Ambang
3. Act 3

BACK TO:

19. INT. KAMAR DAMAR DI RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Bila melihat ke sekeliling kamar Damar, dapat dilihat dinding-dinding kayu jati pada kamar itu penuh oleh gambar-gambar dan lukisan hasil karya Damar. Sebagian besar gambar tentang burung gagak yang ia buat menggunakan pensil, sedangkan lukisan-lukisannya ia buat dengan cat akrilik dan cenderung abstrak. Di sudut ruangan, nampak baju-baju kotor Damar menumpuk bergunung-gunung. Tempat tidurnya pun berantakan. Dan kalau bukan karena pengharum ruangan, kamarnya sudah bau baju kotor dan rokok. Masalahnya, jangankan untuk membereskan kamar, untuk tidur saja Damar enggan.

Setelah memberi makan tarantula dan melihat mereka makan, Damar mulai merasa lebih tenang. Ia meraih tasnya untuk mengambil rokok dan korek, tanpa mengembalikan kotak-kotak enclosure tarantula pada raknya. Ia pun langsung duduk di kursi dekat jendela, lantas membuka jendela untuk jalan keluar asap rokok dan meletakkan asbak pada kusen jendela. Damar duduk, merenung, memandangi halaman rumah kakeknya. Sambil duduk, Damar asyik searching-searching tentang SMA Seni di Jogja. Ia pun senang dan senyum-senyum sendiri membayangkan ia bersekolah di SMK Seni. Tapi senyum itu tidak bertahan lama. Ekspresi Damar berubah menjadi bingung.

Tanpa ia sadari,rokoknya sudah habis. Damar pun bangkit mengenakan hoodie hitam, lepas itu ia mengambil tas belanja dan dompet, sebelum ia keluar meninggalkan kamar.

CUT TO:

20. INT. RUANG KELUARGA RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SORE

Damar keluar dari kamar. Saat sedang mengunci pintu, di ruang keluarga ia disambut oleh Laras yang sedang menyapu.

LARAS

(sambil memegang sapu)

Mas Damar, mengko bengi arep

dimasakne opo?

DAMAR

Aku gak melu mangan bengi, Mbak.

Aku pengen tuku neng njobo ae

sisan tuku rokok.

Langsung saja Damar melangkah pergi. Laras menggeleng dengan sapu di tangannya. Ia lelah dengan keadaan rumah itu.

LARAS

Yoh, ora mbahe, ora putune,

uangel kabeh..

Dari tempat Laras berdiri, terdengar suara Damar membuka kunci pintu depan rumah. Laras pun melanjutkan menyapu.

CUT TO:

21. EXT. DEPAN MINIMARKET. MADIUN - SORE

Damar memasuki salah satu minimarket di dekat rumahnya. Di pinggir jalan itu, nampak pula enam anak-anak yang sedang bermain bola futsal.

CUT TO:

22. INT. MINIMARKET. MADIUN - SORE

Damar mengambil banyak sekali makanan. Mulai dari makanan ringan, biskuit, wafer, roti, mie instan cup, kopi, serta air 1.5 liter. Seolah ia hendak pergi jauh dalam waktu yang lama. Semua makanan dan minuman itu ia masukkan ke keranjang dengan cuek, dan tak sadar kalau ia berpapasan dengan dua orang ibu-ibu. Ia tidak peduli siapapun yang ia temui, atau berpapun uang yang ia keluarkan. Yang ia pedulikan hanya melampiaskan emosinya dengan makan. Hal ini jelas bertolak belakang dengan bentuk tubuh Damar yang sangat kurus.

Saat mengantri di kasir, dua orang ibu-ibu itu juga mengantri di belakang Damar. Meski sayup-sayup, tapi Damar mampu mendengar ucapan mereka berdua.

IBU 1 (P, 42)

Heh, Yu, kui porane anu yo,

Damar putune Mbah Jatmiko kae, ya?

IBU 2 (P, 40)

Iyoo, tarah yo aku wes ngingeti kok.

IBU 1

Loh, cah kui lak mbien pernah...

IBU 2

Heh, heh, uwis ora usah diomong.

Ra penak.

Wajah Damar semakin kesal. Setelah membayar, ia bergegas keluar minimarket dan mengabaikan dua ibu-ibu itu.

CUT TO:

23. EXT. PINGGIR JALAN. MADIUN - SORE

Damar berjalan menenteng tas belanja di tangan kanan dan kirinya. Disaat ia sedang berjalan, ia berpapasan dengan anak-anak tadi yang sedang bermain futsal. Mereka berusia sekitar 8-11 tahun. Tiba-tiba, bola mereka mengarah ke Damar. Refleks, Damar pun menendangnya ke arah mereka. Operan Damar tadi ditangkap dengan baik oleh salah seorang anak.

AMRI (L, 8)

Mas, ayo dolan karo adewe sisan!

Damar pun meletakkan belanjaannya dan bermain dengan mereka sesaat. Tapi, tak lama setelah itu, ibu dari salah satu anak datang menjemput anaknya.

IBU AMRI (P, 32)

Amri, rene ayo mulih! Kan uwis tak omongi to, ojo dolan karo Mas kui!

Si anak yang bernama Amri itu nampak kesal karena tidak mengerti cara berpikir ibunya.

AMRI

Tapi nanggung ki lho, Bu.

Tanpa pikir panjang, ibunya Amri pun datang mendekat dan menarik tangan Amri untuk pulang ke rumah.

Damar merasa sungkan dengan anak-anak yang lain. Ia pun berinisiatif menawarkan makanan yang baru saja ia beli di miniarket pada mereka. Tapi mereka nampak ragu untuk mengambil. Sampai salah satu dari mereka mengajak teman yang lainnya untuk pergi berlari meninggalkan Damar.

Damar pun memutuskan untuk pulang ke rumah.

CUT TO:

24. INT. KAMAR DAMAR DI RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SORE

Brak! Damar membanting pintu dengan kesalnya. Ia juga langsung menguncinya dengan kasar dan melempar jaketnya ke kasur.

DAMAR

(sedikit berteriak)

Asu! Capek aku idup ning kene!

Karena masih kesal, Damar membuka laptopnya.

Baru setelah ia menonton film sambil makan, moodnya langsung berubah menjadi ceria dan tertawa-tawa kembali.

CUT TO FLASHBACK:

25. INT. RUANG SD KELAS 1B. JAKARTA - PAGI MENJELANG SIANG

Suasana kelas cukup kondusif kala itu. Guru Bahasa Indonesia di kelas Damar sedang memberikan pelajaran tentang dongeng. Ibu Guru (P, 48) tersebut menunjuk beberapa murid secara acak untuk membaca dongeng berjudul "Kasih Ibu", tentang anak dan ibu rusa yang saling melindungi dari kejaran singa. Tiap anak kebagian membaca satu paragraf dari cerita itu dan didengarkan oleh satu kelas.

Salah seorang anak sedang membacakan paragraf jatahnya, sedangkan satu kelas menyimak untuk itu.

ANAK SD 1 (L, 7)

Karena tubuhnya yang kecil, Anak

Rusa mampu menyadari ada hewan

lain yang mengintai di balik ilalang.

Tapi ia masih belum sadar tentang

bahaya yang akan datang. Ia masih

lanjut meminum air sungai dengan

anggota koloni lainnya. Lalu

tiba-tiba, Si Singa keluar dari

persembunyiannya dan berusaha

menangkap Ibu Rusa.

IBU GURU

Bagus, bagus. Sekarang gliran Damar.

Coba Kamu baca paragraf abis ini.

Sayangnya, Damar hanya diam dan kebingungan.

IBU GURU

Ayo Damar, bisa nggak? Pelan-

pelan aja coba. Gapapa.

Damar mencoba membaca.

DAMAR

(terbata-bata)

Ta-taas Si-singa danhek.

Semua murid tertawa mendengar cara Damar membaca. Bahkan teman sebangkunya pun ikut tertawa lepas.

TEMAN SEBANGKU DAMAR (L, 7)

Kamu baca apa sih tadi?

Hahahahahahahahaha.

Refleks, Ibu Guru menghentak-hentakkan spidol ke meja sambil berusaha menenangkan suasana kelas.

IBU GURU

(berteriak)

Semuanya, semuanya, diem dulu!!

Setelah semuanya diam, Ibu Guru pun melanjutkan.

IBU GURU

Damar, Kamu ikutin Ibu aja, ya.

Damar menatap gurunya itu dan mengangguk.

IBU GURU

Saat Singa hendak menangkap Ibu Rusa-

DAMAR

Saat Singa hendak menangkap Ibu Rusa-

IBU GURU

Anak Rusa langsung mengalihkan

perhatian Si Singa-

DAMAR

Anak Rusa langsung mengalihkan

perhatian Si Singa-

CUT TO:

26. INT./EXT. DEPAN RUANG KELAS 1B SD. JAKARTA - SIANG

Gupita datang menjemput Damar. Rambutnya yang hitam panjang dan lurus, ia gulung tinggi ke belakang.

Pakaiannya rapi dan santai dengan kaos yang dimasukkan ke dalam celana jeans berlilitkan ikat pinggang coklat, serta sneakers putih sebagai alas kaki.

Ia berdiri di dekat pintu kelas menunggu Damar keluar ditemani ibu-ibu lainnya. Sampai ketika sekolah pun selesai dan anak-anak keluar kelas.

Damar keluar bersama Ibu Gurunya dengan wajah sedih karena malu ditertawakan teman-teman.

GUPITA

Haloo Sayang, gimana sekolahnya?

IBU GURU

Ibu, Ibunya Damar?

GUPITA

Iya, ada apa ya, Bu?

Beberapa murid yang belum pulang berjalan keluar melewati mereka. Ada satu-dua anak yang sesekali menatap mereka karena penasaran akan apa yang hendak mereka bicarakan.

IBU GURU

Begini, Damar kan udah kelas 1 SD,

tapi dia ternyata masih belum

bisa baca, saran saya tolong di

rumah diajarkan lagi baca-tulisnya

ya, Bu. Soalnya kan kalo di sekolah

murid kita ada banyak ya, jadi nggak

bisa fokus sama Damar aja kalo

Damar ketinggalan pelajaran.

Merasa direndahkan, Gupita sempat memasang wajah ketus dan kesal mendengar hal itu, tapi ia berusaha tenang dengan mengatur napas, dan ia pun tersenyum sebelum menanggapi Ibu Guru Damar dengan nada 'nyolot'.

GUPITA

(dengan ketus)

Tadi anak saya baca apa?

IBU GURU

Tadi kalo nggak salah, yang harusnya

'saat Singa hendak', sama Damar

dibaca 'taas Singa danhek' atau

apa, saya lupa-

Belum sempat Ibu Guru menyelesaikan kalimatnya, Gupita langsung berlutut dan berbicara pada Damar.

GUPITA

Sayang, kamu bener bacanya kaya gitu?

DAMAR

Iya, Ma.

GUPITA

Waaaah, hebat! Kamu udah bisa bedain

huruf B sama huruf D. Itu baru anak Mama!

DAMAR

Tapi kata Ibu Guru aku bacanya

masih berantakan.

GUPITA

Nggak papa, nanti di rumah kita

belajar lagi. Mama masakin kamu

donat madu loh. Kamu suka, kan?

DAMAR

Tapi tadi temen-temen pada

ngetawain aku, Ma.

Gupita berdiri, menggandeng tangan Damar dan bicara sambil sesekali melirik dengan pandangan sinis pada Ibu Gurunya Damar.

GUPITA

Ohh, nggak masalah, nanti kalo ada

pelajaran menggambar, temen-temen

kamu yang bakal malu sama gambar

kamu. Kamu kan seniman kebanggaan

Mama. Yuk pulang..

Gupita pun pergi bersama Damar, tanpa menghiraukan Gurunya Damar yang melihat mereka sambil menggerutu dan bergegas pergi.

GUPITA

Damar Sayang, tadi Kamu dapet

kiriman sweater dari Embah. Nanti

kamu cobain deh kalo udah sampe rumah.

DAMAR

Waaah beneran, Mah?

GUPITA

Iyaa. Nanti kamu telpon Embah ya,

bilang makasih.

DAMAR

Siaap, Mah.

Hening sejenak, Damar lalu melanjutkan.

DAMAR

Papah nanti pulang jam berapa, Ma?

GUPITA

Papah pulangnya maleeeem banget.

Soalnya kan Papah sibuk ngejagain

negara kita.

DAMAR

Aku mau nungguin Papah pulang boleh?

GUPITA

Boleh. Gimana kalo kamu nungguin

Papah sambil nemenin Mama bikin

makan malem? Mama rencananya mau

bikin sop iga. Kamu suka, kan?

DAMAR

Iyaaah..

Mendengar itu, Damar mengangguk dengan senyum antusias dan air wajahnya pun langsung kembali ceria.

BACK TO:

27. INT./EXT. KAMAR DAMAR DI RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SUBUH

Semakin berjalannya waktu, kamar Damar semakin berantakan dengan tambahan sampah makanan yang ia beli tadi sore.

Malam itu, Damar tidak bisa tidur. Semalaman, ia hanya menggambar di kursi rotan dekat jendela. Kali ini, ia menggambar seorang pria yang dikerumuni burung gagak. Begitu gambarnya selesai, Ia langsung menutup dan menyimpan sketchbook-nya. Damar lantas membuka jendela dan mulai merokok.

Damar melamun, menatap langit gelap yang mulai nampak sedikit kebiruan. Jam menunjukkan pukul 4 pagi. Diam, diam, diam, lama-lama pikiran negatif Damar mulai kembali menguasainya. Ia merunduk dan menangis. Jemarinya mencengkram rambut di kepalanya.

Ia pun menyunut lengannya dengan rokok sambil meringis kecil, menambah jumlah luka yang ia koleksi.

Di tengah isaknya, ibunya datang, bersandar di dinding dekat jendela dan tersenyum ke arah Damar. Melihat halusinasi ibunya tersebut, tangis Damar semakin menjadi-jadi.

DAMAR

Mamaa..

Damar berusaha menenangkan isak tangis dan mengusap air mata. Anak 17 tahun itu lantas menatap ibunya. Ia mulai berkata dengan sedikit sesenggukan.

DAMAR

(sedikit sesenggukan)

Embah jek gak iso maafin aku, Ma.

Aku ki pingin, iso akrab neh

karo Mbah koyo mbiyen. Tapi aku

nggak ngerti, kenapa semua rasane

angel. saiki aku malah makin

nyusahin Embah gara-gara gak

naek kelas.

Gupita masih tersenyum. Ia lantas mengelus kepala Damar. Anehnya, meskipun Damar sadar ia sedang berhalusinasi, ia mampu merasakan sentuhan dari tangan ibunya itu, yang mana itu membuatnya semakin depresi.

DAMAR

Kenapa Mama masih senyum?

Mama gak seharuse maafin aku.

Damar kembali menyunut tangannya dengan rokok beberapa kali, sampai ia lelah dengan pikirannya dan tertidur.

CUT TO FLASHBACK:

28. INT. DAPUR. JAKARTA - MALAM

Suara notifikasi grup chat BBM Gupita ramai sekali. Ia mendapat kabar, kalau terjadi baku tembak antara TNI AD dengan kelompok oknum masa yang sedang bentrok. Tapi, Gupita masih belum tahu, apakah insiden itu menghasilkan korban atau tidak. Kepalanya penuh dengan pikiran-pikiran negatif. Terlebih, sedari siang suaminya tidak bisa dihubungi. Ia pun mencoba menelpon suaminya sekali lagi, tapi tetap tidak bisa tersambung.

Lantaran tidak mau membuat Damar khawatir akan hal yang belum pasti, ia pun mulai mengalihkan pikirannya dengan mememotong-motong sayuran sambil menunggu iga sapi yang sedang direbus matang. Di meja makan, yang mana itu letaknya bergabung dengan dapur, Damar duduk menggambar dengan serius. Saat itu, Damar kecil berusaha menggambar ibunya yang sedang memasak. Tidak terlalu bagus memang, tapi untuk ukuran anak 7 tahun, gambar Damar memang di atas rata-rata.

Mereka larut dengan kesibukan masing-masing, sampai terdengar dering telepon di ruang keluarga.

DAMAR

Aku aja yang angkat, Ma.

Mama masak aja.

GUPITA

Kalo telponnya penting,

kasih tau Mama yaa.

DAMAR

Iyaa.

Damar mengiyakan sambil bangkit dan berjalan ke arah telepon.

CUT TO:

29. INT. RUANG KELUARGA. JAKARTA - MALAM

Damar mulai mengangkat gagang telepon dan berbicara.

DAMAR

Halo, selamat malam. Ini siapa, ya?

Suara pria di seberang sana pun menjawab. Suaranya agak panik, tapi dipaksakan tenang karena tahu yang mengangkat telepon adalah anak kecil. Samar-samar, terdengar suara ramai orang-orang di belakang pria itu.

PAK ALI (L, 36) (O.S.)

Halo Adek. Mamanya ada? Bilang aja ini dari Pak Ali, temennya Papah.

DAMAR

Ooh, oke Om, sebentar ya.

Damar meletakkan gagang telepon di atas meja lantas kembali ke dapur.

CUT TO:

30. INT. DAPUR. JAKARTA - MALAM

DAMAR

Maaah, telponnya dari Pak Ali,

katanya mau ngomong sama Mama.

Kata Damar saat ibunya sedang mencuci tangan setelah mematikan kompor.

GUPITA

Pak Ali temen kerjanya Papah?

Gupita bertanya sambil mengeringkan tangan dengan lap.

DAMAR

Iyaa.

Gupita pun langsung berjalan ke ruang keluarga.

CUT TO:

31. INT. RUANG KELUARGA. JAKARTA - MALAM

Setelah mengelap sisa-sisa air di tangannya pada celana, Gupita pun meraih gagang telepon.

GUPITA

Iya halo. Pak Ali ya? Ada apa, Pak?

PAK ALI

Gini Bu, ada hal penting yang mau

saya sampein, ini berkaitan sama Pak Estu.

GUPITA

Suami saya kenapa?

PAK ALI

Saya bakal jelasin selengkapnya kalo

Ibu udah sampe sini. Sekarang Ibu

bisa ke RS Fatmawati nggak?

GUPITA

Iya, suami saya kenapa?

Sayup-sayup, terdengar Pak Ali seperti sedang mengobrol dan bertanya pada rekannya yang lain.

PAK ALI

Pak Estu menjadi salah satu korban

dari bentrokan siang tadi, Bu. Sekarang

Beliau ada di RS Fatmawati.

GUPITA

Terus kondisinya gimana?

Suara Gupita mulai terdengar bergetar. Sedangkan di seberang sana, Pak Ali yang tidak langsung menjawab pertanyaannya, menambah pikiran-pikiran negatif yang terus berseliweran di kepala Gupita.

PAK ALI

Pak Estu meninggal, Bu. Beliau

terkena tembakan di kepalanya.

Ibu tenang dulu, ya. Sekarang Ibu

datang saja ke rumah sakit. Saya

akan jelaskan lebih lengkapnya di sini--

Gupita bahkan tidak sempat mendengar kalimat terakhir dari Pak Ali. Ia masih syok. Matanya syok dan sedih, meski sama sekali tidak menangis. Ia hanya diam dan menutup telepon itu begitu saja. Tangannya bertumpu pada meja, berusaha mengatur napas, masih tidak percaya akan apa yang ia dengar.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar