Ambang
7. Act 7

CUT TO FLASHBACK:

63. INT. RUANG KELUARGA. JAKARTA - DINI HARI

Damar tidak tega melihat ibunya, sedangkan polisi masih belum juga datang. Damar menghela napas, dan akhirnya nekat menghampiri ibunya di ruang keluarga. Ia memberanikan diri, berusaha menembak penjahat itu.

Suara tambakan menggelegar. Pinggang dari Perampok Tinggi itu terkena tembakan. Perampok itu terkejut. Begitu pula dengan Gupita.

BACK TO:

64. INT. DAPUR DAN RUANG MAKAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Damar masih terdiam walaupun kali ini napasnya sudah mulai berat karena menahan amarah, sedangkan Mbah Jatmiko masih tenggelam dalam emosi.

MBAH JATMIKO

MEH TEKAN KAPAN TO KOE KOYO

NGENE? MEH NGORBANKE SOPO MENEH??

Kali ini, akhirnya emosi Damar pun ikut lepas.

DAMAR

AKU KAN WIS BILANG, AKU NGGAK SENGAJA!

AKU YO GAK MINTA AKU KOYO NGENE.

SOPO SING GELEM EMANG MBAH? SOPO?

MBAH JATMIKO

YO NDI USAHAMU NGGAWE BERUBAH?

Damar kesal dan mulai melempar-lempar barang apapun yang ada di atas meja.

DAMAR

YO PIYE MEH BERUBAH? EMANG E MBAH

NGASIH KESEMPATAN?! MBAH AE SELAMA

IKI CUEK KARO AKU! MBAH DEWE MAUNYA APAA?

Semua perkataan Damar tepat mengenai hatinya.Kali ini, Mbah Jatmiko mulai diam, ia memilih untuk duduk dan berusaha mengatur napas.

CUT TO FLASHBACK:

65. INT. RUANG KELUARGA. JAKARTA - DINI HARI

GUPITA

Damar, kamu ngapain di sini?!

Perampok Tinggi itu mengambil kembali parangnya yang ia lempar untuk menyakiti paha Gupita, lantas berkata,

PERAMPOK TINGGI (L, 39)

Ohhhh lu daritadi ngalang-ngalangin gua ke atas gegara ada anak lu?

Perampok Tinggi itu menatap Damar yang berdiri gemetar sambil mengacungkan pistol tersebut. Berharap dengan begitu si perampok merasa terancam dan pergi.

PERAMPOK TINGGI

Adek kecil pinter ya, bisa maenan

pistol. Sini, Om pinjem pistolnya!

Si Perampok Tinggi mendekati Damar sambil mengacungkan parang. Sebelah tangannya memegangi pinggangnya, berusaha menahan darah yang terus mengalir. Tiba-tiba, rekannya yang bertubuh gempal datang dari arah garasi.

PERAMPOK GEMPAL (L, 37)

Ada apaan sih, Bang? Kok ada suara pistol?

PERAMPOK TINGGI

Ini, ada polisi kecil. Lu urus

dah tu bocah. Bisa kan lu?

PERAMPOK GEMPAL

Heh Bocah, sini, serahin pistol lu

ke gua! Bocah kaya lu dapet darimana

sih pistol kaya begini? Maenan lu

di rumah beginian yak? SINI, CEPETAN!!!

Perampok Gempal itu menghampiri Damar. Ia mengancam Damar dan menyudutkannya ke sisi ruangan, menghalangi pandangan Damar akan kejadian di belakang Perampok Gempal itu. Diam-diam, ternyata di belakang si Perampok Gempal, Perampok Tinggi itu menyandra Gupita. Mulut Gupita diikat dengan tali. Tangan dan kakinya pun diikat. Jelas, Gupita yang sudah tidak bisa berdiri tegak, kesulitan melawan pria itu dan akhirnya kalah. Perampok Tinggi itu berdiri. Tangan kirinya mencengkram rambut panjang Gupita, sedangkan tangan satunya menodongkan parang ke leher Gupita.

PERAMPOK TINGGI

Kalo lu nggak kasih pistol itu

ke temen gua, nyokap lu bakalan mati!

DAMAR

Jangan sakitin Mama!

Karena jarak di antara si Perampok Gempal itu sangat dekat dengan Damar, Damar mampu membidik sasaran dengan tepat. Sekali lagi, suara tembakan pun terdengar. Perampok bertubuh gempal itu tumbang, terkena serangan pada jantungnya.

Gupita menjerit. Meski tertahan oleh tali, tapi Jeritan Gupita cukup terdengar kencang.

Begitu si Perampok Gempal tergeletak, Damar yang takut dan gemetar memandangi Perampok Tinggi dan menembak membabi buta ke arah pria itu hingga peluru dalam pistol itu habis sambil berteriak.

DAMAR

GRAAAAAA!!...

Setelah peluru dalam pistol itu habis, suasana menjadi hening. Damar kehilangan tenaga. Ia yang tadinya berdiri bersandar pada dinding, kini merosot, duduk, dengan mata yang terpejam, takut melihat apa yang terjadi di depan matanya.

BACK TO:

66. INT. DAPUR DAN RUANG MAKAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Damar bernapas dengan kasar, penuh emosi yang menggebu-gebu.

LARAS

Uwis Mas, uwis, sabar..

DAMAR

AKU KI WIS SABAR, MBAK! Mbak kira

selama ini ki aku nyapo nek nggak sabar?

Damar kembali mengatur napasnya yang berat sambil menahan air mata. Sedangkan Mbah Jatmiko masih juga duduk, memegang pangkal hidungnya, demi mengontrol emosi.

Tapi Damar terus melanjutkan. Unek-unek dalam kepalanya masih belum tertuang seluruhnya.

DAMAR

Mbah selalu nyalahne aku. Aku

ngerti aku salah. Adewe yo capek.

Tapi opo yo gak cukup Mbah ngehukum

aku selama ini karo sikap cuek?

Gak cukup? KURANG MBAH? KURANG??

MBAH MAU AKU BENER-BENER DIHUKUM??

Damar mendekat ke dinding dan membentur-benturkan kepalanya ke dinding.

DAMAR

OPO PERLU AKU TERUS-TERUSAN NGEHUKUM

AWAKKU DEWE??! KUI KAN MAUNYA EMBAH?

Mbah Jatmiko panik. Ia berusaha menahan Damar, tapi tidak dihiraukan oleh cucunya. Damar terus membenturkan kepalanya ke dinding sampai berdarah. Laras pun ikut bangkit, ia menangis, berusaha menahan dan mencegah perbuatan Damar. Tapi Damar menepis tangannya. Dan darah terus mengalir dari kepala Damar.

Mbah jatmiko pun menitihkan air mata, sampai akhirnya Mbah Jatmiko terkena serangan krisis hipertensi, dan jatuh pingsan.

LARAS

Mbahhhh? Mbah napo, Mbah?

Kali ini, semua pandangan teralihkan pada Mbah Jatmiko.

CUT TO FLASHBACK:

67. INT. RUANG KELUARGA. JAKARTA - DINI HARI

Damar yang masih duduk memejamkan mata, tersentak dan membuka mata oleh suara erangan dari orang yang ia kenal.

Saat Damar membuka mata, dua perampok di depannya tewas, diam tak bergerak. Tapi, di sebelah Perampok Tinggi, Gupita ikut terbaring sekarat setengah sadar. Ia mendapat tembakan di dada dan perutnya.

Damar syok. Pistol itu terjatuh dari tangannya. Ia bangkit mendekati ibunya dengan tubuh yang gemetar.

DAMAR

Mama?

Saat sudah berada di sisi ibunya, Damar membuka tali yang mengikat mulut Gupita, dan memangku kepala ibunya. Ia menangis, menangis sejadi-jadinya. Sambil memangku kepala ibunya, tangannya berusaha menahan darah yang terus keluar dari tubuh ibunya.

DAMAR

Maafin Damar, Ma. Maafin Damar.

Damar nggak sengaja. Damar tahan

darah Mama, mama tahan sebentar ya.

Mama pasti bisa sembuh.

GUPITA

Ssst stt sstt..

DAMAR

Maafin Damar Mamaaa.

Gupita berusaha menenangkan Damar di saat-saat terakhirnya.

GUPITA

It's okay Sayang, Mama nggak papa.

Dengan tangan penuh darah ibunya, Damar memegang wajah ibunya.

Gupita tersenyum, terus tersenyum, berusaha menenangkan anaknya yang masih panik dan menangis. Sampai akhirnya Gupita menghembuskan napas terakhirnya.

Damar menangis sekencang-kencangnya. Tapi suaranya tak terdengar, senyap, tertutupi oleh suara sirine mobil polisi yang baru saja datang.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar