Ambang
9. Act 9

CUT TO:

84. INT. RUANG RAWAT INAP MBAH JATMIKO. MADIUN - MALAM

Laras duduk di sofa. Wanita itu terlihat sangat mengantuk. Sesekali, ia menjatuhkan kepalanya dari tumpuannya pada tangan. Tapi sekeras mungkin, ia menahan rasa kantuknya, agar tetap siaga menjaga Mbah Jatmiko.

Bunyi notifikasi handphone Mbah Jatmiko dalam tas Laras menyadarkan dirinya. Sekilas dilihat, itu adalah chat dari Damar. Tapi Laras sungkan, sehingga ia tidak membuka chat itu.

Tiba-tiba, Mbah Jatmiko mengerang. Dengan sigap, Laras mengecek keadaan Mbah Jatmiko. Pria tua itu kini telah sadarkan diri. Ia menyipitkan matanya, beradaptasi dengan cahaya ruang rawat inap yang terang. Dengan tubuh yang masih kaku akibat terlalu lama tidur, ia mulai berbicara pada Laras.

MBAH JATMIKO

Aku napo Ras?

LARAS

Mbah kenek Krisis Hipertensi,

komplikasi soko Diabetes e jarene.

Sak iki Mbah diopeni ning omah sakit.

Tak celuk i dokter sek ya, Mbah.

Laras keluar, memanggilkan dokter atau suster yang sedang berjaga. Tak lama waktu berselang, Laras kembali dengan seorang dokter muda shift malam.

DOKTER 1 (L, 31)

Gimana Pak keadaannya?

MBAH JATMIKO

Jek sedikit sakit sih Dok ning

kepala karo leher.

Dokter muda itu memeriksa Mbah Jatmiko. Laras berdiri di sisi Mbah Jatmiko, menyimak tiap kata apapun yang keluar dari Sang Dokter.

DOKTER 1

Bapak tensinya masih agak tinggi.

Bapak istirahat aja yang cukup, nggeh.

Jangan terlalu banyak pikiran.

Mbah Jatmiko hanya diam.

LARAS

Nggeh, Dok. Matur suwun.

Begitu Sang Dokter pergi, Mbah Jatmiko langsung bertanya pada Laras.

MBAH JATMIKO

Damar piye?

LARAS

Mas Damar gak popo, Mbah. Mau sirah e

mung oleh papat jaitan ae kok, Mbah.

MBAH JATMIKO

Nang ndi sak iki wong e?

LARAS

Meh ngudud ning njobo jare. Mau to

Mas Damar nge-chat Embah. Tapi

ora tak buka, Mbah meh moco?

MBAH JATMIKO

Ndi?

Laras menyerahkan handphone Mbah Jatmiko dari dalam tasnya dan menyerahkannya pada Mbah Jatmiko. Dibacanya pesan itu yang berbunyi:

Maafin Damar ya Mbah. Soal Mama, soal semuanya. Tapi mulai sekarang, Mbah nggak usah khawatir, Damar nggak bakal ngerepotin Embah lagi. Salam buat Mbak Laras.

Mbah Jatmiko mulai panik dan khawatir.

MBAH JATMIKO

Yohhh, iki cah meh nyapo maneh

to yoooh, yoh..

Berkali-kali Mbah Jatmiko menelpon Damar, tapi Damar tidak bisa dihubungi.

LARAS

Nyapo, Mbah?

MBAH JATMIKO

Ras, golek on o Damar nganti ketemu!

LARAS

Sek, jajal tak telponen sek.

MBAH JATMIKO

Ra iso! Aku ki wis telpon

bolak-balik tapi gak iso.

Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu ruang rawat inap Mbah Jatmiko. Orang itu masuk ke ruangan itu, yang ternyata ia adalah seorang perawat. Ia menghampiri Laras dan berbicara dengan nada pelan, berhati-hati agar Mbah Jatmiko tidak mendengarnya.

PERAWAT 3 (P, 26)

(dengan nada pelan)

Permisi, Ibu. Ibu wali dari pasien

Damar Prasetyo?

LARAS

Nggeh, enek opo yo, Sus?

PERAWAT 3

Boleh ikut saya sebentar, Bu?

MBAH JATMIKO

Enek opo, sus?

PERAWAT 3

(menengok bolak-balik antara

Mbah Jatmiko dengan Laras)

Nggakpapa, Bapak istirahat aja yaa -

silakan, Bu, ikut saya -

permisi, Pak.

Mereka berdua pun pergi meninggalkan Mbah Jatmiko.

CUT TO:

85. INT. KORIDOR RUMAH SAKIT. MADIUN - MALAM

Perawat itu terus berjalan dengan cepat, sedangkan Laras mengikuti di belakangnya.

LARAS

Adewe meng nang ndi iki, Sus? Saya

dikon nggolek putune Mbah Jatmiko soale.

PERAWAT 3

Ke ruang IGD, Bu. Nanti saya

jelaskan di sana.

Alhasil, Laras pun hanya bisa pasrah mengikuti langkah perawat di depannya.

CUT TO:

86. INT. DEPAN RUANG IGD. MADIUN - MALAM

Mereka sampai di depan ruang IGD. Seorang perawat pria juga datang tergesa-gesa masuk ke dalam ruangan itu, mendahului mereka berdua yang minggir dari dekat pintu untuk memberikan jalan.

Perawat yang mengajak Laras keluar pun memperlihatkan keadaan di dalam dari balik pintu kaca. Di dalam sana seorang dokter dibantu oleh tiga perawat sibuk menangani seorang pasien laki-laki yang penuh darah.

PERAWAT 3

Ibu nggak boleh masuk dulu ya,

liat dari sini aja.

LARAS

Kui sopo, Sus?

PERAWAT 3

Tadi, tukang bangunan yang kerja buat

renovasi gedung rumah sakit, lapor,

kalo ada orang yang mencoba bunuh diri

lompat dari lantai tiga gedung yang

lagi direnovasi itu. Ini dompet

dan handphone dari pasien. Kebetulan

identitas di kartunya sama dengan

pasien yang tadi siang berobat,

makanya saya panggil Ibu ke sini

untuk memastikan.

Perawat itu menyerahkan sebuah dompet dengan noda darah dan handphone yang hancur pada Laras. Itu semua memang benar milik Damar. Tapi Laras ingin lebih memastikannya lagi dengan melihat identitas dalam dompet itu. Di dalamnya, terdapat Kartu Pelajar dengan nama Damar Prasetyo yang tertera.

LARAS

(mengelak dan panik)

Suster guyon ae ki mesti. Iki ki

mesti kebetulan jeblok ae ning

cidak e wong kui. Yo ogak berarti

Mas Damar tenanan sing bunuh diri, to?

Laras panik. Ia melihat dari balik pintu kaca, memastikan sejelas-jelasnya kalau ia benar mengenal pakaian yang dipakai pasien itu. Dilihat dari celananya, jelas itu adalah celana Damar. Tapi, Laras masih belum bisa terima kenyataan.

LARAS

Sus, ning tangane enek akeh

tutu sunut rokok po ra, Sus?

PERAWAT 3

Mohon maaf, tadi saya liat terlalu

banyak darah dan memar pada pasien.

Jadi saya nggak bisa memastikan.

Nanti setelah stabil, baru Ibu

boleh masuk untuk mengkonfirmasi

identitasnya.

Kaki Laras lemas. Ia duduk di kursi ruang tunggu IGD. Tangannya gemetar memegang dompet dan handphone Damar. Ia menahan tangis sambil terus bergumam.

LARAS

(bergumam)

Piyeee jare ngko karo Mbah Jatmiko?

Yohhhh, maafke Mbak ya, Mas -

duuhhhh nek ngerti ngono, tak

tahan Mbas Damar ben ra ngalih.

Yohh piye iki?! Ojo ngalih ndisik

to yo Mas. Koe ki durung ngerasakne

urip seneng--

Laras terus gelisah. Ia mengambil handphone-nya, lantas mengabari Mbah Jatmiko kalau ia menunggu di luar. Laras enggan meninggalkan tempat duduk itu selama ia belum tahu pasti bagaimana nasib Damar.

CUT TO:

87. INT. DEPAN RUANG IGD. MADIUN - DINI HARI

Tiga jam lebih Laras menunggu, sampai akhirnya dokter dan perawat keluar dari ruang IGD bersama dengan Damar yang terbaring di tempat tidur penuh dengan gips di leher, tangan dan kakinya. Saat itu, Damar sudah mengenakan seragam pasien. Tapi melihat itu, Laras semakin lemas, lantaran ia kini mengetahui dengan pasti kalau pasien itu adalah Damar.

Tersadar dari lamunan, Laras langsung mengejar dokter yang menangani Damar barusan.

LARAS

Piye, Dok kondisine?

DOKTER 2 (L, 39)

Ibu kerabat pasien?

LARAS

Nggeh, Dok.

DOKTER 2

Kondisi pasien sangat kritis. Organ

dalamnya banyak yang rusak, banyak

tulang patah dan otot yang sobek juga.

Sekarang pasien dipindahkan ke

ICU untuk ditangani lebih lanjut.

Nanti kalau pasien sudah membaik dan bisa dijenguk, kami akan mengabari Ibu.

LARAS

Matur suwun nggeh, Dok.

Laras berdiri menangis di tengah koridor. Ia pun memaksakan kaki lemasnya untuk melangkah ke ruangan Mbah Jatmiko.

CUT TO:

88. INT. RUANG RAWAT INAP MBAH JATMIKO. MADIUN - DINI HARI

Mbah Jatmiko masih terjaga menunggu kedatangan Laras. Setiap beberapa menit sekali, Mbah Jatmiko kembali menelepon Damar. Walaupun setelah 56 missed calls hasilnya tetap nihil, tapi ia tetap tidak mau menyerah.

Suara ketuk pintu kembali terdengar. Laras datang. Matanya merah dan bengkak.

MBAH JATMIKO

Damar ndi, Ras?

Laras semakin tidak sanggup menahan tangis. Ia duduk di kursi sebelah Mbah Jatmiko. Tangannya mengusap air mata, setelah ia merasa sudah cukup tenang, Laras pun memberanikan diri menatap Mbah Jatmiko.

CUT TO:

89. EXT. DEPAN GEDUNG RENOVASI. MADIUN - DINI HARI

Damar berdiri di depan gedung rumah sakit yang setengah jadi. Bila dilihat, tempat itu nampak sama dengan tempat Damar ketika mencoba bunuh diri, tapi rasanya tempat itu berbeda. Rasanya tempat itu lebih hening, tak ada tanda-tanda kehidupan.

DAMAR

Kok aku jek urip?

Saking herannya, Damar mengecek tangan, kaki dan tubuhnya. Ia seperti hidup, hanya saja terasa lebih ringan, dingin dan hampa. Seketika, seseorang menepuk bahu Damar dari belakang. Damar menoleh untuk melihat orang itu.

DAMAR

Mama?

Gupita berdiri, tersenyum memandang Damar. Ia terlihat sama seperti terakhir kali Damar bertemu. Bahkan ia nampak lebih cantik dari sebelumnya. Refleks, Damar langsung memeluk ibunya.

DAMAR

Iki tenanan Mama?

Gupita membalas pelukan Damar. Tapi meski mereka saling bersentuhan, rasanya berbeda. Tidak ada kehangatan seperti biasanya. Tapi Damar tidak peduli. Dengan ia bisa bertemu Ibunya saja, sudah menjawab kalau ia tidak berada di dunia yang sama seperti sebelumnya.

DAMAR

Maafin aku, Ma.

GUPITA

Mama kan udah bilang kalo Mama

nggakpapa. Justru karna Mama pergi,

hidup kamu malah jadi lebih berat.

Harusnya Mama yang minta maaf.

DAMAR

Aku kangen Mama.

GUPITA

Mama juga, tapi tempat kamu bukan

di sini. Kenapa kamu cepet banget

dateng ke sini?

DAMAR

Jane kita dimanaa emang, Ma?

GUPITA

Menurut kamu di mana?

DAMAR

Rumah sakit?

GUPITA

Ikut Mama yuk, kita ngobrol-ngobrol.

Mereka berjalan menyusuri rumah sakit.

GUPITA

Kamu selama ini tinggal sama siapa?

DAMAR

Aku tinggal ning omah e Embah.

GUPITA

Syukur deh kalo gitu. Kamu nurut

nggak sama Mbah? Mbak Laras gimana?

DAMAR

Mbah gak peduli karo aku, Ma.

GUPITA

Hemmm mungkin kamu yang belum bener-

bener kenal Embah. Terus,

gimana sekolah kamu?

90. INT. KORIDOR RUMAH SAKIT. MADIUN - MALAM

Tanpa Damar sadari, mereka telah tiba di dalam rumah sakit.

DAMAR

Aku sak iki kelas 2 SMA Ma,

tapi aku gak naek kelas.

GUPITA

Kamu masih susah baca kah?

DAMAR

Gak ngono sih. Aku cuma gak enek

semangat ae.

GUPITA

Mbah suka ngajarin kamu nggak kalo

di rumah?

DAMAR

Aku sinau dewe.

GUPITA

Kamu mau jadi apa nanti emang?

DAMAR

Opo ae. Sing penting enek hubungan e

karo seni.

GUPITA

Kamu emang seniman kebanggaan Mama -

Kamu masih suka makan makanan manis nggak?

DAMAR

(tertawa kecil)

Iyaaa.

GUPITA

Kebiasaan.

Mereka terus berjalan menyusuri koridor.

Perlahan, mereka semakin mendekat ke ruang ICU

GUPITA

Tapi kamu kenapa bisa sampe ke sini sih?

DAMAR

Aku ki kesel, Ma. Rasane sesek.

Aku terus-terusan ngerasa bersalah.

Tapi sak keras apapun aku ngehukum

awakku dewe, aku sik ngerasa sesek.

GUPITA

Kalo gitu, sekarang udah waktunya

Mama bilang kalo semua itu udah cukup.

Kamu liat kan? Mama baik-baik aja.

Kamu nggak usah khawatir. Kamu mau kan,

kasih diri kamu sendiri, sama Mbah

kesempatan kedua?

Damar tidak bisa menjawab.

GUPITA

Kamu tau, yang bikin Mama tau

kalo kamu ada di sini itu tuh

suara do'a-nya Mbah. Mbah terus mohon-

mohon sama Tuhan untuk dikasih kesempatan kedua.

91. INT. RUANG ICU. MADIUN - MALAM

Kali ini,Damar menatap ibunya, tidak percaya akan apa yang baru saja disampaikan. Hingga akhirnya, mereka telah sampai pada ruang ICU, tempat dimana Damar sedang berbaring.

GUPITA

Damar sayang, sekarang belum waktunya

buat kamu ikut Mama.

DAMAR

Aku isik pingin ning kene sek

Damar memeluk tubuh ibunya lagi. Gupita melepaskan pelukan itu dan menatap Damar lekat-lekat.

GUPITA

Kamu harus inget ya, kalo kamu mau

jadi seniman hebat, kamu harus latihan

lebih banyak lagi. Cari kenalan yang

banyak di bidang itu.

Terus, tunjukin karya kamu ke semua

orang. Semakin banyak yang mengapresiasi

karya kamu, semakin mudah kamu

melebarkan sayap kamu - Terus, kurang-

kurangin makan manis ya, takutnya

kamu diabetes tuh kaya Mbah. Terus,

jangan terlalu keras sama diri

kamu sendiri. Mama mau kamu bahagia.

DAMAR

Ma, iki semua ki tenanan, opo

cuma enek ning kepalaku ae sih?

GUPITA

Menurut kamu gimana?

Damar hanya diam. Gupita lalu melanjutkan.

GUPITA

Mama nggak bisa lama-lama,

kamu baik-baik ya di sana.

Gupita menghilang. Damar menoleh ke segala arah, mencari keberadaan ibunya, tapi percuma. Suasana pun berubah menjadi semakin hening. Satu-satunya sumber suara adalah suara berdenging di telinga Damar yang memekakkan telinga.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar