Ambang
2. Act 2

CUT TO:

11. INT. RUANG TAMU RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Laras menoleh, menahan Damar yang hendak pergi.

LARAS

Mas Damar wis mangan awan urung?

Mendengar pertanyaan Laras, Damar

pun berhenti.

DAMAR

Uwis, ndek mau ning kantin.

LARAS

Tenane? Wes pokok e, nek Mas

Damar ngelih, langsung njipok

ae yaa. Ning mejo enek ayam kecap.

DAMAR

Nggeh.

Setelah Damar pergi, dengan sigap Laras menyusul Mbah Jatmiko yang sudah menunggu di Ruang Makan.

CUT TO:

12. INT. DAPUR DAN RUANG MAKAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Mocca memejamkan mata dan mendengkur dengan nyaman di atas pangkuan Mbah Jatmiko yang termenung sambil mengelus-elus dirinya. Kemejanya nampak lusuh bekas terbungkus jaket. Laras lantas menuangkan segelas air dan memberikannya pada tuannya.

LARAS

Ndek wau pripun Mbah teng sekolah?

Mbah Jatmiko masih menunduk menatap Mocca sambil menggeleng.

CUT TO:

13. INT. KAMAR DAMAR DI RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Damar dengan celana lapangan selututnya, menutup lemari pakaian dan mengenakan kaos hitam yang masih memiliki bekas lipatan, untuk menutupi tubuh kurusnya.

Tanpa manset tangan hitam miliknya, nampak dengan jelas luka-luka sunut rokok pada lengannya hasil karya ia sendiri. Ia kemudian menghampiri empat ekor Tarantula peliharaannya yang ia simpan masing-masing dalam satu enclosure. Dan untuk membunuh sepi, Damar memangku salah satu enclosure tarantulanya yang berjenis Chromatopelma Cyaneopubescens. Damar pun mengajak tarantulanya yang bernama Langit itu berbicara.

DAMAR

Menurutmu, aku kudu pindah

sekolah po ora ya? Jane aku yo

pingin sih pindah, muak aja gitu

karo wong-wong munafik di sekolah.

Tapi yaaa meh gimana lagi..

Jelas Langit hanya diam tak menjawab. Damar refleks menengok ke kalender yang tergantung di dinding kamarnya. Di sana tertulis kalau terakhir kali Damar memberi makan keempat tarantulana adalah empat hari yang lalu. Ia pun bangkit, mengambil subuah gelas plastik putih transparan yang ia bawa keluar kamar lengkap dengan penutupnya.

CUT TO:

14. INT. DAPUR DAN RUANG MAKAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Damar keluar dari kamar. Damar melangkah melewati ruang keluarga yang luas, yang mana ruangan ini adalah pusat dari berbagai ruangan yang pintunya mengelilingi di sisi kanan dan kirinya. Damar terus berjalan sampai mendekati ruang makan. Sayup-sayup, ia mengetaui kalau kakeknya dan Laras sedang membicarakan dirinya.

MBAH JATMIKO (O.S.)

Hhh, aku wes gak eroh maneh gek yo

kudu piye ning Damar. Kaet mbiyen

mesti nggawe rusuh. Kadang aku

kesel ngebarne kelakuane dek e..

Begitu Damar tiba di Ruang Makan, Mbah Jatmiko dan Laras langsung hening tak bergeming. Damar pura-pura tidak tahu dan tidak mendengar apa-apa. Damar hanya melirik ke arah mereka dan berjalan ke halaman belakang tanpa menghiraukan mereka.

CUT TO:

15. EXT. TERAS BELAKANG RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Di teras belakang, terdapat satu kandang kecil berjaring yang digantung berjajar dengan tanaman-tanaman gantung.

Kandang kecil itu berisi jangkrik-jangkrik. Damar menurunkannya dan mengambil 8 jangkrik yang ia masukkan ke dalam gelas yang ia bawa. Tapi sebenarnya pikirannya sedang tidak fokus. Ia memikirkan apa yang dikatakan Mbah Jatmiko sebelumnya. Alhasil, dua jangkrik melompat kabur dari gelas yang ia pegang. Damar pun kembali mengambil jangkrik tambahan dari kandang.

CUT TO:

16. INT. DAPUR DAN RUANG MAKAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Seselesainya dari halaman belakang, Damar kembali melewati kakeknya dan Laras yang masih terdiam, menunggu dirinya benar-benar tidak berada di dekat mereka. Damar sebenarnya penasaran dengan obrolan mereka, tapi ia masih sungkan dengan kakeknya, sehingga ia berjalan saja acuh tak acuh seolah tidak ada orang di ruangan itu. Ia hanya melirik sesekali ke arah mereka.

Begitu Damar masuk ke kamarnya, Mbah Jatmiko kembali berdiskusi dengan Laras.

LARAS

Biyuh, emange enek opo to

jane Mbah?

Mbah Jatmiko meminum air yang disediakan Laras dan menjawab.

MBAH JATMIKO

Damar ora munggah kelas.

LARAS

Yoh, mosok to Mbah?

MBAH JATMIKO

Ya mosok aku ngapusi? Lha opo

tak dudehne rapote?

Laras masi tidak percaya. Walaupun ia tidak kaget dengan berita itu, ia terus menggelengkan kepalanya. Tangan kanannya bertumpu pada meja untuk menyangga keningnya. Ia kemudian menatap kembali Mbah Jatmiko dan bertanya dengan nada khawatir.

LARAS

(khawatir)

Lha terus Mas Damar e piye? Melasi

temen yaa Allah.

MBAH JATMIKO

Gak eroh. Koe takono dewe ae ning

bocahe. Uwis males aku urusan karo wonge.

LARAS

Yoo alaaaahh, Mbaaah, arep tekan

kapan to Mbah gak ngapurani Mas

Damar? Melasi cah e lho Mbaah.

MBAH JATMIKO

Aku isih pegel polll, Ras.

Lain dengan Laras, Mbah Jatmiko justru tidak nampak sedih atau khawatir sama sekali. Ia justru nampak cuek. Tapi Laras tidak bodoh. Ia tahu kalau Mbah Jatmiko hanya gengsi menunjukkan perasaannya yang sebenarnya. Itulah mengapa sejak awal pembicaraan, Mbah Jatmiko tidak menatap Laras sama sekali. Laras pun menjawab.

LARAS

Tapi Mas Damar tasih mbutuhne

panjenengan, Mbaaah.

MBAH JATMIKO

Alahh, yowes lah, koe ngerewangi

aku koyo biasane ae.

Mendengar itu, Laras menyeringai kecil dan sedikit menggeleng. Kedua tangannya meraih Mocca dari pangkuan Mbah Jatmiko, lantas menimang-nimang kucing Maine Coon orange tersebut.

LARAS

Aku jane tasih mboten kaboten,

tapi ajeng sampek kapan Mbah

arep koyok ngene ki terus? Lha

niku sampun wolung taun sing mbien

lho Mbah. Pas niko, Mas Damar tasih

cilik, isik kurang ngerti. Mosok

sih Mbah tego karo putune dewe?

Nek Mbah tesih koyo ngene, Ibuk

mboten bakal tenang! Cobo ditingali,

ora cuman Si Mbah sing ngeroso, tapi

Mas Damar yo ngeroso!

Mbah Jatmiko hanya diam. Ia kembali memalingkan posisi duduknya dari Laras lantas menghabiskaan sisa air putihnya dan menghela napas panjang.

LARAS

Wes, terserah Embah lah nek ngono.

CUT TO FLASHBACK:

17. INT. KAMAR GUPITA DAN ESTU. JAKARTA - MALAM

Estu (L, 37) baru saja keluar dari kamar mandi. Di atas tempat tidur, Gupita sedang duduk bersandar pada headboard dengan kedua kaki dibiarkan lurus sambil sibuk membaca buku mengenai Disleksia. Rambutnya yang hitam lurus dan panjang, diikat tingi-tinggi maksud agar tidak menghalangi pandangannya saat membaca. Melihat kehadiran suaminya, ia lalu memanggil Estu untuk membicarakan beberapa hal penting.

GUPITA

Pah, tadi siang aku jadi bawa

Damar ke Psikolog.

Estu duduk di dekat Gupita. Ia mengangkat kedua kaki Gupita lantas meletakkannya pada pangkuannya sambil memijit-mijit kecil kedua kaki istrinya itu, lalu ia menjawab.

ESTU

Terus gimana katanya?

GUPITA

Bener kan kataku, Damar itu Disleksia!

Kata Psikolognya bisa diatasin sih,

asal Damar rajin terapi dan kita

didik bener-bener.

ESTU

Maaf ya, aku lembur mulu akhir-

akhir ini. Soalnya lagi ada

tugas besar dari Jenderal.

GUPITA

Nggak papa.

Gupita berhenti membaca. Ia meletakan buku itu di atas pangkuannya lantas menatap suaminya lekat-lekat.

GUPITA

Aku rencananya mau resign. Aku

pengen fokus ngerawat Damar

aja di rumah.

Jelas Estu terkejut mendengar perkataan istrinya. Refleks ia langsung bertanya seraya mencengkram kaki istrinya.

ESTU

(terkejut dan heran)

Lho, kamu yakin? Kamu kan asisten

koki. Emang gapapa tuh maen keluar-

keluar aja? Chef Indra nanti gimana?

GUPITA

Dia pasti ngerti, lah. Dia kan

juga punya anak. Aku nggak mau

nyerahin tugas ngedidik Damar ke

baby sitter. Bukan apa-apa, aku

cuma pengen mastiin aja kalo Damar

terdidik dengan tepat. Kan belom

tentu baby sitter itu ngerti caranya

ngedidik anak Disleksia.

Estu menghargai pemikiran istrinya. Ia menghela napas lalu sambil tetap memainkan pergelangan kaki Gupita, ia kembali bertanya.

ESTU

Kamu sendiri udah ngerti emang?

GUPITA

Ya makanya ini lagi belajar. Aku

kan juga konsul terus sama

Psikolognya Damar.

CUT TO:

18. INT. DEPAN PINTU KAMAR GUPITA DAN ESTU. JAKARTA - MALAM

Dari balik pintu, sebenarnya Damar mendengar obrolan orang tuanya. Damar yang tidak mengerti apa-apa, merasa senang mendengar ibunya akan menghabiskan waktu bersamanya setiap hari. Tiba-tiba seekor nyamuk hinggap dan menghisap darah di tangannya. Ia pun menepuk tangannya. Tak lama berselang, ayahnya keluar membuka pintu kamar.

ESTU

Kamu belom tidur, Mar?

DAMAR

(tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya)

Damar pengen tidur sama Papah-mama.

Damar kan jarang ketemu Papah.

Estu tetap berdiri, bersandar pada kusen pintu dan memandang Damar.

ESTU

Kamu tidur di kamar kamu aja ya.

Papah lagi ada obrolan penting

sama Mama.

Tanpa Estu sadari, Gupita datang, membuka daun pintu lebih lebar, dan berlutut menyejajarkan pandangan dengan Damar.

GUPITA

(sambil memegang kepala Damar)

Damar Sayang, kamu tidur di kamar

kamu aja ya sama Mama? Gimana? Mau kan?

Damar pun tersenyum dengan berat dan mengangguk. Gupita lantas meraih tangan Damar, dan mengantarkannya ke kamar.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar