Apakah kamu akan memberikan Novel ke ?
Berikan Novel ini kepada temanmu
Masukan nama pengguna
Blurb
Entah kisah ini akan dimulai darimana, aku menulisnya sesuai dengan kehendak hatiku. Sempat aku berfikir bagaimana jika kisah ini ditulis sejak aku mengenalmu saja? Tapi tidak, masih begitu banyak hal yang harus kuceritakan sebelum aku mengenalmu.
Mengenalmu adalah hal paling indah yang pernah Tuhan scenario-kan untukku. Walau akhirnya kita berpisah karena waktu. Pertemuan dan perpisahan adalah keniscayaan. Keduanya adalah awal dan akhir. Setelah berakhir dan berpisah, pasti kita akan bertemu lagi dengan tokoh lain yang akan mewarnai hidup kita. Tuhan maha adil, selalu memberikan ruang bagi kita, menyediakan waktu dan kesempatan. Seperti tanaman, sebelum ia mati maka dia meninggalkan biji atau anakan agar tanaman itu tetap tumbuh lagi.
Kisah ini sengaja kutulis, sebagai bukti bahwa aku pernah mencintaimu. Memimpikanmu bahwa kau lah yang akan membuatkanku kopi sebelum berangkat bekerja. Ah, tak harus begitu juga, atau aku yang membangunkanmu dan membuatkan sarapan untukmu. Atau juga kau yang menyiapkan air hangat untukku setelah nanti aku pulang bekerja dan kita bercengkrama di ruang tamu sembari menikmati buku-buku.
Tapi Tuhan berkehendak lain. Namun aku sangat bersyukur mengenal makhluk Tuhan yang indah sepertimu, tapi membuatku sadar bahwa selama ini aku salah. Tulip tak akan tumbuh di padang pasir. Edelweis tak akan tumbuh di tepian pantai. Meskipun cinta adalah bunga yang tumbuh di semua daratan dan segala musim. Tapi cinta kita hadir di waktu yang salah.
Kendati demikian, tak ada yang sia-sia dalam kisah kita, sebagaimana cita-cita si punguk yang ingin menggapai bulan dan tak tercapai. Tapi kisah punguk dan rembulan selalu menjadi dongeng sebelum tidur.
Hingga akhirnya aku mengerti, bahwa semesta telah memberiku pesan yang tak terdengar dan tak terucap, untuk memberitahuku, tentang siapa yang layak ku perjuangkan? Mungkin Tuhan menciptakan semesta untuk kita agar hidup dengan semestinya. Iya, semestinya. Semestinya aku tidak mengenalmu, Farah. Atau semestinya pertemuan itu tidak pernah terjadi, semestinya juga aku tidak mencium dan memetikmu karena tanganku berdarah oleh tangkaimu yang berduri.
Malang, 12 Agustus.
Pukul 19:31 WIB.
Bhre.
Mengenalmu adalah hal paling indah yang pernah Tuhan scenario-kan untukku. Walau akhirnya kita berpisah karena waktu. Pertemuan dan perpisahan adalah keniscayaan. Keduanya adalah awal dan akhir. Setelah berakhir dan berpisah, pasti kita akan bertemu lagi dengan tokoh lain yang akan mewarnai hidup kita. Tuhan maha adil, selalu memberikan ruang bagi kita, menyediakan waktu dan kesempatan. Seperti tanaman, sebelum ia mati maka dia meninggalkan biji atau anakan agar tanaman itu tetap tumbuh lagi.
Kisah ini sengaja kutulis, sebagai bukti bahwa aku pernah mencintaimu. Memimpikanmu bahwa kau lah yang akan membuatkanku kopi sebelum berangkat bekerja. Ah, tak harus begitu juga, atau aku yang membangunkanmu dan membuatkan sarapan untukmu. Atau juga kau yang menyiapkan air hangat untukku setelah nanti aku pulang bekerja dan kita bercengkrama di ruang tamu sembari menikmati buku-buku.
Tapi Tuhan berkehendak lain. Namun aku sangat bersyukur mengenal makhluk Tuhan yang indah sepertimu, tapi membuatku sadar bahwa selama ini aku salah. Tulip tak akan tumbuh di padang pasir. Edelweis tak akan tumbuh di tepian pantai. Meskipun cinta adalah bunga yang tumbuh di semua daratan dan segala musim. Tapi cinta kita hadir di waktu yang salah.
Kendati demikian, tak ada yang sia-sia dalam kisah kita, sebagaimana cita-cita si punguk yang ingin menggapai bulan dan tak tercapai. Tapi kisah punguk dan rembulan selalu menjadi dongeng sebelum tidur.
Hingga akhirnya aku mengerti, bahwa semesta telah memberiku pesan yang tak terdengar dan tak terucap, untuk memberitahuku, tentang siapa yang layak ku perjuangkan? Mungkin Tuhan menciptakan semesta untuk kita agar hidup dengan semestinya. Iya, semestinya. Semestinya aku tidak mengenalmu, Farah. Atau semestinya pertemuan itu tidak pernah terjadi, semestinya juga aku tidak mencium dan memetikmu karena tanganku berdarah oleh tangkaimu yang berduri.
Malang, 12 Agustus.
Pukul 19:31 WIB.
Bhre.
Tokoh Utama
Bhre
Farah
Jon
Alsa
Melinda
#1
1. Prolog
#2
2. Patah
#3
3. Aku Bhre
#4
4. Desemberain
#5
5. Pesantren Kilat
#6
6. Sebuah Pertemuan
#7
7. Teater Persembahan
#8
8. Pendakian
#9
9. Patah & Tumbuh
#10
10. Sebuah Podcast
#11
11. Konser Musik
#12
12. Lebaran Terakhir
#13
13. Sebuah Pilihan
#14
14. Diam Memendam
#15
15. Gelisah
#16
16. Waktu Yang Salah
#17
17. Tanpamu
#18
18. Epilog
#19
Tentang Penulis
Ulasan kamu
Ulasan kamu akan ditampilkan untuk publik, sedangkan bintang hanya dapat dilihat oleh penulis
Apakah kamu akan menghapus ulasanmu?
Disukai
176
Dibaca
14.3k
Tentang Penulis
Miftachul W. Abdullah
Membaca itu Candu.
Sekali kau membaca, maka kau seperti menyelami samudera. Bukan hanya terumbu karang dan satu ikan saja yang kau temukan.
Tapi ribuan, bahkan jutaan.
Selamat menyelam.
Miftachul W. Abdullah
#masabdullah
IG: @mw_abdullah
Twitter: @masabdullah18
Sekali kau membaca, maka kau seperti menyelami samudera. Bukan hanya terumbu karang dan satu ikan saja yang kau temukan.
Tapi ribuan, bahkan jutaan.
Selamat menyelam.
Miftachul W. Abdullah
#masabdullah
IG: @mw_abdullah
Twitter: @masabdullah18
Bergabung sejak 2020-09-01
Telah diikuti oleh 246 pengguna
Sudah memublikasikan 4 karya
Menulis lebih dari 82,837 kata pada novel
Rekomendasi dari Romantis
Novel
Hujan Merah Jambu
Mizan Publishing
Novel
Love for Sale
Noura Publishing
Novel
War of Love
Dian hastarina
Novel
Waktu Yang Salah
Miftachul W. Abdullah
Novel
Masihkah Senyum Itu Untukku?
Hendra Purnama
Komik
Travel Till Married
Olivia Rossa
Novel
Buffy gal
SOS (Share Our Story)
Novel
Ikaga desu-ka, one-san?
Cana Nurul Aini
Novel
Aphelion
Clarissa Kawulur
Flash
Duet
Delia Angela
Novel
Delha & Anggara
Edelshia Sallipadang
Novel
RUSH ROMANCE
Herlan Herdiana
Novel
Milch
Desi Puspitasari
Novel
SAKURA
bibliosmia
Novel
Sang Dewi
Alina Fresila
Rekomendasi