Bertahan atau Pergi
6. Rian Kasmaran

16. EXT. AREA TOKO “HARAP MAJU” – SIANG

CAST : AIRIN, RIAN (25), CIK LIEM, PAK TAN, INDAH, PELANGGAN TOKO, DISTRIBUTOR BARANG

Airin sedang sibuk mengisi rak yang terlihat kosong dengan beberapa keju berbagai merk. Pak Tan tampak memeriksa beberapa barang yang baru diantar distributor. Ia meminta mereka untuk meletakkannya ke gudang, bagian belakang toko. Cik Liem terlihat menghitung belanjaan pelanggan. Sementara Indah, pekerja toko lainnya, sibuk menata belanjaan yang sudah dihitung Cik Liem, ke kardus.

RIAN memasuki area parkir. Ia meletakkan motor dekat dengan truk distributor. Penuh semangat, ia menyapa Pak Tan yang masih asyik memeriksa barang. Rian masuk ke toko sambil mengucapkan salam, dengan lantang. Semua orang di dalam toko tersebut, membalas salam, termasuk pelanggan.

RIAN

Cik ... biasa ...

(mengibas – ngibaskan kertas)

Cik Liem

Indah ... bantuin Indra ambil barang di gudang.

INDAH 

Iya Cik

(meninggalkan tempat kasir)

RIAN

(mengikuti Indah, berbisik)

Calon istriku mana, Mbak?

INDAH

Sudah dicuekin, masih saja ngejar.

RIAN

Nenek moyang kita saja tidak menyerah memperjuangkan kemerdekaan masak saya harus nyerah merjuangin cinta.

INDAH

Mbelgedhes. (omong kosong)

RIAN

Ayolah Mbak, bantuin. Nanti kalo jadian aku traktir permen.

(memasang wajah melas)

INDAH 

Mbok pikir arek cilik? (kamu kira aku anak kecil)

RIAN

(terkekeh) 

Mata Indah menangkap sosok Airin. Gadis itu sibuk mencatat sesuatu di kertas.

INDAH

Itu dia.

(kepala Indah menunjuk posisi Airin)

RIAN

Tambah manis aja.

(tampak kagum)

INDAH 

Airin itu anak pendiam. Awas kalo kamu macam – macam.

RIAN

Cuma pengen satu macam aja Mbak. Mencintai.

INDAH

(memutar bola mata)

Indah berjalan menghampiri Airin.

INDAH

Dek, biar aku lanjutin. Kamu temenin Rian ambil barang di gudang.

Indah melambaikan tangan dan tersenyum saat Airin melihat ke arahnya.

AIRIN

Iya Mbak. Aku baru ngerjain blok ini Mbak.

(memberikan catatan pada Indah)

INDAH

Okey. Kasih Rian yang tanggal kadaluarsanya paling dekat.

AIRIN

Iya, Mbak.

INDAH

(Bergumam)

Dulu seminggu sekali beli bahan kue. Sekarang dua – tiga kali. Dasar bocah kasmaran.

Airin berjalan menuju gudang, melewati Rian tanpa berbicara. Pria itu mengikuti langkah Airin.

AIRIN 

Mana catatannya?

Rian

(memberikan dengan senang hati)

Ini, calon istriku.

Airin tidak menanggapi. Ia mengambil troli angkut barang. Airin menata barang di troli dengan cekatan. Rian membantu Airin mengangkat satu kardus mentega.

RIAN

Habis ini makan siang bareng yuk. Sebentar lagi kan jam istirahat.

AIRIN

Aku bawa bekal.

RIAN

Wah ... kamu memang istri idaman.

AIRIN

Mbakku yang masakin, aku tinggal makan.

RIAN

Kalau besok gimana? 

AIRIN

Besok hari sabtu.

RIAN 

Maksudnya, ayo kita keluar bareng.

AIRIN

Semua sudah lengkap bisa kamu bawa ke motor. Tinggal telur, aku ambilin ke depan. Sekalian biar dihitung Cik Liem.

RIAN

Bagaimana? Mau?

Airin keluar gudang, meninggalkan Rian terlihat kecewa. Beberapa detik kemudian Airin kembali, wajah Rian kembali cerah.

AIRIN

Berhenti deketin aku.

RIAN

Kenapa? Kamu udah punya cowok?

(penasaran)

AIRIN

Bukan. 

RIAN

Itu artinya lampu hijau dong. 

AIRIN

Lampu merah. Aku mau fokus kerja.

Airin keluar gudang. Rian menyusul sambil menarik belanjaan. 

RIAN

Mau fokus biar cepet kaya?

AIRIN

Biar ada semangat hidup.

RIAN 

Sama, aku juga sering kesini biar semangat hidup.

Airin mengabaikan Rian dan mulai menimbang telur. Pak Tan datang menghampiri mereka berdua.

PAK TAN

Rian, Airin tiap hari tambah cantik ya? Seharusnya kamu berterima kasih sama saya, karena bisa dapat yang bening - bening kayak gini.

Airin membawa telur menuju Cik Liem, sementara Rian menyusul.

PAK TAN

Dasar bocah kurang ajar. Diajak ngomong orang tua malah pergi gak pamitan.

(menggelengkan kepala)

17. INT/EXT – AREA WARUNG TENDA “PENYETAN ABAH IWAN” – PETANG

CAST: AMBAR, AIRIN, ABAH IWAN (60), WILDAN (28), PEMBELI PENYETAN 

Terdapat deretan warung tenda menjual aneka jenis masakan. Salah satunya warung tenda berwarna biru berdiri di depan ruko yang tutup. Tertulis “Penyet Abah Iwan” di spanduk depan warung dengan gambar aneka binatang. Terdapat meja panjang menyuguhkan aneka lauk pauk dari ayam, bebek, ikan pe, ikan lele, aneka jeroan, telur, tempe, tahu hingga terong dan mentimun. Semua makanan telah diungkep matang. Ada meja panjang dilengkapi dengan sepuluh kursi terbuat dari plastik di setiap sisi.

Abah IWAN, keturunan Arab Ampel, begitu orang menyebutnya. Ia duduk di kursi sambil bersandar. Ia tampak memperhatikan karyawannya bekerja sambil mengipasi diri dengan kipas terbuat dari bambu dianyam. Wajahnya cerah menyambut pembeli.

Terdapat empat pembeli duduk di meja. Ambar sibuk menyiapkan pesanan dan membuat minuman. Wildan, karyawan warung lainnya, sedang menggoreng dan membakar lauk sesuai permintaan pembeli.

Airin datang menyapa Ambar. Wajahnya terlihat sumringah.

ABAH IWAN

Siapa namanya, Nak cantik?

AMBAR

Kenalin Abah ini adik saya dari desa. Namanya Airin.

AIRIN

(tersenyum, mengangguk sopan)

Ambar mengantarkan pesanan ke tiga orang yang sedang berkumpul dan memberikan beberapa bungkus ke pria berkaos hitam.

WILDAN

Kenalin sama mas juga dong. Masak cuma ke Abah aja. Pilih kasih.

(pura-pura merajuk)

AMBAR

(menjulurkan lidah)

ABAH IWAN

Ooohh... pantes mirip. Masih sekolah apa sudah kerja?

AIRIN

Sudah kerja, Abah. Saya kerja di stoko “Harap Maju” punyanya Cik Liem.

ABAH IWAN/WILDAN

(mengangguk)

AMBAR

Kok sudah pulang, Rin? Tumben?

AIRIN

Iya, Mbak. Ada saudara Cik Liem yang kena musibah dan butuh bantuan Cicik, makanya tutup lebih awal.

AMBAR

Ooh... kalo gitu bawa motor Mbak.

(merogoh kunci di kantong celana kain)

ABAH IWAN

Ambar, suruh adik kamu makan dulu sebelum pulang.

AIRIN

Mboten sisah repot-repot, Abah. (tidak perlu repot-repot, Abah)

ABAH IWAN

(menatap Ambar)

Ambar, ambilkan lauk kesukaan adik kamu. Jangan lupa buatin es teh juga.

(matanya beralih ke Airin)

Apa yang ngerepotin. Paling enak pulang kerja itu makan, ya enggak, Wildan?

WILDAN

Leres, Abah (betul, Abah)

(meniru gaya sopan Airin)

ABAH IWAN

Pencitraan. Biasanya enggak pernah sopan.

Ambar diam - diam menyiapkan makanan untuk Airin. Ia membakar paha ayam dan menggoreng tahu. Tak lupa menyiapkan es teh di gelas besar, selagi menunggu lauk matang.

AMBAR

Ayo dimakan.

AIRIN

(mengangguk)

AMBAR

Bilang terima kasih sama Abah.

AIRIN

Terima kasih, Abah. Mari makan.

ABAH IWAN

Mari. Mari. Dihabisin ya? Enggak usah sungkan-sungkan.

Airin mulai menikmati makanan sambil mendengarkan Abah Iwan bercerita. Pria berjenggot itu menceritakan tentang masa muda. Ambar dan Wildan tersenyum geli, karena mereka hapal luar kepala tentang hal yang diceritakan Abah Iwan. Mereka melanjutkan pekerjaan melayani pembeli.

AMBAR

Sudah selesai?

AIRIN

(mengangguk)

AMBAR

Abah, pamit nganter adek ke parkir sebentar.

WILDAN

Duh... takutnya adeknya kenapa-kenapa.

AMBAR

Usil

(melirik Wildan tajam)

ABAH IWAN

Iya, enggak apa-apa.

AIRIN

Pamit pulang, Abah, Mas.

ABAH IWAN

Iya, hati-hati di jalan.

WILDAN

Ikutan dong, dek.

AMBAR

Hush... sana jagain bebek bakar. Awas gosong!

Ambar dan Airin menuju parkir yang terletak di ujung kanan deretan warung tenda. Sepanjang jalan ada beberapa orang menyapa Ambar ramah. Terdapat beberapa orang mengeluarkan umpatan ramah yang dibalas guyonan oleh Ambar.

BEGIN MONTAGE - VARIOUS LOCATION

A. Lorong Sekolah SMA – Siang – Airin mendapatkan tatapan sinis. Ia tersandung saat berjalan karena Kakinya sengaja dihadang oleh salah satu siswi. Semua siswa tamPak tertawa, termasuk Ilham

B. Jalan raya – Sore – Tubuh Airin dipenuhi keringat. Ia berjalan sambil menuntun sepeda pancalnya. Kedua roda ban sepeda tersebut. Kempes.

C. Kamar kediaman di desa – Malam – Airin menangis sesenggukan. Ia meredam suara tangisan dengan menekan wajah ke bantal. Di tangan kanannya menggenggam testpack menunjukkan dua garis merah.

END MONTAGE

18. EXT. AREA PARKIR WARUNG TENDA – MALAM

CAST : AMBAR, AIRIN

Ambar dan Airin menuju salah satu motor bebek berwarna hitam di deretan motor lain. Ambar memberikan kunci ke Airin.

AMBAR

Mbak denger – denger Rian deketin kamu?

Airin yang hendak mengambil helm. Berhenti.

AIRIN 

Mbak tau darimana?

AMBAR

Dari orang – orang. Semua orang disini suka bergosip, apalagi tempat kerja kita deket.

AIRIN

Oh ...

(mengambil helm)

AMBAR

(berbisik)

Kamu suka sama Rian?

AIRIN

(menggeleng pelan)

AMBAR

Mbak kenal Rian. Dia anaknya baik. Kalau kamu suka sama dia Mbak ngerestuin.

Reflek Airin menatap Ambar tajam. Ambar terkejut mendapatkan respon tidak menyenangkan dari adiknya. Airin segera menyadari perubahan raut wajah Ambar.

AIRIN

(menenangkan diri)

Aku pamit pulang duluan ya Mbak?

Airin mencium tangan Ambar sebelum menghidupkan mesin.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar