Ambang
4. Act 4

BACK TO:

32. INT. KAMAR DAMAR DI RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - PAGI

Baru saja Damar tidur di kasurnya lengkap dengan selimut di tubuhnya. Sketchbook, alat gambar, asbak rokok, semuanya sudah rapi disimpan di atas meja. AC sudah menyala, daun jendela juga sudah ditutup, meski belum dikunci.

Pagi itu terasa hening di kamar Damar. Satu-satunya sumber suara, adalah erangan Damar yang sibuk bergelut dengan mimpi buruk.

CUT TO:

33. INT. DALAM MIMPI DAMAR - PAGI

Damar berada dalam ruang kosong. Semuanya gelap, hanya ada satu spotlight yang mengarah pada sosok pria yang pingsan, dengan kepala ditutup, serta tangan dan kaki yang diikat pada tiang kayu yang tertancap ke tanah.

Awalnya, Damar sempat kebingungan, tapi ia langsung berlari ke arah pria tersebut dan berusaha menolongnya. Saat ia mendekat, ia baru sadar kalau pria itu adalah kakeknya. Damar pun berusaha membuka ikatan pada kaki Mbah Jatmiko.

Mata Damar fokus pada tali yang mengikat kaki kakeknya, namun tiba-tiba pandangannya menjadi silau. Saat ia sadar, muncul dua orang pria tambahan berjajar di sisi kanan Mbah Jatmiko, dengan kondisi yang sama. Pria yang satu, nampak bertubuh gempal, sedangkan yang satunya lagi tinggi dan sangat kurus.

Damar berusaha secepat mungkin menyelamatkan kakeknya. Tali pada kaki Mbah Jatmiko pun akhirnya terlepas. Damar lalu mendudukkan Mbah Jatmiko, membuka karung yang menutupi kepalanya, lantas berusaha melepaskan ikatan pada tangan kakeknya itu.

Kali ini, simpul pada tali itu begitu sulit. Jauh berbeda dengan yang ada pada kaki sebelumnya. Ini kali pertama Damar melihat simpul tali semacam ini. Dengan tangan yang gemetar, Damar semakin gugup.

Tiba-tiba, ia dikejutkan oleh suara pistol menggelegar. Ia pun menoleh ke arah suara tersebut. Nampak sosok pria bertopeng burung gagak dengan pakaian serba hitam, sedang memegang pistol. Pria Gagak itu baru saja menembak Si Prria Gempal. Ia lalu mengarahkan laras pistolnya ke arah pria yang tinggi seraya menarik pelatuk. Damar pun semakin panik.

DUAAARR! Suara tembakan kembali menggelegar. Pria tinggi kurus itu pun turut tumbang. Damar takut. Ikatan pada tangan Mbah Jatmiko tidak juga terlepas. Dan lagi-lagi, suara pelatuk pistol yang sedang ditarik pun terdengar. Damar menangis. Tak lama kemudian, Mbah Jatmiko akhirnya tertembak. Dan Pria Gagak itu pun menghilang.

Damar berdiri, panik, bingung. Darah yang berasal dari kakeknya dan dua pria lainnya mengalir, membanjiri lantai. Damar memegangi kepalanya, berusaha menenangkan diri di tengah kepanikan. Tapi dia merasa ada yang aneh dengan tangannya. Tanpa ia sadari, dalam genggamannya, ia memegang pistol yang sama, yang digunakan Si Pria Gagak. Damar pun semakin panik, dan semakin panik lagi setelah sadar kalau ia memakai pakaian yang sama dengan Si Pria Gagak. Bahkan ia juga mengenakan topeng yang sama.

Damar pun berteriak.

CUT TO:

34. INT. RUANG KELUARGA RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - PAGI

Teriakan Damar terdengar sampai ke Ruang Keluarga, menyadarkan Laras yang sedang memberikan suntik insulin pada Mbah Jatmiko.

Mbah Jatmiko menggerakkan kepalanya sambil menatap Laras, seolah mengisyaratkan Laras untuk mengecek keadaan Damar. Laras mengangguk, lantas berjalan, mendekati pintu kamar Damar, lalu mengetuk pintunya.

LARAS

Mas? Mas Damar?

Beberapa saat kemudian, Damar membukakan kunci pintu kamarnya. Wajahnya masih nampak sangat mengantuk dan lusuh. Anak itu membuka separuh gagang pintu, jelas kalau ia tidak ingin Laras masuk ke kamarnya.

LARAS

Mas Damar ogak popo to?

DAMAR

Gak popo, biasa, cuma mimpi.

Nyapo, Mbak?

LARAS

Sarapan ae ndisik nggeh Mas. Wes

tak masakne pecel karo bakwan,

enak lah pokok e.

DAMAR

Aku tak cuci muka dulu nek no.

Saat pintu kamar Damar hampir tertutup rapat, Damar membukanya kembali dan bertanya pada Laras.

DAMAR

Eh, Mbak. Mbak ngerti ra, kok aku

wis neng kasur yo? Perasaan mau ki

aku jam empatan sik ning kursi.

LARAS

Ndek mau subuh Mas Damar tak gugah

saka njobo jendelo, terus Mas

Damar pindah dewe ning kasur.

DAMAR

Mosok to? Kok aku gak eling

ngerapihin alat gambar karo

nyalain AC ya? Mana jendela urung

tak kunci wisan. Nek rampok masuk

kan ngeri.

LARAS

Mas Damar isik setengah turu paling,

mangkane gak eling. Lha mosok iyo

aku mlebu kamar e Mas Damar lewat

jendelo terus mindahne Mas Damar?

Kan yo ra mungkin! Opo neh Embah,

luweh ra mungkin neh. Ya to Mas?

DAMAR

Iyo paling ya? Yowis lah nek ngono.

Laras pun kembali pada Mbah Jatmiko yang menunggunya di sofa untuk menyimpan kembali obat-obatan pada tempatnya. Sebelum Laras beranjak pergi ke dapur, Mbah Jatmiko kembali memanggil Laras.

MBAH JATMIKO

Ras.

LARAS

Dalem?

Tangan Mbah Jatmiko memberi gestur agar Laras ikut duduk di sebelahnya.

MBAH JATMIKO

Koe gak ngomong opo-opo kan?

LARAS

oraaaaa, aman nek karo aku, Mbah.

MBAH JATMIKO

Mengko koe ewangono Damar ngeresik i

karo natani kamar e yo. Bar ngono,

jak en dek e nyapo kek, nek gak,

wehono dek e panganan opo terserahmu.

Tapi, ojo ngomong nek aku sing ngekon.

Nek koe ngomong, tak uantemi koe.

Baru saja Laras membuka mulut hendak protes, Mbah Jatmiko langsung memotongnya.

MBAH JATMIKO

Wes ra sah protes. Sing nggaji koe

ki aku. Pokok e, koe ki ewangono aku

dadi perantara neng putuku koyok

biasane ae.

Mbah Jatmiko lantas terdiam sambil mengelus Caramel yang baru saja melompat ke pangkuan Mbah Jatmiko. Kakek itu hanya diam dan terus mengelus kucingnya dengan tatapan kosong penuh kesedihan.

CUT TO:

35. INT. DAPUR DAN RUANG MAKAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - PAGI

Damar rindu dengan nasi dan lauk yang sesungguhnya. Pagi itu, Damar balas dendam dengan makan porsi besar. Separuh piring telah Damar habiskan saat bunyi blender yang sedari tadi menggema di dapur dan ruang makan akhirnya berhenti. Laras pun menghampiri dengan jus jambu manis di tangannya.

LARAS

Wes sui yo gak ngingeti Mas Damar

maem ning kene. Entekno wae segone,

mengko aku tak masak maneh awan.

DAMAR

Nggeh Mbak, makasih.

LARAS

Engko sak bare maem, aku oleh ngewangi

Mas e ngeresik i kamar ora? Kamar

mas e mau subuh tak ingeti behhhhh

ruapi puol mayare. Sampek aku

muuumet ngerasak ne.

Damar tertawa kecil dan menjawab.

DAMAR

Ra usah Mbak. Aku sendiri ae.

LARAS

Tenane?

DAMAR

Iyoo gak popo. Aku soale ki gak

seneng nek enek wong ngutak-ngatik

barang-barangku.

LARAS

Yowes nek ngono.

Dengan cekatan, Laras langsung mengambil trash bag kecil di dapur, lalu lanjut ke kamar mandi belakang untuk mengambil sapu dan bak kosong lantas kembali lagi ke ruang makan.

LARAS

Engko klambi reget e dideleh ning

kene wae, bar kui gowonen langsung

ning kamar mandi mburi, ben aku sing

umbah-umbah. Terus, sampah e dekek en

plastik iki ae, terus mengko gowonen

ning ngarep omah. Gek ojo lali, mengko

barang-barange kabeh ditatani, terus

disapu, iki sapune. Ben aku ae sing

ngepel. Engko yo ojo lali sprei ne

diganti, wes rong minggu, to?

DAMAR

Nggeh Mbaaak.

LARAS

Bar resik-resik, ojo lali adus.

Nek ra adus marai regetane teko meneh.

DAMAR

Iyo Mbaaak, iyooo. Yoh muniiii ae..

CUT TO:

36. INT. KAMAR DAMAR DI RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - MONTAGE

Awalnya, Damar ogah-ogahan membenahi kamarnya, tapi setelah beberapa menit, ia mulai terbiasa. Lagu-lagu rock berkumandang di telinga Damar dari handphone-nya menggunakan earphone. Ditemani dendang rock tersebut, Damar membereskan semua kekacauan yang ada di kamarnya.

CUT TO:

37. INT. DAPUR DAN RUANG MAKAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Begitu Damar selesai mandi dan bersih bersih, masih dengan rambut yang setengah basah, ia pergi ke dapur menghampiri Laras.

DAMAR

Nggawe opo to Mbak? Wangine

kok sampe ke kamarku.

LARAS

Dadar gulung, Mas. Kui lhoo

sing wis dadi enek ning mejo.

Langsung saja Damar memakan dadar gulung di meja makan. Dengan mulut yang masih mengunyah, ia kembali berbicara pada Laras. Setiap Damar makan makanan manis, mood-nya memang nampak lebih baik.

DAMAR

(dengan ceria)

Mbak, boleh ta besok bikinin

donat madu?

LARAS

Tapi, donat maduku ra seenak

gaweane Ibuk, Mas.

Damar mendadak diam, Laras menyesal membahas tentang Gupita, ia pun langsung mengalihkan pembicaraan.

LARAS

Ehh, nganu, Mas, piye sidone,

Mas pengene pindah sekolah opo piye?

DAMAR

Aku sih pengene pindah, tapi Mbuh

Mbah pengennya gimana.

LARAS

Kae lho, Mbah e lagi lungguh karo

Caramel. Jajal rono ngobrol karo

ditawani dadar gulung e.

Damar menghela napas dan memberanikan diri menghampiri kakeknya seraya membawa piring dadar gulung di tangan.

CUT TO:

38. INT. RUANG KELUARGA RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Kedatangan Damar ke sofa membuat Caramel pergi bermain dengan Mocca.

DAMAR

Ki enek dadar gulung dari

Mbak Laras, Mbah.

Mbah Jatmiko melirik sesaat pada piring dadar gulung.

MBAH JATMIKO

Yo, deleh en ning kono ae.

DAMAR

Nganu Mbah-

Belum sempat Damar selesai bicara, handphone Mbah Jatmiko berdering.

MBAH JATMIKO

Halo Pak Adi? Iyo, kenopo, Pak?

Mbah Jatmiko menjawab telepon dengan ramah dan senyum di wajahnya. Senyum yang sudah lama dan jarang sekali Damar lihat. Samar-samar, terdengar kalau suara di seberang sana meminta perpanjangan waktu untuk membayar uang sewa kontrakan. Sedang Damar menunggu kakeknya menelpon, ia menyibukkan diri dengan handphone-nya.

MBAH JATMIKO

Oalaaah iyo gak popo. Mbayar e

seisone Pak Adi wae.

Terdengar Pak Adi mengucapkan terima kasih.

Melihat Damar kesulitan berbicara dengan Mbah Jatmiko, Laras ikut bergabung di sofa sebelah Damar, maksud agar Damar lebih berani bicara.

MBAH JATMIKO

Yoo wa 'alaikum salam.

Mbah Jatmiko pun menutup telepon. Begitu telepon ditutup, ekspresi Mbah Jatmiko langsung kembali seperti semula. Dingin, sedih, banyak pikiran.

Damar pun berusaha memecah keheningan dengan kembali membahas topik yang terputus.

DAMAR

Nganu Mbah, aku niat e meh pindah

sekolah ning SMK seni ning Jogja,

terus mengko ning kono ngekos.

Kira-kira oleh po gak, Mbah?

MBAH JATMIKO

Emange koe iso ngurus awakmu

dewe ning kono?

DAMAR

Yo mengko nek wis ngekos kan yo

mau gak mau mesti iso.

MBAH JATMIKO

Yowis lah terserahmu. Koe meh

pindah sekolah kek, nggak munggah

kelas kek, arep ngekos kek,

urusanmu dewe.

DAMAR

LOH KOK MBAH PROTES? EMANG SAMPE

SEKARANG MBAH NGURUSI AKU? ORA TO?!

BERARTI MBAH GAK BERHAK BLAS BUAT

PROTES NING AKU.

MBAH JATMIKO

SOPO SING PROTES? KAN MAU MBAH

WIS NGOMONG, TERSERAHMU! Lha wong

iso opo koe nek ra enek duit soko aku?

Arep ngekos? Mangan soko ngendi koe

emange? Ra sopen eram.

DAMAR

MBAH SAK JANE KI MAUNE OPO SIHHHH?!

Mbah Jatmiko menghela napas dan malah bangkit meninggalkan ruang keluarga.

MBAH JATMIKO

Wis lah, Mbah arep ning kontrakan ae.

Urusi ae urusanmu dewe.

Damar ikut bangkit mengejar kakeknya.

DAMAR

AKU URUNG BAR NGOMONG, MBAH!

Tangan Damar hendak melempar asbak rokok dari atas meja ruang keluarga ke arah Mbah Jatmiko, tapi tangannya ditahan oleh Laras, sehingga asbak itu hanya mengenai lantai. Meski Mbah Jatmiko sadar apa yang dilakukan cucunya, tapi ia tidak mempedulikannya. Ia justru meninggalkan Damar, membuka kunci pintu dan pergi dari rumah dengan wajah penuh penyesalan.

Sambil menggerutu, Damar memilih untuk masuk ke kamar dengan sedikit membanting pintu.

LARAS

Wes, angel iki, angel tenan.

Yohhh yoh, ngene men to yoh nggolek duit.

Laras mengeluh seraya menggelengkan kepalanya sembari membereskan asbak yang tergeletak di lantai. Setelah itu, ia pun mendekat ke pintu kamar Damar dan mengetuknya. Cukup lama Laras menunggu sampai akhirnya Damar membukakan pintu.

LARAS

Mas Damar, Mbak oleh mlebu po ra?

Damar tidak menjawab, tapi tangannya membukakan pintu lebar-lebar untuk Laras.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar