy menemani dengan suasana ruangan yang hening.

FANDY

"Nayla ikut mertua saya ke Jogja."

Vina menghembuskan nafas lega.

VINA

"Kenapa tiba-tiba pak? Ada masalah besar ya?"

Fandy masih terdiam.

VINA (CONT'D)

"Kalau memang nggak bisa cerita, nggakpapa kok. Saya kesini setidaknya tau gimana kondisi bapak dan Nayla."

(beat)

"Mungkin nanti kalau keadaan sudah membaik, bapak bisa cerita ke saya. Dan semoga, itu bisa meringankan beban bapak."

FANDY

"Hal yang saya rasakan sekarang, saya benar-benar gagal menjadi seorang ayah dan suami."

Vina menatap Fandy kebingungan.

VINA

"M..Maksud bapak?"

FANDY

"Kalau saya tidak hanya fokus dengan dunia saya sendiri, istri saya pasti masih ada sampai sekarang."

(beat)

"Saya lupa bahwa dia sudah meninggalkan seluruh mimpi dan dunianya untuk berbagi hidup dengan saya. Dengan bodohnya saya membiarkan dia memperjuangkan semua sendirian. Dan saya baru menyadari itu semua ketika saya sudah kehilangan dia."

(beat)

"Cukup sekali saja saya merasakan betapa menyakitkannya kehilangan istri saya. Dan saat itu saya mengira saya mampu menjaga bagian dari istri saya yang masih hidup. Tapi kali ini, Nayla juga pergi."

(beat)

"Atau mungkin, mereka tidak pernah benar-benar pergi. Hanya saya sajalah yang selalu meninggalkan mereka."

Vina ikut merasakan kesedihan yang Fandy alami.

VINA

"Tapi bapak pergi karena bekerja kan? Bukan kah itu adalah tugas yang mulia bagi seorang ayah untuk menafkahi keluarganya?"

FANDY

"Vina, semua orang bisa bekerja dan menafkahi. Tetapi nggak semua orang bisa selalu ada ketika keluarga mereka membutuhkan."

(beat)

"Saya salah. Betul kata mertua saya. Beliau pasti tidak bisa memaafkan saya lagi."

VINA

"Pak.. tidak ada seseorang yang sempurna di dunia ini dan menjadi seorang ayah juga merupakan sebuah proses. Bapak tau kan bahwa bapak bisa mengejar Nayla dan membuktikan bahwa bapak adalah ayah yang baik untuk Nayla?"

FANDY

"Proses?"

Fandy menyeringai.

FANDY (CONT'D)

"Kamu bilang begitu karena kamu belum menjadi orang tua."

VINA

"Setidaknya itu yang bapak bisa lakukan sekarang."

(beat)

"Setelah adik saya meninggal, sampai sekarang bapak saya tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. Berulang kali saya menguatkan bapak, tapi mau berapa tahun pun itu, dia tidak bisa melupakan kepergian adik. Sampai dia lupa dan mengabaikan saya dan Ibu yang masih terus berjuang hidup."

(beat)

"Saya tidak mau bapak menjadi seperti itu. Cukup sekali itu terjadi di keluarga saya. Saya yakin bapak bisa melalui ini semua dan memperbaikinya."

Fandy menatap Vina. Mereka saling memandang dan dapat terlihat beban yang mereka pikul terproyeksi dalam tatapan mereka.

FANDY

"Apakah menurutmu Nayla bisa menunggu?"

CUT TO:

133. I/E. RUMAH FANDY - HALAMAN RUMAH. NIGHT

Vina tersenyum kepada Fandy sebelum benar-benar meninggalkan Fandy seorang diri di rumah itu. Ia kemudian masuk ke dalam mobil. Mobil itu pun bergerak dan pergi menjauh dari rumah Fandy.

Fandy masih merasa kosong. Dia kembali melihat seluruh tanaman Caca yang layu. Tiba-tiba memori lama terasa begitu nyata dan Fandy melihat Caca dan Nayla sedang menyiram tanaman bersama. Mereka kemudian menanam bunga Marigold bersama sambil tertawa bahagia. Memori itu membuat Fandy rindu kehadiran Caca dan Nayla. Ia tidak mempercayai apa yang ia lihat. Fandy membalikkan wajahnya dan melihat Caca dan Nayla membersihkan foto yang berdebu di ruang tengah. Fandy berjalan perlahan mendekati sosok Caca dan Nayla.

134. INT. RUMAH FANDY - RUANG TENGAH. CONTINUOUS

Langkah Fandy terhenti di ruang tengah. Disitu ia melihat Caca dan Nayla masak di dapur dengan bahagia. Setelah itu mereka menghidangkan makanan di meja makan.

Fandy melihat ke kemar Nayla yang terbuka lebar. Dari luar kamar, ia melihat Caca dan Nayla sedang berbaring melihat film bersama di atas kasur. Bayangan itu kemudian menghilang dan hanya tertinggal boneka Lotso di atas kasur.

Fandy tidak mempercayai apa yang ia lihat. Ia semakin merasa bersalah dan sadar bahwa selama ini dia tidak pernah hadir di antara Caca dan Nayla. Dengan air mata yang mulai menetes, pandangan Fandy terhenti pada foto mereka bertiga yang tergantung di dinding. Ia meraih foto itu dan menangis tersedu-sedu, meluangkan segala rasa bersalah yang ia pikul.

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar