Cintai Cinta
14. Kugantung Cita dan Cintaku di Langit Kita

77. EXT. RUMAH CINTA – SIANG

Cinta bersiap-siap berangkat ke Bandara untuk terbang ke Paris. Tampak sebuak koper dan ransel teronggok di lantai depan rumah. Rani melepas Cinta dengan berat hati namun harus mengikhlaskannya. Ia tak mau segera melepas Cinta dalam pelukannya diiringi isak tangis.


RANI

Baik-baik kamu di sana ya, Sayang. Jaga diri dan kehormatan. Ah, sebenarnya Ibu nggak mau kamu pergi.


CINTA

Ibu ... aku kan pergi cuma beberapa bulan aja. Ibu nggak usah khawatirkan aku.


RANI

Ibu khawatir kamu akan terbebani ucapan Yura. Tapi jika itu akan mengganggumu, nggak usah terlalu dipikirkan.


CINTA

Di sana aku akan baik-baik aja, Bu. Aku akan fokus belajar. Kesempatan itu nggak mungkin kusia-siakan lagi, Bu. Ingat kan pesan Ibu padaku? (menepuk dada) Aku Cinta Anjani, putri Ibu satu-satunya yang akan melanjutkan cita-cita Ibu yang juga cita-citaku yaitu menjadi seorang fashion desainer top. Aku harus menjadi orang sukses agar dihargai dan tidak direndahkan orang-orang. Karena, kita pun berhak memilih dan menentukan jalan hidup dengan bahagia dan penuh cinta.


Rani mengangguk-angguk sambil tersenyum di antara tangisan. Mereka saling melepaskan pelukan dan berpisah dengan penuh haru. Rani mengantar Cinta ke mobil yang akan membawa ke bandara.


CUT TO:


78. INT. RUMAH REAN - MALAM

Rean sedang asyik melukis wajah Cinta yang belum selesaikan. Pak Bim datang dengan tertunduk lesu. Pak Bim menghampiri Rean lalu berdiri di samping Rean masih tertunduk. Ia tampak ketakutan hingga ragu-ragu untuk berbicara. Rean berpaling dari lukisan, menatap Pak Bim dengan bingung.


REAN

Pak Bim? Ada apa? Mana Cinta?


PAK BIM

Maaf, Den. Saya nggak berhasil membawa Neng Cinta ke hadapan Den Rean.


REAN

Kenapa? Dia masih marah? Dia nggak mau ketemu aku?


REAN

Bu-bukan, Den. Ta-tapi ... Neng Cinta sudah pergi ke Paris tadi pagi.


REAN

(kaget)

Ke Paris? Ya Tuhan ...


Rean menaruh kuasnya yang hampir terlepas dari tangannya. Ia menatap wajah Cinta dalam lukisan dengan tatapan sedih serta putus asa.


REAN (CONT’D)

(bergumam)

Apa aku terlambat, Pak Bim? Aku belum sempat menyampaikan pesan Yura. Bahkan, aku belum sempat menyelesaikan lukisan yang akan kuberikan padanya sebagai tanda permohonan maafku. Dia sudah pergi ...


PAK BIM

Neng Cinta kan pergi nggak lama, Den. Kata ibunya sekitar empat atau lima bulanan.


REAN

Tapi aku belum dia maafkan, Pak. Gimana dia mau menuruti keinginan Yura? Aku nyesel sudah mendaftarkan dia ke sekolah itu. Kalau tahu akan sesakit ini ditinggal dia, aku nggak akan daftarin dia pergi ke Paris, Pak!


Rean tampak kecewa lalu meluapkan emosi dengan membanting peralatan melukis hingga cat warna terhambur mengotori lantai galeri.


PAK BIM

Den, istigfar! Kan Aden sendiri yang menginginkan Neng Cinta pergi sebagai penebus kesalahan Aden padanya. Niat Aden sudah bagus ...


REAN

(berteriak)

Tapi aku hampir gila, Pak Bim! Pikiranku jadi kacau. Aku bingung dengan permintaan Yura, sementara Cinta sudah pergi!


Rean terduduk lemas di lantai sambil memegangi kepalanya. Matanya terpejam menahan amarah dan penyesalan.

Tak lama, telepon genggamnya berbunyi. Sebuah panggilan dari Surya tampak di layar. Namun Rean tak mau mengangkat panggilan. Pak Bim berinisiatif mengangkat telepon.


PAK BIM

Halo! Iya, iya, betul ini nomor Den Rean. Ini saya, Pak Bim. Ada apa ya, Pak? (beat) Hah?? (terkejut) Innalillahi wainna ilaiahi rojiun ...


Pak Bim menjawab dengan perlhan dan lemas. Wajahnya tegang menatap Rean yang sedang merasakan sedih dan rasa penyesalannya.


PAK BIM (CONT’D)

Den ... Neng Yura ... Neng Yura ... sudah nggak ada.


REAN

(terperanjat)

Apa? Nggak mungkin! Nggak mungkin Pak Bim! Yura masih nungguin aku dan Cinta untuk berjanji di hadapannya!


Pak Bim menatap Rean dengan iba. Rean terlihat syok. Tiba-tiba tangannya bergetar hebat. Wajahnya pucat disertai gemetaran di seluruh tubuhnya.


REAN (CONT’D)

(berteriak)

Pergi! Pergi kalian semua! Pergi tinggalkan aku! Ya, aku memang tak layak hidup lagi. Aku akan susul kalian ke akhirat! Aku tak mau kalian hukum aku dengan meninggalkan aku sendirian di dunia ini!


Rean merangkak untuk meraih pisau yang terletak di keranjang buah-buahan. Saat tangannya menyentuh pisau, tangan Pak Bim sigap menepisnya hingga pisau terlempar agak jauh dari tubuh Rean. Rean tampak berusaha meraih kembali namun Pak Bim mengambil pisau itu, lalu melemparnya dan terjatuh ke kolam renang. Rean tampak meradang. Tetapi Pak Bim berhasil merangkul meski kewalahan karena perlawanan Rean. Pak Bim akhirnya berhasil menenangkannya hingga berhenti meronta.


PAK BIM

Den, nyebut Den. Ingat, Aden tidak sendiri. Meski Neng Yura sudah mendahului kita, tapi percayalah, Neng Cinta tidak akan meninggalkan Aden. Dia hanya pergi sesuai yang Aden inginkan. Dia pasti kembali. Dan satu lagi, Den. Ingat! Ade Neng Renata di samping Aden. Lihat dia, Den. Tataplah mata beningnya dalam-dalam. Neng Renata sangat membutuhkan Aden.


Di pintu galeri, sudah berdiri Renata yang tengah menatap Rean dengan tatapan sedih. Renata perlahan berjalan mendekat ke arah Rean. Rean menatap adiknya dalam-dalam. Renata merentangkan kedua tangan mungilnya dengan berlinang air mata.


RENATA

Aa, Nata mau peluk Aa. Nata nggak mau sendirian. Nata mau sama Aa.


Rean menatap adiknya lalu tak kuasa menahan tangisan. Ia merangkul Renata, mendekapnya dengan erat.

Pak Bim menatap haru sambil tersenyum kecil. Kemudian tangannya menyusut air di sudut matanya.


CUT TO:


79. EXT. PEMAKAMAN - SIANG

Di acara pemakaman jenazah Yura. Tampak suasana area pemakaman yang ramai oleh para pengantar berpakaian serba hitam, mengerumuni liang lahat. Tampak Rean didampingi Pak Bim berdiri di samping pusara yang masih baru. Tak jauh darinya, Surya termenung sedih menatap makam putrinya. Di sampingnya tampak Rani sedang menabur bunga di atas pusara.


Setelah beres acara pemakaman, Rean menemui Rani dan Surya. Mereka saling berpelukan.


RANI

Ibu sudah memaafkanmu, Nak. Sudahlah! Yang penting kamu menyesali perbuatanmu dan mau bertanggung jawab.


REAN

Terima kasih, Bu. Aku nggak tau harus bagaimana untuk bisa menebus dosa-dosaku terhadap Ibu dan Cinta.


RANI

Nggak perlu. Toh kamu sudah menerima dan merasakan hukumanmu sendiri. Paham kan maksud Ibu?


Rean terdiam. Ia gugup dan tampak seperti terpukul oleh ucapan Rani.


RANI (CONT’D)

Oya, Cinta sudah pergi ke Paris. Kata Pak Bim, ternyata kamu yang mendaftarkannya kembali. Terima kasih telah membuat Cinta kembali semangat dan percaya diri.


Rean mengangguk. Tatapan dan wajahnya berubah semringah.


RANI (CONT’D)

Tapi sayangnya, Cinta belum tentu sudah memaafkan kamu. Ibu nggak tahu dia sudah menerima semua takdirnya atau enggak. Hanya waktu yang akan mengubahnya. Dan kamu perlu waktu untuk menunggunya memberi kepastian.


Rean termangu. Tatapannya kini terlempar jauh ke atas langit.


REAN (VO)

Segenggam harapanku padamu kan kugantung di atas awan bersama ribuan doa yang melangit. Nanti kita petik bareng, ya, Cinta!


Tampak di langit biru, awan putih berarak dan kian memudar ditiup angin.


DISSOLVE TO:


80. EXT. TAMAN MENARA EIFFEL. PARIS – SIANG

LONG SHOOT: langit di atas taman sekitar Menara Eiffel.

[NOTE: Suasana langit terlihat sama dan menyambung dengan langit di atas pusara Yura ]

Tampak Cinta sedang duduk sendiri di bangku taman sambil melamun.


CINTA (VO)

Saat kembali ke tanah air nanti, aku bingung menentukan satu di antara dua pilihan. Apa aku harus kembali kepada Shaka yang sudah berani memutuskan pilihan hidupnya sendiri, dan tidak tergantung Mamanya lagi? Ataukah Rean, si pengecut yang kubenci tetapi akhir-akhir ini aku mulai merindukannya diam-diam?


FLASHES: raut wajah Rean dan Shaka muncul bergantian.


CINTA (VO) (CONT’D)

Shaka memang baik, selalu perhatian, dan selalu pandai menghiburku. Dan Rean ... ah, aku jadi teringat pesan kakakku sebelum dia meninggal... aku harus memaafkan Rean dan mau jadi penggantinya, karena Rean sesungguhnya mencintaiku, bukan mencintai kakakku. Sumpah, aku bingung karena nggak boleh mengingkari janji pada kakakku Yura. Ya Tuhaan ...


Cinta mengusap wajahnya lalu menghela napas dalam-dalam. Ia mengangkat wajahnya untuk menatap langit.


CINTA (VO)

Nggak, nggak! Aku harus fokus selesaikan sekolahku. Aku harus meraih cita-cita dan cinta yang telah kugantungkan di atas langit. Tapi ... hati kecilku ingin kita petik bareng semua itu di langit kita, Re!


Tampak langit biru berawan putih berarak di atas pucuk menara Eiffel.


DISSOLVE TO:


81. INT. RUMAH REAN – SIANG

LONG SHOOT: pemandangan langit di atas rumah Rean.


Rean tampak berjalan dari arah dapur menuju galeri dengan tergesa-gesa. Di tangannya terlihat sebilah pisau tajam mengkilap tersorot sinar matahari.

Pak Bim yang baru saja mau masuk dapur, tersentak dan buru-buru mengejar Rean dengan wajah tegang, sambil berteriak-teriak memanggil Rean.


PAK BIM

(panik)

Den! Den Rean! Jangan lakukan!


Rean tak mendengar teriakan Pak Bim. Rean tetap berjalan tergesa-gesa.


REAN

(berteriak)

Aku sudah siap! Aku akan segera melakukannya, Sayang! Tunggu sebentar!


Pak Bim berhasil mengejar Rean dan segera merebut pisau dari tangan Rean. Rean terkejut hingga pisau terlepas. Ia kaget dengan tindakan Pak Bim yang tiba-tiba tanpa sepengetahuannya.

Rean melepas headset yang dipasang di telinganya. Lalu menatap Pak Bim dengan heran.


REAN

Ada apa, Pak Bim? Kenapa pisauku mau direbut?


PAK BIM

Em, anu ... anu, Den! Maaf, saya pikir ...


REAN

(menahan tawa)

Pak Bim pikir, aku mau putusin urat nadiku lagi? Aku mau kupasin apel buat Nata!


Di bangku galeri, tampak Renata sedang menunggu dengan memegang sebuah apel.


RENATA

Aa! Cepetan dong! Aku pengen makan apel!


Pak Bim mengembuskan napas lega sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.


PAK BIM

Saya pikir, Aden kumat lagi traumanya seperti dulu. Hampir copot jantung saya, Den!


REAN

Tenang aja, Pak Bim. Aku nggak mungkin melakukannya lagi. Karena ada adik kecil bermata bening yang membutuhkanku, juga ada seorang gadis yang kutunggu kepulangannya dari negeri menara Eiffel. Aku tahu, hidupku kini sangat berarti.


Rean tersenyum menatap Pak Bim dan Renata yang sedang tersenyum bahagia. Lalu menatap lukisan wajah Cinta yang tersenyum menatapnya.


FADE OUT:

END:


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar