7. Skena 7 Menanam Kembali
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Latar : Kampung Transmigran

Waktu : Siang hari

Suasana : Gembira, menyambut kawan-kawan baru

Paijo mulai mencangkuli beberapa petak-petak tanah yang dipastikan miliknya. Tangannya cekatan dan senyumnya merekah.

Disamping petak besarnya, terlihat salam juga melakukan hal yang sama. Mereka berdua tersenyum dan senang.

Tangan mereka mencangkul-cangkul, berjongkok dan memadatkan tanah "Galengan" batas petak dengan tangannya, dan mulai membentuk cekungan-cekungan tanah. Dengan tenang dan tersenyum, ia melakukan itu.

Menanam padi, hari ini, ia menanam itu.

Tanah basah digemburnya dengan tanah. Hanya itulah alat yang dimiliki. Sapi dan Kerbau untuk membajak, ia tak punya.

Terlihat dengan cekatan, gemericik air-air yang mengkilat dicangkulnya. Salam terlihat senang dari kejauhan.

Paijo sangat senang, ia sudah menyelesaikan hampir separuh jalan membajak dan membalik tanahnya. Ia angkat cangkulnya dan berjalan kembali ke rumah.

Dalam langkahnya yang tenang, ia berjalan dalam hening dan tenang.

Salam

"Akan kau tanami apa?" (teriaknya dari jauh)

Paijo tak membalas teriakannya, tapi mendekatinya.

Paijo

"Tak tahu, antara jagung dan singkong."

Salam

"Kenapa tidak padi saja?" (sambil memegangi pinggangnya setelah mencangkul)

Paijo

"Mungkin beberapa bulan lagi, baru berganti cangkul."

Salam

"Iya, betul. Kita belum tahu pasar disini"

Paijo berjalan perlahan kembali ke kampung. Dibelakangnya, Salam ternyata juga membuntuti. Salam terlihat lelah, ia berjalan dengan tenang dibelakang Paijo.

Salam

"Kita kenalan dengan orang-orang kampung?"

Paijo

"Iya, paling tidak dengan yang dituakan disini"

Mereka berdua berjalan diantara pematang sawah hingga ke tepian jalan truk untuk kesawah.

Beberapa kali mereka bertemu dengan petani-petani transmigran lain. Paijo bersalaman berkenalan dengan mereka.

Namun sepertinya, petani-petani itu tak bersemangat. Ada yang disembunyikan, seperti rasa takut.

Paijo dan Salam berjalan terus kembali ke kampung.

Salam

"Kelihatannya mereka tidak ramah"

Paijo

"Tidak, mereka ramah. Mungkin lagi lelah saja"

Salam

"Iya, mungkin."

Paijo

"Iya, betul"

Paijo berjalan terus bersama Salam. Mereka langsung pergi ke rumah tetua yang juga biasa disebut dengan orang desa. Mereka orang asli daerah sini, bahasa Indonesia mereka juga tak begitu fasih seperti orang Jawa.

Dalam keadaan kotor setelah dari sawah, mereka sampai di depan rumah tetua. Rumahnya cukup besar, namun berada ditengah semak belukar.

Salam sedikit sinis, ia tak mau masuk kedalam sepertinya.

Paijo memberanikan diri untuk berjalan kedalam.

Salam

"Mas, apa nggak nanti malam saja. Masak iya pakai baju begini kita kesana?"

Paijo

"Oh iya, ini tidak sopan."

Salam

"Iya, nanti saja."

Mereka berdua berjalan kerumah masing-masing di sebuah gang dengan tulisan 5K yang masih baru. Rumah mereka berdua bersampingan, Rumah Paijo berada di Pojok, sedang Rumah Salam masuk kedalam.

Membersihkan diri di selokan depan rumah. Air keruh bersama dengan cangkul dan celuritnya. Mereka berdua saling mengangguk, lalu Salam pulang ke rumahnya dan Paijo masuk kedalam rumahnya.

Didalam, terlihat Asih sedang sibuk membereskan pakaian-pakaian. Pakaian-pakaian yang kemarin didapat, memang belum sempat dibereskan benar-benar penempatannya.

Paijo pulang dan hanya duduk-duduk di kursi ruang tamu. Seperti kebiasaannya di Jawa. Utami yang ada di kursi ruang tamu terlihat sibuk bermain dengan kertas-kertas seperti biasanya.

Paijo

"Utami, kamu tahu apa bedanya disini dengan di Jawa?"

Utami

"Tidak pak."

Paijo

"Benar, memang tidak ada." (merebahkan dirinya dikursi)

"Ini sama saja, Insyaallah sama saja."

Tiba-tiba, terlihat Salam sekeluarga berjalan kerumah Paijo. Pikir Paijo, mereka mungkin sekedar silaturahmi.

Salam

"Mas, kita diminta ke balai pertemuan"

Paijo

"Sekarang?"

Salam

"Iya"

Paijo berjalan keluar, hanya bersama Utami. Asih tiba-tiba keluar dan menyusul.

Paijo

"Dirumah saja tidak mengapa, kapan-kapan saja ikut lagi. Lagi sibuk kan?"

Asih

"Nggak mas, aku pengin tahu sekitar sini juga"

Paijo

"Iya baik. Bejo kemana memangnya?"

Asih

"Tak tahu, entah bermain kemana tadi."

Paijo dan Salam bersama keluarganya berjalan bersama. Istri salam (Lastri) memang pendiam. Wajahnya terlihat kecewa, tak seperti wajah Asih yang merekah senang.

Sebuah balai tanpa tembok berada ditengah semak-semak belukar dengan bendera merah putih terpancang tak begitu tinggi. Disana sudah ada PNS Malik dengan beberapa orang transmigran yang sama dengan orang-orang kemarin.

Paijo dan Salam sekeluarga mengambil duduk bersila di posisi cukup belakang daripada PNS Malik. PNS nyentrik dengan kacamata hitamnya itu.

PNS Malik

"Selamat datang pak,(sambil berpikir) Salam, dengan Pak Aijo"

Paijo

"Paijo pak"

PNS Malik

"Ah iya, Pak Saijo"

Paijo hanya tersenyum mendengar itu. Salam malah tertawa.

PNS Malik

"Disini bapak ibu dikumpulkan, bukan apa-apa. Kemarin ingin sekali saya menjelaskannya. Tapi, ya perjalanan jauh, lelah pasti kan yaa. Maka hari ini saja."

Orang-orang tenang.

"Pelayanan disini, bapak ibu, pertama pendidikan. Ada SD di Kampung ini. Satu-satunya SD. Jadi, anak bapak ibu yang SD silahkan didaftarkan kesana."

"Tenang bapak ibu, itu gratis."

Orang-orang bersorak kegirangan.

Paijo

"Ah, Anakmu waktunya masuk SD." (mencolek salam)

Salam

"Anakmu juga mas."

PNS Malik

"Lalu ada layanan kesehatan. Ada puskesmas pembantu. Klinik. Di ujung jalan. Jadi bapak ibu kalau sakit bisa kesana."

"Tenang juga bapak ibu, itu gratis."

Orang-orang mengangguk dan senang. Beberapa bersorak, termasuk Paijo.

PNS Malik

"Nanti anak bapak ibu yang sudah SMP, bisa diberangkatkan ke Kota. Nanti diprioritaskan dapat beasiswa."

Orang-orang juga mengangguk gembira.

PNS Malik

"Jadi bapak ibu, begitulah pelayanan yang ada di Kampung ini. Silahkan anda bertani, bercocok tanam, dan banyak hal yang bisa anda lakukan"

"Tenang itu juga gratis. Malah dibantu nanti pupuk dan bibitnya. Panen, nanti juga dibantu, tenang. Seperti biasa,"

Warga

"Itu gratis"

Orang-orang tertawa. PNS Malik pun juga tertawa.

PNS Malik

"Untuk urusan adat istiadat, mungkin sudah ada yang tahu disini. Bapak dan ibu, silahkan mengunjungi, bersilaturahmi dengan Tuan Gaga. Tempatnya ada di tepi Masjid."

Orang-orang mulai membicarakannya. Sedikit sinis, namun tahu diri.

"Jadi, bapak ibu ini pendatang kan. Jadi selain silaturahmi secara negara, seperti sekarang ini. Juga silaturahmi secara adat."

"Apa-apa saja yang boleh dilakukan, tidak boleh, hari baik, hari buruk. Disini ada bapak ibu, jadi tolong itu ditaati."

"Tenang, seperti biasa. Itu?"

Warga

"Gratis"

Orang-orang tertawa lagi.

PNS Malik

"Untuk urusan lain-lain, nanti silahkan cari saya lagi yaa. Tidak perlu sungkan-sungkan."

Paijo

"Gratis juga pak?" (sambil teriak girang)

PNS Malik

"Gratis Pak."

Orang-orang senang dan tertawa mendengarnya.

"Tapi, Kalau mau membayar ya silahkan. Haha"

Orang-orang terlihat diam, mereka sekedar bercengkrama dan tertawa-tawa. Lalu mereka membubarkan diri.

Paijo dan Salam sekeluarga berjalan bersama.

Salam

"Nanti malam saja kita ke rumah orang itu."

Paijo

"Iya. Betul nanti malam saja"

Mereka berjalan pulang ke rumah masing-masing.

Latar : Rumah Paijo

Waktu : Sore

Asih terlihat sibuk lagi merapikan pakaiannya. Langit cerah berganti menjadi temaram.

Sore cukup panjang disini, begitu perasaannya. Paijo duduk-duduk di ruang tamu dan Asih datang dan duduk disampingnya.

Asih

"Nanti kita bawa apa kerumah tetua?"

Paijo terlihat berpikir

Asih

"Bagaimana jika diberi baju saja."

Paijo

"Boleh saja. Tapi baju yang mana?"

Asih

"Baju yang kemarin dibelikan ibu itu."

Paijo

"Oh iya, tapi apa tidak sungkan sama ibu."

Asih

"Tidak perlu. Kenapa? Kan sudah hak kita."

Paijo

"Yasudah, berikan itu saja."

Paijo terlihat sibuk dengan bolpen dan kertas-kertas, ia ingin menulis surat untuk keluarganya di Jawa. Untuk ibunya Asih terutama.

Malam menjelang dan sedikit temaram berubah menjadi jingga.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar