10. Skena 10 Angan dan Kenyataan
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Latar : Rumah Paijo

Waktu : Sore hari

Suasana : Hujan Ringan

Bejo terlihat menggigil dengan seragam lusuh di depan rumahnya. Bapaknya tak mengizinkannya masuk sebelum ia berhasil membersihkan dirinya.

Paijo

"Bejo!, sudah kamu bersihkan atau belum?"

Bejo

(menggigil) "Belum pak"

Paijo berjalan pergi masuk kedalam rumah. Mengambil gayung lalu berjalan lagi kedepan dengan marah.

Dengan tenang, ia berdiri disamping Bejo sambil berkacak pinggang.

Ingin hati membersihkan, Paijo malah menyibakkan air selokan yang butek itu ke baju Bejo. Bejo menggigil hebat.

Paijo

"Diam saja."

Bejo berusaha diam namun menggigil

Bejo

"Iya pak."

Paijo berjalan kebelakang, lalu mengambilkan bak besi dari belakang rumahnya.

Paijo kembali ke depan. Melempar bak mandi itu di depan Bejo.

Paijo

"Lepas bajumu. Cuci, harus bersih" (sambil berkacak pinggang)

Bejo

"Iya pak."

Bejo melepas bajunya, hanya menggunakan kancut dan membersihkan bajunya di depan rumah seperti ini.

Ketika itu Asih dan Utami terlihat datang menggunakan payung pinjaman. Sedikit terkejut, namun ia tahu pasti ada yang tidak beres.

Asih

"Ada apa?"

Paijo

"Ini, pulang-pulang bajunya kotor semua." (sambil menunjuk Bejo)

Asih

"Memang keterlaluan. kalau begini memang bagaimana?"

"Air disini tidak seperti di Jawa. Kalau pakai baju hati-hati makanya"

Bejo hanya diam saja. Ia sedih dan ingin menangis.

Asih

"Yasudah, masuk sana. Mandi, ganti baju."

Bejo terlihat diam. Ia takut untuk masuk rumah.

Asih

"Kenapa?"

Bejo diam saja sambil menggigil. Asih memandangi Paijo. Paijo terlihat bingung juga.

Paijo

"Masuklah, ganti baju dan makan."

Bejo berdiri dengan takut. Ia menunduk terus ketika memutar berjalan ke toilet belakang rumah.

Tanah becek dan pekarangan yang kotor. Ilalang-ilalang menjadi teman.

Bejo mencebur-ceburkan airnya.

Paijo masuk kedalam rumah dan Asih menggendong Utami yang lesu juga naik keatas.

Paijo

"Payung siapa ini memangnya?"

Asih

"Ini milik perawat klinik."

Mereka bertiga masuk kedalam rumah, lalu menidurkan Utami yang sudah letih.

Waktu : Malam hari

Latar : Dalam rumah/kamar Utami.

Asih terlihat bingung, semakin bingung. Di dalam rumah ia terlihat bingung. Ia mengompres Utami dan menyentuh tubuh mungilnya terus menerus.

Utami terlihat lemas. Bejo juga terlihat sama. Ia lemas tidur disamping Utami.

Wajah Bejo terlihat lesu, tangan Asih memegang keningnya. Sama, Bejo juga panas.

Tangannya berulang kali memeras-meras kompres agar tak begitu panas lagi.

Asih ke ruang tamu untuk mencari Paijo.

Ternyata ia ada di depan. Sedang duduk-duduk bersama Salam.

Latar : Depan Rumah

Melihat gelagat yang aneh, Paijo berdiri untuk menenangkan Asih

Paijo

"Ada apa?"

Asih

"Bejo dan Utami panas mas."

Salam yang duduk akhirnya ikut berdiri.

Paijo

"Lalu bagaimana? Apa tidak bisa besok saja. Kita pergi ke klinik."

Asih

"Klinik apa mas? disana tidak ada dokter."

Paijo

"Siapa tahu ada obat"

Asih

"Tidak ada mas."

Asih terlihat masuk lagi kedalam rumah.

Paijo memegangi keningnya bingung. Salam melihatnya dengan tenang.

Salam

"Kau memangnya tidak diberitahu Mas Bambang?"

Paijo

"Soal apa?"

Salam

"Bahwa disini menderita, sekolah tak ada, dokter tak ada."

Paijo terkejut mendengar itu.

Paijo

"Loh, kata Pak Malik kemarin?"

Salam hanya diam. Ia berusaha meyakinkan bahwa memang beginilah adanya. Salam menepuk pundak Paijo.

Salam

"Mendingan, sekarang kita ke rumah Mas Bambang. Dia pernah bilang ada dukun terkenal disekitar sini."

Latar : Jalanan Kampung

Paijo tak begitu banyak bicara. Ia masuk rumah, lalu keluar lagi dengan menggendong Bejo. Ia sentuh berulang-ulang jidat Bejo untuk memastikan bahwa memang Bejo sedang sakit.

Paijo dan Asih yang sedang menggendong Utami berjalan bersama pergi ke rumah Mas Bambang.

Salam sudah tahu rumahnya. Jad mereka hanya mengikuti Salam saja.

Jalan becek membuat mereka sedikit kebingungan ketika berjalan, namun mereka tetap seimbang.

Diantara malam dengan cahaya-cahaya lentera rumah-rumah warga. Mereka berjalan ke arah klinik dan sampai di rumah mas Bambang.

Latar : Depan Rumah Mas Bambang

Salam terlihat masuk dulu dan mengetok-ngetok pintu. Lumayan lama, mereka menunggu.

Wajah Asih semakin cemas tak karu-karuan.

Hingga seseorang keluar, itu Mas Bambang. Bercengkrama sebentar dengan Salam, Mas Bambang turun dari rumahnya dengan membawa lentera gantung yang dimilikinya.

Wajah Paijo sedikit bingung ketika tahu Mas Bambang keluar dari rumah sederhana yang sama dengan miliknya itu.

Bambang

"Paijo, ada apa? Kamu sampai sini juga?"

Wajah Paijo terlihat marah, namun juga sedih. Ia tahan semuanya.

Paijo

"Iya mas Bambang. Aku mencari dukun. Anakku sakit."

Bambang melihati Bejo dan Utami yang tertunduk lesu sangat.

Bambang

"Ada disana. Di belakang rumah Tuan Gaga. Ayo, ikut saya saja."

Paijo diam, ia hanya ikut dengan langkah Mas Bambang.

Salam berjalan disampingnya dan tertegun dengan sikap Paijo yang berubah menjadi sangat dingin.

Asih memandangi Paijo dengan wajah yang luar biasa sedih, namun juga mereka tahan.

Cukup jauh mereka berjalan. Tapi mereka saling diam. Ada rasa kecewa, karena "dibohongi" oleh Bambang dari Paijo dan Asih.

Bambang

"Itu rumahnya. Tenang, dia orang baik. Aku akan menunggumu didepan."

Paijo dan Asih masuk kedalam rumah Dukun itu.

Latar : Rumah Dukun Perempuan

Rumahnya kecil, namun penuh dengan ilalang yang banyak dihalamannya. Dari dalam rumah, cahaya lentera terlihat meringkuk diatas jalannya.

Paijo lalu mendudukkan Bejo yang terlihat melas itu didepannya. Sedang Asih terlihat duduk nelangsa didepan anaknya.

Paijo yang melihat istrinya sedih, memeluknya dan mengelus-elus rambutnya.

Lalu seseorang perempuan nenek-nenek datang dari bilik belakang.

Nenek

"Ada apa? Malam-malam begini, pasti ada sesuatu yang penting" (katanya sambil terkekeh.)

Paijo

"Anak saya sakit.

"Nenek

"Saya pertama kali lihat kamu. Baru ya?"

Nenek

"Iya. Betul. Kami baru disini."

Perempuan itu berjalan mendekat dan mengelus pundak Utami, lalu mengelus pundak Bejo.

Nenek

"Mau cari apa memangnya kok sampai pindah kemari?"

Paijo hanya tersenyum menunduk ketika ditanya.

Nenek

"Pasti mau cari sukses yaa?" (nenek itu tersenyum dan tertawa)

Paijo hanya diam tersenyum.

Nenek

"Orang sini mas. Jarang yang sukses. Malah seperti kalian, orang baru. Belum ada mas."

Paijo semakin diam. Ia tersenyum.

Nenek

"Kami tahu disini, kami tahu medannya-lah" (sambil terkekeh dan mengusap-usap Bejo dan Utami)

"Tapi kami tidak ada yang sukses"

Paijo diam.

Bejo saat itu membuka matanya bangun, juga Utami ia juga terbangun dengan itu.

Paijo senang melihatnya, Asih juga senang melihatnya.

Nenek itu tersenyum melihat mereka berdua tersenyum.

Nenek

"Mereka berdua sepertinya sama seperti anak-anak yang lain ketika datang dulu. Mereka berdua ini tidak terbiasa dengan air minum disini. Jadi sakit"

Paijo

"Baik nek."

Nenek

"Berikan saja air hangat selama mereka masih panas. Mungkin empat hari mereka sembuh." (terkekeh lagi)

Paijo

"Baik. Terimakasih banyak nek"

Nenek

"Ingat, kalian berdua sudah punya anak."

Paijo

"Iya nek"

Nenek

"Suksesmu bukan untukmu, tapi untuk anakmu."

Paijo seperti dihujani malu saat itu juga. Juga terhadap anaknya.

Nenek

"Nanti malam sepertinya hujan. Sangat lebat. Jika begitu, air akan naik. Ladang-ladang pasti akan tenggelam."

Paijo

"Apa biasanya seperti itu nek?"

Nenek

"Ya semoga saja tidak. Aku sendiri juga tidak tahu."

Paijo terlihat bingung dengan itu. Lalu Paijo dan Asih saling menggendong Utami dan Bejo keluar rumah dukun tadi.

Paijo dan Asih terlihat sangat pasrah, kecewa, namun juga mereka bingung harus bagaimana.

Mereka berdua mengangguk dan menangis. Namun segera diusapnya.

Latar : Jalanan kampung.

Salam dan Bambang terlihat menunggu diluar. Paijo dan Asih menggendong Bejo dan Utami dengan pasrah. Mereka malas, terlihat dari wajahnya. Hanya diam.

Lalu Bambang terdiam juga.

Salam

"Bagaimana mas?"

Paijo

"Dia sudah mendingan. Dia tak tawar dengan air sini." (Paijo mengelus-elus kepala Bejo)

Salam

"Syukurlah."

Bambang

"Kamu kenapa pergi kesini kang?"

Salam

"Loh, bukannya dirimu yang ngasih tahu dia?"

Bambang

"Bukan. Aku tak pernah memberitahunya."

Paijo

"Dia benar mas Salam (sambil memberi gestur tenang pada Salam). Mas Bambang gak pernah memberitahuku."

Bambang

"Nah."

Paijo dan Asih berjalan cukup cepat dijalanan kampung. Meninggalkan Bambang dan Salam dibelakang.

Salam

"Katanya dia yang ngasih tahu Mas Bambang."

Bambang

"Ngasih tahu gimana toh. Kalau mau cari sukses, jangan disini. Di Jawa. Disini bukan tempat untuk sukses. Disini tempat untuk kabur."

Salam mengangguk-angguk dengan kondisinya sendiri

Latar : Rumah Paijo

Paijo dan Asih menidurkan Bejo dan Utami dengan pelan-pelan. Wajah kusam mereka berdua terlihat sangat sedih.

Paijo memeluk Asih erat-erat. Ia terlihat menyesal mengajaknya kemari. Paijo duduk di ruang tamu dengan kursi kayu bersama Asih disampingnya.

Paijo

"Aku ingat pertanyaan yang diberikan nenek ketika di Jawa.

Asih hanya diam.

Paijo

"Dia bertanya, apa yang indah dari dunia ini?"

Asih

"Apa?"

Paijo

"Tidak ada."

Asih

"Kenapa?"

Paijo

"Karena keindahan itu hanya bisa dirasakan dari sini, (menyentuh dada Asih), bukan di dunia ini."

Asih tertegun namun masih sedih. Sangat sedih.

Paijo

"Meskipun Mas Bambang seperti itu keadaannya. Tidak necis seperti ketika di Jawa. Tapi nyatanya, dia bisa sukses sampai sekarang."

Asih hanya mengangguk-angguk lalu duduk tenang disamping suaminya.

Hujan menggelegar hebat diluaran rumah, mereka semakin nyaman duduk berdua di ruang tamu.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar