"Kau bisa menyebutku apa saja."
"Peranakan Indonesia Belanda."
"Seorang violinist terhebat di ranah Jawa."
"Atau kau bisa menyebutku Oktiliun. Kata mereka, itulah sebutan bagi orang sepertiku."

Dulu negeri ini begitu masyur. Tanah hijau membentang luas, damai, tenang. Namun sejarah takkan lupa dengan munculnya Pasukan Jepang kala itu. Tanah hijau menggersang, langit seolah berubah gelap, dan setiap rumah akan terus dihantui bayang-bayang penindasan, penculikan, dan pembunuhan oleh para pasukan Jepang.

Namun mereka takkan tahu bahwa di tanah Jawa ini, di Kota Batu, Malang, seorang perempuan muda peranakan, akan menjadi tombak kemenangan bangsa dalam merebut Kota Malang kembali ke pangkuan pertiwi.