Bersende Gurau Bersame
7. Bagian 7

INT. KEDAI KOPI - SIANG

Tak banyak orang di Kedai Kopi itu, kedai kopi yang tersambung langsung dengan kawasan pertokoan Kota Tua Tanjungpinang.

Farah melihat sekitar, seorang Perempuan berdiri dari salah satu meja. Farah mendekatinya dan mereka berbicara, kemudian Farah duduk didepanya.

DWI SEPTIANI, 40-an awal, terlihat masih Muda, memiliki Badan Kecil. Di sebelahnya ada seorang ANAK LAKI-LAKI, 4, yang sedang memakan roti bakar.

Sesaat Farah memperhatikan Dwi Septiani, datar.

FARAH

Ibu tahu Bapak meninggal?

DWI SEPTIANI

...Iya, Ibu tahu.

Ada jeda di antara mereka.

FARAH

Saya langsung saja... Maksud saya menelepon untuk bicara tentang warisan Bapak. Karena Fariz belum delapan belas tahun, harus ada orang yang jadi wali waris buat dia.

Dwi Septiani hanya mendengarkannya.

FARAH

Saya dengar tentang Ibu... makanya saya hubungi Ibu tadi malam.

DWI SEPTIANI

Farah dapat nomor Ibu dari Bu RT?

Farah mengangguk.

DWI SEPTIANI

Apa Farah ambil bagian Farah?

Sesaat Farah melihat Anak Laki-laki itu, sedang memakan Roti Bakar.

FARAH

Tidak, saya akan serahkan semuanya ke Fariz.

DWI SEPTIANI

Alasannya?

Farah tidak menjawab, ia hanya diam.

DWI SEPTIANI

Percuma juga Ibu tanya.
(jeda)
Farah udah ketemu Fariz?

Farah tidak menjawab, ia hanya diam.

DWI SEPTIANI

Dia mirip Farah, kan? Ibu kalau lihat dia kadang-kadang ingat Farah.

Farah tidak menjawab. Pekerja membawakan Kopi pesanan Farah. Farah meminum Kopi pesanannya, sesaat Dwi Septiani melihat Farah.

DWI SEPTIANI

Farah pasti pikir Ibu Perempuan tak tahu malu. Pergi tinggalkan keluarganya tanpa kejelasan, tapi begitu dengar soal warisan, mau ketemu.

FARAH

Saya tidak masalah dengan itu. Saya dengar Ibu sama Bapak masih menikah. Jadi masih ada hubungan dengan Fariz.

Dwi Septiani meminum Kopinya, kemudian ia meletakan Gelasnya kembali.

DWI SEPTIANI

Farah kuat, ya. Yang terjadi sama Farah pasti susah buat terima. Fauzi meningggal, Bapak sama Bu Sofi cerai. Sekarang Farah ketemu sama selingkuhan Bapak buat kasih semua warisan --

FARAH

Saya tidak mau bicara soal itu lagi, Bu. Saya ke sini cuma mau bicara wali waris buat Fariz.

DWI SEPTIANI

Maaf, tapi kamu tahu pendapat orang tentang Anak yang ketemu dengan selingkuhan Orang Tuanya, kan? Apalagi kasih semua warisan.

FARAH

Saya terbuka untuk semua kemungkinan. Termasuk yang Ibu bilang tadi.

DWI SEPTIANI

Saya tak bisa jadi wali waris buat Fariz.

Ada jeda di antara mereka.

DWI SEPTIANI

Saya sudah pergi dari rumah empat tahun, kalau saya jadi wali buat Fariz, saya hanya jadi orang jahat buat Fariz, itu pertama.

Farah diam, tidak menjawab. Dwi Septiani mengambil sesuatu dari dalam Tasnya, dan ia meletakannya di depan Farah.

Sebuah Akta Cerai, atas nama Dwi Septiani. Farah hanya melihatnya, datar.

DWI SEPTIANI

...Sebelum Abang meninggal. Saya yang minta.

Ada jeda di antara mereka.

DWI SEPTIANI

Fariz belum tahu masalah ini... itu tugas saya. Abang yang minta.

Farah hanya diam.

DWI SEPTIANI

Farah harus cari orang lain buat jadi wali waris buat Fariz. Mungkin Pak RT mau. Hubungan mereka dekat, sudah seperti keluarga.

FARAH

Bukannya Ibu keluarga Fariz?

DWI SEPTIANI

Bukannya Farah juga keluarga Fariz?

Ada jeda di antara mereka.

DWI SEPTIANI

Mungkin Ibu sama Farah sama-sama orang jahat.

Sesaat Farah melihat Anak Laki-laki itu.

FARAH

Berapa umurnya, Bu?

Mereka melihat Anak Laki-laki itu, ia sudah menghabiskan Roti Pangangganya dan ia sekarang meminum Coklat Susu.

DWI SEPTIANI

Jalan empat tahun... mirip Bapaknya.

Farah melihat Anak Laki-laki itu. Ia berpindah melihat Dwi Septiani, datar.

INT. KAMAR HOTEL FARAH - SORE

Farah berbaring di tempat tidurnya, melamun. Tirai kamarnya tidak dibuka.

Terdengar bunyi pintu yang dibuka --

INT. KAMAR IBU - RUMAH FARAH - SIANG - MASA LALU

Farah masuk ke dalam kamar, ia berjalan perlahan.

Seseorang berada di tempat tidur, Farah membawa Makanan di atas Nampan.

Ibu bersandar di tempat tidur, wajah Ibu yang mulai menua, terlihat pucat dan kurus.

Farah duduk di samping Ibu, memberikan Ibu sesendok nasi dan lauknya --

Ibu menghindar.

Farah meletakkan sendok kembali di piring, ia memperhatikan Ibu.

FARAH

Ibu harus makan, Dokter bilang harus makan, walaupun sedikit.

Ibu tidak menjawab. Farah membetulkan posisi selimut Ibu dan merapikan rambut Ibu yang berjatuhan.

FARAH

Kita check-up lagi minggu depan.

IBU

Percuma, gak ada yang berubah.

Farah diam, ia melihat Ibu.

IBU

Hidup Ibu berubah kalau Adik kamu masih ada.

Farah tidak menjawab, ia melihat kearah lain.

FARAH

Udah Bu, ini udah lebih dari lima belas tahun.

IBU

Kalau Fauzi gak meninggal, Bapak kamu pasti gak selingkuh dengan perempuan itu... keluarga kita gak hancur kayak gini. Kurang apa lagi Ibu sama Bapak kamu --

FARAH

Bapak selingkuh dari sebelum Fauzi meninggal, Bu. Ini gak ada hubungannya --

IBU

Kenapa kamu selalu belain Bapak kamu. Fauzi meninggal gara-gara Bapak kamu selingkuh, ingat itu, Farah... Harusnya Ibu gak izinin dia ikut kamu pergi. Coba aja kalau dia gak pergi --

FARAH

Farah pasti mati.

Ada jeda di antara mereka.

FARAH

Kalau Farah pergi sendiri, Farah yang mati...

Ibu melihat Farah, begitu sebaliknya.

FARAH

Apapun yang terjadi di hari itu, Farah pasti mati kalau Farah pergi sendiri. Ibu dapat anak laki-laki Ibu, tapi Ibu kehilangan anak perempuan Ibu, itu yang Ibu --

PLAAAAAAK --

Ibu menampar Farah, emosi Ibu memuncak, wajahnya memerah.

Farah tidak melakukan apa-apa, ia hanya melihat Ibu dengan dingin.

IBU

JAGA BICARA KAMU, FARAH!!

FARAH

Hal yang sama tetap terjadi, Bu. Ibu salahin Bapak karena dia selingkuh, makanya Farah meninggal. Tapi Bapak tetap selingkuh, Ibu dan Bapak cerai... yang urus Ibu... Fauzi... anak laki-laki Ibu... Farah gak tahu apa Ibu bilang hal yang sama ke Fauzi dan penyesalan Ibu terus berulang. Coba aja Farah gak jemput Bapak... atau Ibu bisa terima Farah meninggal dan hidup bahagia sama Fauzi --

IBU

CUKUP, FARAH!!

Ibu masih dengan emosinya yang memuncak. Farah dengan tatapan dinginnya kepada Ibu.

FARAH

Mau sampai kapan harus selalu Farah yang hadapin kelakuan Ibu... Ibu cuma gak bisa terima Fauzi meninggal, Bapak selingkuh... Kalau Ibu mau ketemu Fauzi, kenapa Ibu gak meninggal sekalian --

IBU

FARAH --

Ada jeda di antara mereka.

FARAH

Ibu pikir cuma Ibu yang sakit... ada Farah juga, Bapak...
(menahan tangis)
Ini udah lebih dari lima belas tahun Bu... Farah tahu gimana rasanya. Harusnya Farah yang di posisi Ibu sekarang... bukan Ibu.

Farah melihat ke arah lain, membersihkan wajahnya.

FARAH

Berhenti dengan kelakuan Ibu. Jangan egois, Farah gak tahu apa Fauzi bisa hadapin Ibu yang sekarang.
(berdiri)
Kalau Ibu mau mati, mati sekarang, tapi jangan pernah bawa-bawa Fauzi dalam hal ini. Makan Nasinya, Bu. Minum Obatnya.

Farah berjalan menuju pintu kamar, ia berhenti --

FARAH

Ibu bisa lihat Fauzi nanti sepuasnya, tapi Ibu gak bisa lihat Farah lagi. Harusnya Ibu tahu itu.

Ibu tidak menjawab, ia masih melihat Farah.

Farah berjalan keluar, kemudian menutup pintu. Kemudian, Ibu menunduk, menutup wajahnya dengan tangan.

CUT TO:

INT. KAMAR MANDI - KAMAR HOTEL FARAH - SORE - MASA KINI

Pintu Kamar Mandi tidak di tutup, ada Farah di sana. Terdengar suara erangan, Farah sedang muntah.

Farah membersihkan Mulutnya, ia menahan sakit. Ia lemas, tak berdaya, bersandar di dinding Kamar Mandi.

Ia melihat ke satu arah, melamun.

INT. RUANG TAMU - RUMAH FARAH - SORE - MASA LALU

Farah duduk di ruang tamu rumahnya, rumah itu sepi, tak ada kursi di sana, Karpet-karpet menutup seluruh lantai. Sedangkan Farah memakai Baju terusan warna gelap, dengan Selendang berada di Kepalanya.

Farah mengambil handphonenya dan memencet sesuatu di sana, ia menempelkannya di telinga.

FARAH

Halo...

BAPAK (V.O)

Iya... Farah.

FARAH

Farah mau kasih tahu... Ibu meninggal.

Ada jeda di antara mereka.

FARAH

Ibu udah di kuburin tadi.

BAPAK (V.O)

Penyakit Ibu kambuh lagi?

FARAH

Iya, Pak...

BAPAK (V.O)

Iya... Bapak tahu, ginjal Ibu dah parah...

Ada jeda di antara mereka.

BAPAK (V.O)

Anak Bapak sehat?

FARAH

Sehat, Pak. Bapak?

EXT. TERAS - RUMAH LAMA FARAH - SORE

Bapak duduk di teras rumah, keadaan rumah saat itu sama dengan keadaan rumah ketika Farah lihat pertama kalinya.

Bapak terlihat lebih tua, namun tidak hilang karismanya, namun Bapak terlihat pucat.

BAPAK

Bapak sehat...

Ada jeda di antara mereka.

FARAH (V.O)

Ibu masih sering bicara tentang Fauzi.

BAPAK

Itu wajar Farah, tak ada orang tua yang mau lihat anaknya meninggal duluan dari dia. Sampai kapanpun, orang tua mau lihat anaknya besar, sekolah, kuliah, kerja, nikah, punya anak. Kalau bisa biarkanlah Orang Tua mati buat anak mereka.

INTERCUT ANTARA FARAH DAN BAPAK

BAPAK

Bapak bohong kalau bilang dah terima kalau Fauzi meninggal, sedikit... sedikit... kadang-kadang Bapak pikir apa jadinya kalau Farah sama Fauzi tak jemput Bapak.

FARAH

Kita harus terima, Pak. Apapun yang terjadi.

BAPAK

...Bapak minta maaf... Bapak tahu Farah tahan semuanya sendiri sampai sekarang. Sedangkan Bapak tak di sana, bantu Farah.

FARAH

Itu udah lama Pak, Farah gak mempermasalahkannya. Farah coba ngerti pilihan Bapak. Tapi yang terjadi sama Bapak Ibu... itu salah Bapak.

Ada jeda di antara mereka.

FARAH

Buat Farah, Bapak mengaku salah itu udah cukup. Bapak harus minta maaf sama Ibu.
(jeda)
Farah gak marah sama Bapak, Farah cuma kecewa.

Bapak tidak menjawab, ia hanya diam.

FARAH

Tapi satu hal yang pasti, Farah gak mau hidup kayak Bapak sama Ibu. Farah juga gak mau salahin keadaan apa yang terjadi sama keluarga kita... Itu yang bisa Farah lakukan sekarang.

Bapak tidak menjawab, ia melihat kearah lain.

BAPAK

Dah besar Anak Bapak ye...

FARAH

...Iyelah... kan Farah Anak Bapak...

Farah melihat kearah lain, membersihkan wajahnya. Sambungan terputus, Farah meletakkan handphonenya di lantai. Ia berbaring di samping handphonenya, membelakangi pintu.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar