Cintai Cinta
11. Misteri di Balik Tragedi

61. INT. RUMAH REAN – MALAM

ESTABLISHING SHOT: rumah Rean di waktu malam.

Terlihat suasana di depan ruang galeri lukisan rumah Rean. Rean yang tampak letih, marah-marah di hadapan Pak Bim. Pak Bim tampak kebingungan. Ia terlihat gugup sambil menunduk ketakutan.


REAN

Pak Bim yang selama ini paling kupercaya di rumah ini, bahkan di dunia ... kenapa justru menyembunyikan sesuatu dariku? Ini masalah besar!


Pak Bim tampak semakin gugup. Rean berjalan mondar-mandir dengan tangan mengusap-usap kepalanya di depan Pak Bim disertai raut kesal dan resah.


REAN (CONT’D)

Pak Bim bilang Mama tahu semua ini? Bulshit! Mana mungkin Mama membiarkan suaminya mempunyai anak dari perempuan lain, sementara hubungan pernikahan mereka baik-baik saja!


PAK BIM

(gugup)

Begini, Den. Dulu, sewaktu Aden masih kecil, Mama Aden teh pernah operasi pengangkatan rahim karena ada tumor. Ya otomatis beliau nggak bisa kasih adik buat Aden. Nah, Mama Aden itu mengizinkan Papa Aden buat menikah lagi dan punya anak.


Rean tertegun. Matanya menatap Pak Bi, dengan nanar hingga Pak Bim jengah.


REAN

Sejak kapan? Dan kenapa masih dirahasiakan?


PAK BIM

Anu, Den. Sewaktu ibu neng Renata meninggal saat melahirkan, orang tuanya nggak mau memberikan cucunya ke tangan Papa Aden. Mereka nggak mau kehilangan cucunya setelah putri satu-satunya meninggal. Alasan itulah keluarga Aden nggak berani mengambil hak asuh Neng Renata. Dan mereka belum berani memberi tahu Aden.


REAN

Jadi Papa tidak berselingkuh dari Mama?


PAK BIM

Tidak, Den! Bu Anisa wanita baik-baik. Ia pegawai di kantor Papa Aden dan Mama Aden pun mengenalnya dengan baik.


Rean terhenyak. Ia menatap lukisan orang tuanya di dinding galeri dengan mata berkaca-kaca.


CUT TO:

 

62. INT. KANTOR REAN. RUANG DIREKTUR – SIANG

Di kantor tampak Rean masih berwajah murung. Di depannya tampak Cinta yang sedang menunggu lembar kerjanya ditandatangani Rean. Rean menanda tangan hasil rancangan pakaian Cinta dengan tanpa ekspresi. Cinta memperhatikan wajah Rean dengan hati-hati.


CINTA

Re, kamu baik-baik aja kan? Kok mukanya ketekuk gitu?


REAN

(menarik napas)

Aku masih bete, Cin.


CINTA

(berhati-hati)

Kalau nggak keberatan, kamu boleh cerita sama aku kok, Re. Siapa tau bete-mu sedikit berkurang.


REAN

Sebetulnya ini masih jadi rahasia keluargaku. Tapi aku nggak tau harus minta pendapat siapa lagi karena aku udah nggak punya siapa-siapa lagi.


Rean terlihat mulai menceritakan masalahnya kepada Cinta. Cinta menanggapi dengan serius. Kadang dengan ekspresi terkejut, kadang terharu.


CINTA

Aku ngerti apa yang kamu rasakan karena aku pun baru merasakan hal yang sama. Kamu udah tau kan bahwa Yura itu ternyata kakakku?


Rean mengangguk sambil menatap Cinta.


CINTA (CONT’D)

Awalnya aku juga nggak percaya dan nggak terima kenyataan bahwa ayah kandungku masih ada dan punya kakak juga! Gimana nggak syok! Tapi ibuku selalu menyadarkan aku untuk menerima takdir Tuhan apa pun yang terjadi pada kita. Ya, meskipun aku dan Yura belum bersikap layaknya saudara dan masih membenciku, tapi aku tau, dia juga udah mengakui aku sebagai adiknya.


REAN

Jadi menurutmu, aku harus menerima Renata?


Cinta tak menjawab. Dia hanya memberi senyuman untuk Rean. Rean tampak salah tingkah melihat senyuman Cinta.


CUT TO:


63. INT. KANTOR REAN. RUANG KERJA YURA – SIANG

Dari ruangannya yang dibatasi dinding kaca dan vitrase, Yura memergoki Cinta dan Rean asyik mengobrol dengan sikap berbeda dengan saat bercengkrama dengan Yura.

POV YURA: Rean dan Cinta terlihat akrab. Mereka mengobrol dengan diselingi tawa dan canda. Tidak terlihat kaku meski dalam hubungan kerja antara bawahan dan boss.

Yura menutup kembali vitrase dengan muka kesal karena cemburu.

INSERT FLASHES: ucapan Rean tentang keinginannya mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan membantu Cinta untuk membayar rasa bersalahnya. (scene #56 )

Setelah itu Yura terlihat seperti sedang berpikir dan merencanakan sesuatu di otaknya, namun masih dengan ekspresi tak sedap.


CUT TO:


64. INT. KANTOR REAN. RUANG KERJA CINTA – SIANG

Tampak sepasang kaki bersepatu pentofel perempuan memasuki ruang kerja Cinta. Cinta sedikit terkejut melihat ke arah pintu. Tatapannya menunjukkan rasa aneh dan penasaran. Yura, pemilik sepatu pentofel itu menarik kursi di depan meja Cinta. Masih dengan sikap arogan, Yura bicara berbasa-basi. Tatapannya meneliti tubuh Cinta, lalu ke arah kruk yang tersandar di belakang kursi Cinta.


YURA

Kamu masih pakai kruk? Memang kakimu nggak bisa sembuh total?


CINTA

Sebenarnya udah lumayan sih. Tapi masih belum kuat. Makanya harus tuntaskan terapinya dulu. Tumben kamu mau ngomong sama aku.


YURA

Panggil aku Kakak! Aku bukan temanmu! (beat) Syukurlah kalau udah mendingan. By the way, gimana dan kapan kejadiannya? Kok bisa sih kamu dapet kecelakaan?


Yura berpura-pura memainkan HP, padahal ia menyalakan mode rekaman di HP-nya untuk merekam pembicaraannya dengan Cinta.

CINTA

Yaah, namanya takdir. Aku juga kurang hati-hati. Coba waktu itu aku nurut apa kata Ibu, mungkin nggak akan gini. (beat) kejadiannya Minggu 12 Juni, sehabis magrib. Aku pulang nganter jahitan pelanggan Ibu di Bukit Dago.


YURA

(tercengang)

Bukit Dago ... 12 Juni? Kamu inget kendaraan yang nabrak kamu saat itu?


CINTA

(menggeleng

Cuma sempet liat sebentar karena aku langsung pingsan. Kalau nggak salah yang nabrak katanya kabur, sedan hitam.


Yura terhenyak. Wajahnya tampak tegang. Cinta menatap Yura dengan heran.


CINTA (CONT’D)

Kenapa?


YURA

(gugup)

Em, enggak ... enggak! Terus, kamu sudah tahu siapa yang nabrak kamu?


CINTA

Sampai sekarang masih kucari. Sampai kapan pun akan kucari sampai ketemu.


YURA

Seandainya ketemu, mau kamu apakan dia?


CINTA

Kumintai tanggung jawab lah! Dia harus tahu, gara-gara dia, aku kehilangan kesempatan ikut beasiswa ke Paris, kaki dan tubuhku cedera parah, aku juga agak bisa bantu Ibu kerja.


Yura memperhatikan mata Cinta yang berapi-api menyimpan dendam. Diam-diam ia menghentikan rekaman. Kini mata Yura terlihat puas seakan mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, disertai sedikit senyuman sinis.


 CUT TO:


65. INT. KANTOR REAN. RUANG KERJA YURA – SIANG

Kembali ke ruangannya, Yura termenung. Ia memikirkan ucapan Cinta. Ia menimang-nimang HP-nya sambil melirik ruangan Rean.

INSERT POV YURA: Dari balik vitrase ruangan Yura, tampak Rean sedang fokus bekerja di depan laptopnya.

Yura kembali menatap ponselnya. Tak lama kemudian, Yura memukul meja lalu mengangguk-anggukan kepalanya sendiri seolah memahami sesuatu.


CUT TO:



Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar