6. Skena 6 Berangkat
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Latar : Jalanan di Luar Pulau Transmigrasi

Waktu : Siang hari

Suasana : Membawa banyak tas dan baju-baju sambil menunggu bus penjemputnya.

Paijo terlihat diam, ia terlihat memakai baju bersih dan rapi-rapi disana. Dengan tenang, ia tersenyum rekah. Bersama dengan beberapa orang lain, mereka semua menunggu sebuah bus.

Asih juga sama, ia tersenyum rekah dengan pakaian rapi-rapi.

Paijo

"Inilah tanah harapan."

Asih dan Utami tersenyum mendengarnya.

Paijo

"Semua sudah siap?"

Asih, Utami, dan Bejo mengangguk.

Paijo

"Aku percaya. Disana, kita akan dapat yang lebih baik." (sambil merapikan berkas-berkas)

Sebuah bus datang, bus pariwisata tua dan beberapa transmigran lain masuk kedalam bus. Paijo, Asih, dan Utami masuk kedalamnya, sambil barang-barangnya ditaruh di bagasi.

Latar : Didalam Bus

Duduk dibagian tengah, semua transmigran ini terlihat sumringah. Termasuk Paijo. Mengangguk dan bertegur sapa dengan orang-orang disekitarnya, Paijo duduk bersama Bejo dengan Asih dan Utami duduk disamping kursi.

Dibelakang kirinya, duduk seorang laki-laki seumuran dengannya, bersama dengan anak laki-lakinya yang digendong.

Seorang laki-laki (Salam)

"Transmigran juga pak?"

Paijo

"Nggih pak, betul. panjenengan?"

Salam

"Sama pak. Saya salam."

Paijo

"Paijo pak" (mereka berdua berjabat tangan)

Salam

"Semoga saja disana baik pak, sudah habis uang banyak pak."

Paijo

"Iya pak, saya jual warisan juga untuk berangkat hari ini. Saya sudah ndak punya apa-apa pak di desa."

Salam

"Sama pak. Meskipun jika dihitung uang gak seberapa, tapi suasananya itulho. Rindu pak."

Paijo

"Betul pak."

Salam

"Apalagi di desa sudah ndak ada kerjaan. Harus pergi."

Paijo

"Betul pak, betul"

Bus melaju lumayan cepat, Asih dan Utami bermain-main seperti biasa. Mereka berdua juga tak begitu mengerti. Namun bapaknya kemarin memberitahunya, bahwa mereka akan pergi, main-main.

Utami

"Memangnya kita mau kemana pak?"

Salam dan Paijo yang mendengar itu tersenyum. Salam mengelus-elus kepalanya.

Salam

"Siapa namanya pak?"

Paijo

"Utami pak"

Salam

"Cantik, pinter kelihatannya"

"Kita mau ke kehidupan yang lebih baik nak."

Paijo

"Anak-anak belum paham pak masalah seperti ini."

Salam

"Ndakpapa pak, setidaknya kita jujur kepada anak."

Paijo

"Iya pak."

Salam

"Saya, dengan ini dulu, jujur pak. Saya bilang, bapaknya maling. Iya, kenapa, anak saya biar tahu kalau itu salah." (sambil mengelus-elus anaknya)

Paijo tersenyum, ia juga tahu rasanya seperti itu. Menjadi bapak yang ingin selalu baik di depan anaknya.

Salam

"Semoga saja pak, anak saya nanti tidak begini. Nggak seperti saya."

Paijo

"Bisa pak. Jangan merendah gitu. Bisa." (sambil menepuk pundak Salam)

Salam

"Iya, kemarin dia di sekolah itu nangis minta ampun. Perpisahan dengan kawan-kawannya. Mungkin dia lagi sedih, jadi gak banyak omong sekarang."

Paijo

"Betul pak."

Salam

"Tidak bisa aku berharap padamu nak, soalnya, bapak sendiri juga gak bisa diharapkan."

Paijo

"Jangan begitu pak, bisa. Semangat, bisa."

Salam

"Betul pak."

Bus berjalan, hingga malam menjelang bus masih terus berjalan. Lampu menyala dan bus masih meremang jingga.

Berjalan bus, kekanan kekiri, serong kanan, serong kiri, masuk ke perkotaan. Paijo memerhatikan dari balik kaca. Dari balik kaca, orang-orang terlihat bergembira, sukacita, dan lampu-lampu yang bersorak sorai.

Sebuah bianglala terlihat, bianglala pasar malam layaknya yang dilihatnya ketika di desa. Paijo menggoyang-goyangkan Bejo, mencoba mengingatkannya pada pasar malam di Jawa. Namun Bejo sudahlah tertidur, Paijo hanya tersenyum dan memberikan tempat tidurnya untuk Bejo.

Paijo berbicara sendiri didalam bus. Menengadah Berdoa.

Paijo

"Terimakasih, disinilah titik balikku. Seperti bianglala itu, aku akan berubah." (megusap wajahnya setelah berdoa)

Bus berjalan terus melewati heningnya malam.

Latar : sebuah kampung transmigran, kecil, dengan jalan berlumpur dan kotor

Waktu : Pagi hari

Suasana : Senang dengan senyum rekah muncul didalamnya.

Seorang PNS tiba-tiba menyambut dengan motor plat merah dibonceng. Semua orang turun dari bus. PNS itu menyapa sebentar dan dengan tenang berdiri didepan orang-orang yang sedang berkumpul ini.

Motor PNS tadi berjalan kembali dengan seseorang berjaket, meninggalkan PNS Malik disini bersama orang-orang ini.

PNS (Malik)

"Bagaimana kabarnya bapak ibu?" (sedikit teriak dan bersemangat)

"Kenalkan, saya Malik. Saya penyuluh disini"

Orang-orang duduk-duduk dan termenung disini. Iya, jalanannya sangat buruk dan banyak rawa-rawa yang bisa dijadikan apa memangnya. Mereka bingung, termasuk Paijo, ia sedikit bingung.

Namun segera ia buang rasa gusar itu, karena menurutnya, ini memang baik-baik saja. Bisa diatasi.

Paijo

(Berbisik pada keluarganya) "Inilah ladang harapan kita"

Asih hanya diam, utami juga. Namun mereka semua tersenyum.

PNS Malik

"Sebentar lagi, truk akan datang. Nanti, bapak ibu, adek-adek, silahkan naik truk."

Tak ada yang bertanya, orang-orang terkesan manut dan diam saja. PNS Malik itu terlihat mengeluarkan rokok, dan merokoknya.

Salam

(mendekati Paijo dan mengajaknya bercanda) "Sudah lama aku tak merokok, haha."

Paijo

"Haha, memang"

Salam

"Melihat orang merokok saja sudah senang"

Paijo

(Sambil mengemasi barangnya yang diturunkan dari bus tadi, Paijo tertawa.) "Betul."

Mereka semua berkumpul, dan tak lama, truk tua datang dengan wajah gembira. warnanya cerah, secerah cita-cita mereka.

Truk itu berhenti dan membuka bak belakangnya, cukup bersih. Karena mungkin baru dibersihkan.

Paijo

"Ayo Mas Salam, nanti kita cari rokok lagi."

Salam

"Ayok, siap."

Salam dan Paijo diam, senang. Mereka saling bahu-membahu untuk naik dan menaikkan anak-anak dan istri mereka masing-masing. Istri Salam (Nona) terlihat pendiam dan tak begitu banyak bicara, ia hanya tersenyum daripada menanggapi dengan kata-kata.

Paijo tahu, Asih juga tahu. Sekitar tigapuluhan orang, berdiri di bak truk engkel dengan perjalanan yang cukup jauh. Berjalan, dengan tenang dan sukacita.

Paijo

"Masih jauh?"

Salam hanya menggeleng-gelengkan kepalanya diantara goyangan truk tua yang berdecit-decit ini. Memang, tak ada yang tahu.

Jalan yang ada semakin aneh, bukannya tambah lebar, tapi tambah menyempit. Melewati hutan-hutan dan semak-semak.

Semua orang saling pandang. Memang akan dibawa kemana kita. Tapi Truk seakan tega, terus membawa mereka yang berwajah bingung dan cemas ini.

Asih dan Utami semakin erat memeluk. Entah berapa jauh lagi mereka sampai di tempat idaman mereka itu. Tapi begitu terbuka hutan, mulai terlihat hamparan sawah-sawah jagung dengan pohon pohon pisang. Orang-orang yang ada diatas truk mulai tersenyum karenanya.

Cukup lama mereka berdiri, beberapa orang terlihat menjongkok karena terlalu lamanya mereka berdiri.

Mereka melihat dengan tenang, beberapa orang juga berlalu lalang menggunakan sepeda motor.

Salam

"Mereka punya motor mas" (sambil menepuk mas Paijo)

Paijo

"Pasti sukses-sukses mereka yaa?"

Salam

"Iya. Pasti."

Mereka saling senang tatap-tatapan dan truk tiba-tiba berhenti ditengah sebuah perempatan. Hari sudah terlihat siang.

Paijo

"Berapa jam tadi kita kesini?"

Salam

(Sambil mengecek jamnya) "Mungkin tiga jam. Tadi kita sampai perempatan aspal tadi, jam setengah tujuh, sekarang jam sembilan. Dua jam setengah"

Paijo sedikit menggaruk-garuk kepalanya. Tapi apa boleh buat, inilah cita-citanya, inilah dirinya. ia tersenyum bersemangat. Ia bahkan siap kerja hari ini jika mau.

Orang-orang turun dari truk dan berjajar rapi disekitar truk. PNS Malik tadi terlihat turun juga dari truk sisi kiri.

PNS Malik

"Masih semangat bapak ibu?"

Paijo

(sambil teriak) "Belum panas ini pak"

Semua orang tertawa termasuk PNS Malik.

PNS Malik

"Waduh, mantab. Saya senang. Mari kita jalan-jalan sebentar disini. Sambil saya data nanti."

Mereka semua berjalan-jalan sambil dikenalkan. Rumah-rumah kecil-kecil ini terlihat mewah bagi sebagian mereka. Karena sudah memiliki jendela, beratap seng, dan berlantai kayu. Mewah, daripada rumahnya berlantai tanah.

Mereka semua berjalan didepan sebuah gang.

PNS Malik

"Hari ini ada enam keluarga. Keluarga Pak Suripto, (Sambil mendongak mencari-cari)

Suripto

"Hadir pak, disini"

PNS Malik

"Bapak rumahnya disana pak ya. Nomor satu. Silahkan, barang-barangnya ditaruh dulu, nanti kembali kesini."

Suripto dan keluarganya terlihat tergesa-gesa masuk kedalam rumah.

PNS Malik

"Selanjutnya Pak Paijo," (Sambil mendongak)

Paijo

"Saya pak"

PNS Malik

"Oh bapak ternyata. Bapak yang bersemangat. Bapak nomor dua pak ya. Depannya pak Suripto."

Paijo bersama keluarganya mengangguk dan berterimakasih. Berjalan bersamaan ke rumah kecil itu.

Ketika membuka pintu, betapa kagumnya Asih. Rumah dengan lantai kayu, jendela, berkamar dua. Dapur dan ruang-ruang lain. Ia terkejut.

Asih

"Ini luar biasa"

Paijo

"Iya, kita harus bersyukur dengan itu"

Asih, Paijo, Bejo dan Utami bersyukur dengan itu. Mereka berpelukan sebentar.

Paijo

"Kita tidak akan kalah. Kita harus tahu itu, kita tidak akan kalah."

Mereka berempat berjalan dengan tenang, berjalan keluar rumah dan menemui PNS Malik tadi untuk membicarakan hal-hal lanjutan.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar