2. Skena 2 Kesempatan
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Eksterior Pasar Malam

Bambang

"Loh, sampean lihat, gimana?" (sambil memeragakan dirinya bergaya ala orang kaya)

Paijo

"Emang gak salah. Piye carane?"

Bambang

"Daftar ke pemerintah. Nanti dapat fasilitas"

Paijo

"Opo wae?"

Bambang

"Rumah, mesti dapet. Terus, tanah, 2 Hektar lur. Terus uang makan, dapet. Dapet banyak bos."

Paijo

"Uenak yaa"

Bambang

"Tapi yo gak gampang, penuh dedikasi." (Sambil menarik gendong anaknya)

Paijo

"Daripada hidup gini-gini terus mbang, jadi buruh tani terus. Kalau untuk aku sendiri nggak papa, untuk anak-anak ini lho" (mengelus kepala Bejo dan Utami)

Bambang

"Tapi ya itu, nggak gampang lho."

Paijo

"Apanya?"

Bambang

"Susah."

Paijo

"Ah, selama ada jalan pasti ada kemudahan. Bisa"

Bambang

"Yaudah kalau nggak percaya."

Paijo

"Apanya to yang susah?"

Bambang

"Banyak," (Bambang tidak terus terang, ia menyembunyikan sesuatu)

Paijo

"Kamu mosok tega to, dulurmu ini cuma jadi buruh tani terus?" (katanya sambil menyenggol lengan Bambang)

Bambang

"Terserah-lah."

Paijo

"Yasudahlah, mari mas. Matursuwun sanget aku wis diberi informasi sama repot-repot beli permen segala" (ia bersalaman dengan Bambang)

Seluruh keluarganya bersalaman. Termasuk Bejo yang tersenyum-senyum dan tertawa ketika dapat permen kapas.

Kawan-kawan Bejo lewat disampingnya, dan Bejo tersenyum girang berjalan disamping bapak ibuknya, bersama utami ia menikmati permen kapas itu pelan-pelan.

Bukannya kagum, kawan-kawan Bejo malah menertawakannya lagi dari jauh. Menunjuk-nunjuk dan menjulurkan lidahnya.

Paijo memerhatikan itu, Paijo hanya diam dan mengajak Bejo terus berjalan.

Eksterior Jalanan

Mereka berempat berjalan, bingung mereka berjalan.

Paijo

"Kamu tadi harusnya bilang terimakasih ke Pak Bambang" (sambil mengelus kepala Bejo)

Asih

"Iya mas, harusnya kamu berterimakasih"

Bejo mengangguk-angguk mendengar kata bapaknya. Utami juga terlihat diam dan lelah ketika berjalan dibelakangnya tadi.

Tapi karena senang, mereka berdua berlari-larian di jalan desa seperti ini. Ada sesuatu yang membuat mereka senang hari itu. Mungkin karena permen kapas tadi.

Paijo tersenyum dan Asih juga tersenyum di belakang.

Utami dan Bejo berlarian terus ke depan, mereka seakan-akan tak kenal lelah dan Asih dan Paijo mengikutinya dari belakang.

Paijo

"Sepertinya, ikut transmigrasi enak ya" (katanya pada Asih)

Asih

"Iya mas, enak kelihatannya"

Paijo

"Kita daftar juga ya?"

Asih

"Bagaimana dengan ibu mas nanti?"

Paijo

"Kan ada mas Joko,"

Asih

"Memang mas Joko bisa diandalkan?"

Paijo

"Insyaallah bisa. Tenang saja"

Mereka berdua berjalan lagi diremang-remang jalan. Sesekali kendaraan lewat, namun tak sering. Asih terlihat tak rela begitu saja mendengar keinginan Paijo.

Asih

"Sudahlah mas, disini saja, nikmati apa yang ada."

Paijo

(memandangi Asih sambil bingung) "Kenapa?"

Asih

"Disini saja mas nggapapa" (Asih tak bisa menerangkan kenapa ia ingin disini saja)

Paijo

"Buk, ini bukan buat kita. Ini buat anak-anak. Lihatlah. Mereka butuh masa depan"

Paijo dan Asih melihati Bejo dan Utami berlari-larian terus kedepan.

Asih

"Insyaallah ada jalan mas, saya masih belum setuju"

Paijo

"Kenapa? Coba saja kita bareng Mas Bambang dulu berangkatnya, mungkin kita sekarang jadi kayak Mas Bambang."

Asih

"Iya mas, dipikir-pikir dulu saja" (katanya sambil tak begitu rela)

Mereka berempat berjalan terus ke rumah, ditepian jalan raya mereka tertawa-tawa riang karena mungkin Paijo membayangkan hidup di transmigrasi.

Paijo

"Pasti disana orang-orang hidup sejahtera"

Asih

"Tahu darimana?"

Paijo

"Setiap orang punya 2 hektar"

Asih

"Disini juga sejahtera kok"

Paijo

"Sejahtera?"

Asih

"Aku bahagia kok mas, disini."

Paijo

"Pasti kamu akan lebih bahagia jika tinggal disana."

Paijo berlari dan merangkul Bejo dan Utami, tak memerhatikan serius reaksi Asih. Paijo lalu menggendong keduanya untuk bermain bersama.

Mereka tertawa riang di tepi jalan.

Interior Rumah kecil milik Paijo

Paijo membuka pintu dan mereka semua masuk.

Bejo sudah mengucek-ucek matanya tanda mengantuk, dan Utami sedang tidur di gendongan Asih.

Bejo langsung tidur di dipan seadanya dan Asih meletakkan Utami tidur disisi Bejo.

Paijo terlihat diam dan bingung di ruang teras dengan kursi bambu.

Tapi ia terlihat diam saja.

Asih terlihat mendekat dan duduk disampingnya.

Asih

"Ada apa memangnya mas?"

Paijo

(Sedikit kaget) "Nggak, kalau begini, berarti besok kita harus daftar"

Asih

"Loh jadi to?" (Asih sedikit kaget)

Paijo

"Iya"

Asih

"Beneran to?" (Asih sedikit memelas)

"Aku takut mas, aku suka disini. Dari lahir sampai besar, aku belum pernah kemanapun. Hanya disini"

Paijo hanya diam memandangi sekitar dan langit.

Asih

"Lihatlah, tempat ini sudah enak. Ndak ada yang ditakutkan lagi."

Paijo

"Bagaimana dengan mereka? Anak-anak kita?"

Asih

"Aku akan kerja, aku siap. Aku siap bek

Paijo

"Tidak, kita harus berubah."

Asih

"Kita bisa berubah disini"

Paijo

"Apa yang kauandalkan disini?"

Asih diam saja. Ia sedikit sembab dan mengusap-usap matanya.

Asih

"Aku hanya ingin tetap disini. Lihatlah, rumah ini, semuanya. Kita harus tetap disini."

Paijo

"Terserahlah, tapi ini jalan terbaik kita untuk pergi."

Asih

"Aku tidak percaya. Masih banyak jalan lain."

Paijo

"Percayalah padaku. Aku berjanji. Kita akan sukses disana."

Asih tak memerhatikan benar-benar janji yang dibuat oleh Paijo. Paijo juga terkesan mengindahkan bahwa Asih sudah setuju.

Paijo

"Apa yang kau khawatirkan?"

Asih

"Ibu. Aku tak tahu dia bagaimana nanti."

Paijo

"Kan ada mas joko. Toh kita juga pulang kalau ibu ada apa-apa."

Asih

"Benarkah?"

Paijo

"Iya, lihatlah Mas Bambang tadi, mereka bisa pulang to."

Asih

"Iya mas. Tapi aku tak tahu." (Ia tetap tak bisa menjelaskan kenapa ia tak rela pergi)

"Ibu mas"

Paijo

"Lihatlah rumah ini, ini rumah siapa memangnya? Ini bukan rumah kita. Ini milik Mas Prapto. Masmu."

"Aku sendiri punya rumah, di desa, tak punya ladang tak punya sawah. Aku cuma ikut Pak Haji saja."

Asih

"Iya, kita ikut Pak Haji saja ndak-papa mas."

Paijo

"Apa cukup uang untuk mereka sekolah jika ikut Pak Haji?"

Asih

"Cukup, aku juga akan bantu-bantu. Disana kita juga dekat dengan ibu."

Paijo hanya diam. Ia hitung-hitung, jika ikut Pak haji, intinya gak cukup untuk membulatkan ambisinya.

Paijo

"Sudahlah, besok kita daftar saja. Berangkat atau tidak, itu urusan nanti."

Asih

"Jangan mas. Disini saja, aku senang kok hidup disini. Anak-anak juga, mereka juga senang hidup disini."

Paijo

"Senang jadi bahan tertawaan kawan-kawannya?"

Asih diam. Ia tahu bahwa Bejo memang ditertawakan kawan-kawannya.

Paijo

"Makanya itu, besok kita daftar"

Asih

"Tapi aku nggak tega ninggalin Mas Joko. Kan tahu sendiri orangnya kaya gimana?"

Paijo

"Meskipun Mas Joko itu nakal, pemabuk. Tapi kalau urusan ibu, semua orang insyaallah akan baik kok. Percaya. Mas Joko memang gitu, orangnya memang menikmati hidup, nggak kaya kita.

Asih diam saja

"Kalau Mas Praprto? Ngapain memangnya Mas Prapto ke Jakarta? Cari apa memangnya ke Jakarta sana?"

Asih

"Cari duit mas"

Paijo

"Nah, Mas Prapto cari duit. Begitupun kita."

Asih hanya diam. Ia masih tidak rela untuk ikut transmigrasi.

Paijo

"Percayalah, percaya. Kita akan hidup sejahtera disana. Aku yakin dan aku jamin."

Asih tak menanggapi serius dan Paijo masuk kedalam rumah sambil mengelus lengan Asri pelan-pelan. Asih ditinggalnya diluar dan diam saja melamun.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar