Cintai Cinta
5. Tentang Rean yang Misterius

26. INT. RUMAH CINTA – MALAM

Cinta tengah terbaring di tempat tidurnya sambil senyum-senyum menatap layar HP. Di layar menampilkan Chatting antara Cinta dan Rean di WhatsApp.


[NOTE: Di sela chatting, terdengar beberapa kali suara tanda pesan masuk dari ponsel Cinta.]


INSERT TEXT:

REAN: Aku undang kamu ke rumahku. Kapan aja kamu mau.

CINTA: Aku belum bisa jalan. Kakiku belum pulih.

Kalau kamu mau, kamu aja yang ke rumahku. Boleh, kok.

REAN: aku mau banget. Tapi jujurly, aku belum berani ke luar rumah. Aku masih trauma, apalagi naik mobil.

CINTA: gimana bisa ketemu dong? Kita sama-sama punya problem. Haha. Andai saja aku punya kendaraan pribadi, biar aku yang datang ke rumahmu.

REAN: Serius? Kalau gitu, biar sopirku jemput kamu. Ok?

CINTA: Kenapa sih kamu pengen banget ketemu aku? Kangen ditimpuk tutup botol lagi?

REAN: (emotikon ketawa)


Cinta tersenyum simpul sambil menggenggam HP dan merapatkannya di dada.


CINTA (VO)

Aku sih males aja kalau Rean ke rumah, pas ada si Rese Shaka. Nggak kebayang. Nanti malah bisa salah paham. (beat) hm... padahal aku cuma penasaran aja sama sikap Rean yang misterius. Juga alasan yang membuat ia pengen ngabisin nyawanya sendiri. Ah, kan, kenapa jadi kepo gini sih!


Cinta menarik selimut lalu memejamkan matanya masih sambil senyum-senyum sendiri.


CUT TO:


27. INT. RUMAH CINTA – SIANG

Cinta tampak gelisah duduk di atas kursi rodanya. Sebentar-sebentar melihat arloji di lengannya. Padahal ia sudah berdandan cantik. Rani tampak paham dengan putrinya.


RANI

Janjinya dijemput jam berapa? Yakin nggak mau Ibu temani? Ibu takut terjadi apa-apa. Kamu kan belum kenal betul sama anak itu.


CINTA

Bilangnya jam 3 sore ini. Lagi OTW. Aman, Bu. Aku yakin dia orang baik.


RANI

Apa nggak sebaiknya minta ditemani Shaka?


CINTA

Ibu! Tau sendiri Shaka itu cemburuan. Bisa-bisa malah ngajakin berantem. Aku nggak mau dia tau tentang Rean.


Rani mengangkat bahu. Kemudian ia kembali ke mesin jahit.


SFX: Suara motor Shaka


RANI (CONT’D)P

Panjang umur tu anak!


Cinta terlihat panik. Ia menatap ibunya dengan bingung. Shaka datang membawakan buah-buahan.


SHAKA

Bu, aku kangen nasi goreng buatan Ibu nih! (menoleh ke arah Cinta) Eh, Cinta! Cantik dan rapi banget kayak mau pergi.


CINTA

Aku mau terapi.


SHAKA

Kuantar ya? Tapi aku mau dimasakin nasi goreng bikinan calon merta dulu. Laper ni!


Cinta terlihat kebingungan mencari alasan untuk pergi tanpa ditemani Shaka.


CUT TO:


28. INT. RUMAH CINTA. DAPUR – SIANG

Sebuah sedan mewah datang, Cinta kalang kabut. Cinta menghampiri ibunya yang sedang memasak nasi goreng untuk Shaka. Rani ikutan bingung.


CINTA

Bu, tolongin aku buat jelasin ke Shaka.


RANI

Duh, Ibu harus bilang apa sama Shaka?


CINTA

(memelas)

Bu, please, tolongin Cinta!


RANI

Iya, iya! Sana siap-siap berangkat!


Cinta tersenyum memeluk tangan Rani. Rani menepiskan tangan Cinta karena akan mematikan kompor. Kemudian Rani menuangkan nasi goreng ke piring. Rani diikuti Cinta di kursi roda keluar dari dapur.


CUT TO:


29. INT. RUMAH CINTA – SIANG

Shaka sedang menatap heran ke arah sedan hitam yang berhenti di depan rumah Cinta. Saat Rani dan Cinta kembali dari dapur, Shaka bertanya.


SHAKA

Bu, itu mobil siapa? Pelanggan jahitan Ibu?


RANI

Bukan, itu yang akan mengantar Cinta terapi. Mang Adun berhalangan, kebetulan mobilnya dipakai angkut barang yang pindahan rumah.


SHAKA

Busyet! Mobil sekeren itu?


Shaka berdecak kagum, namun dengan raut muka tak percaya. Apalagi saat Cinta memasuki mobil, sopir kendaraan itu membantunya dan memasukkan kursi roda ke bagasi dengan sikap yang santun penuh hormat kepada Cinta. Shaka tampak bengong melihatnya.


SHAKA

Bu, memang siapa orangnya yang kasih Cinta tumpangan pakai mobil semewah itu? Kok ada ya, yang rela dijadikan taksi online?


RANI

(mengalihkan)

Eh, itu nasi gorengnya udah jadi. Abisin ya, awas aja kalau nggak abis. Ibu masakin spesial buat kamu.


Shaka berjalan ke meja memakan nasi goreng sambil menatap bingung ke luar saat mobil yang membawa Cinta bergerak maju.


CUT TO:


30. EXT. RUMAH REAN. HALAMAN – SIANG

Pintu gerbang rumah Rean terbuka lebar dibukakan sekuriti. Mobil memasuki halaman luas sebuah rumah yang besar dan mewah. Cinta ternganga melihat megahnya rumah Rean. Cinta dibantu turun dari mobil oleh sopir dan Pak Bim yang menyambut kedatangannya.


PAK BIM

(mengangguk hormat)

Selamat datang, Neng. Den Rean menunggu Neng di galeri. Mari saya antar.


Bak Ratu, Cinta diperlakukan istimewa oleh seisi rumah yang dijumpainya. Cinta dibawa menaiki kursi rodanya ke taman samping untuk bertemu Rean di galerinya.


CUT TO:


31. INT. RUMAH REAN. GALERI – SIANG

Cinta didorong Pak Bim tiba di sebuah ruangan terbuka penuh lukisan tergantung di dinding yang menghadap ke taman dan kolam renang. Di sana Rean tampak surprise melihat Cinta. Sesaat Rean terkesima. tetapi buru-buru Rean menutup lukisannya dengan kain putih seolah menyembunyikan apa yang dilukisnya. Rean dengan senang hati menyambut Cinta, namun wajahnya terbersit rasa bersalah.


REAN

(penuh penyesalan)

Selamat datang, Cin. Maafkan aku sudah ngerepotin kamu untuk datang ke sini. Aku ... aku nggak mengira sama sekali kalau kondisimu masih seperti ini. Maafkan aku ...


CINTA

Nggak apa-apa. Aku justru senang karena ada alasan buat ke luar rumah. Hehe ... Oh ya, gimana kabarmu?


REAN

Seperti yang kamu liat. Tapi aku masih belum bisa naik kendaraan. Ada kejadian yang bikin aku trauma naik kendaraan.


CINTA

Lho, terus waktu ke rumah sakit pakai apa dong?


REAN

Aku gak sadarkan diri waktu itu. (tertawa) dan pulangnya, terpaksa dan aku histeris sepanjang perjalanan.


CINTA

Sebetulnya aku nggak berhak tau penyebabnya. Tapi kalau kamu mau cerita, aku siap dengerin. Siapa tahu kita bisa saling support.


REAN

Pasti. Pasti akan aku ceritain sama kamu. Tapi nggak sekarang. Aku belum sanggup mengingatnya.


CINTA

Aku paham kok. Nyantai aja.


REAN

Makasih kamu mau ngerti. Eh, mau minum apa? Biar Pak Bim ambilkan sekalian makanannya.


CINTA
Aku minta kopi hitam dengan sedikit gula, ya! Kalo makan ... sebetulnya dari rumah aku udah makan. Tapi kalau Tuan Rumah yang nawarin, aku gak boleh nolak dong. Asal Tuan Rumah jangan minta disuapin kayak di rumah sakit!

REAN

(tertawa malu)

Bisa aja, Cinta!


Cinta dan Rean melanjutkan obrolan mereka, kadang diselingi tawa. Cinta memperhatikan lukisan yang terpajang di dinding.


CINTA

Itu kamu semua yang lukis? Bagus sekali.


REAN

Hobi dari kecil. Apalagi sekarang aku nggak bisa ke mana-mana, waktuku hampir semua kugunakan untuk melukis.


Tatapan Cinta terantuk pada lukisan yang ditutupi kain putih.


CINTA

(menunjuk)

Itu lukisan apa? Masih dikerjain ya?


REAN

(gugup)

Em, emh ... itu nggak penting. Cuma lukisan biasa aja.


Pak Bim datang membawa minuman dan makanan. Rean membantu Cinta mengambil cangkir kopi hingga diterima tangan Cinta.

Mata Cinta menatap sekeliling.

CINTA (VO)

Rumah besar tapi sepi. Orang tua dan saudaranya Rean pun nggak keliatan. Penasaran, tapi aku nggak mau dicap nggak sopan. Baru kenal udah banyak tanya-tanya.


Cinta menyeruput kopinya diikuti decakan lidah merasakan nikmatnya kopi kesukaannya.


CUT TO:


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar