Take Me to Jannah

"Saya menyukai putri Bapak dan berniat untuk meminangnya," terdengar kata-kata seorang lelaki yang saat ini tengah duduk di ruang tamu bersama kedua orang tuaku dan tentu saja orang tuanya juga. Jangan berpikir aku menguping pembicaraan mereka, karena hal itu tidak baik. Aku mendengar semuanya karena letak kamar yang bersebelahan dengan ruang tamu.

Namun, siapa gerangan yang tengah berbicara dengan Bapak? Seingatku, tidak ada seorang laki-laki yang berniat meminang, mereka selalu mundur saat kubilang, "Pinta hatiku kepada Allah, karena hati ini milikNya, dan pinta diriku kepada kedua orang tua karena mereka pemilik diri ini." Sedang dia dengan begitu beraninya langsung menemui mereka tanpa meminta izinku atau bahkan bertanya apakah akan menerimanya atau tidak.

"Bukan saya yang berhak menjawab pertanyaanmu, tapi putri saya yang harus menjawabnya," jawab Bapak dengan bijak, "Bu, tolong panggilkan Mila sebentar."

Mendengar perintah Bapak kepada Ibu seketika jantung berdegup dengan kencang seolah mau mengalahkan genderang saat hendak perang. Keringat dingin mulai ke luar dan otak berputar memikirkan jawaban yang tepat atas semua pertanyaan yang tidak lama lagi harus kuberikan.

Sebuah ketukan terdengar begitu jelas dari pintu kamar, dan tak perlu mencari tahu siapa yang melakukan itu karena sudah pasti Ibu.

"Ada seorang pria datang untuk meminangmu, Bapak tidak bisa memberikan jawaban karena hanya kamu yang bisa melakukan itu," kata Ibu setelah masuk kamar dan hal itu membuat jantung semakin tidak karuan.

"Maaf, Bu, jika boleh tahu, siapa yang datang?" tanyaku sedikit mengulur waktu dan tentu saja agar bisa memikirkan jawaban terbaik.

"Hasan Ali," jawab Ibu singkat.

Saat mendengar namanya disebut, jantung ini berdegup semakin kencang. Dia, lelaki yang sebulan lalu tanpa sengaja dikenalkan oleh seorang kawan saat bertemu. Lelaki yang hanya bertemu sekali bahkan hanya tahu nama, berani datang untuk meminang secara langsung kepada orang tua, jawaban apa yang harus kuberikan kepadanya?

"Ayo, Bapak sudah menunggu!" ajak Ibu yang akhirnya membuatku melangkah ke ruang tamu.

Kini aku duduk di hadapan seorang lelaki yang baru sekali kutemui, tapi memiliki keberanian yang luar biasa. Bapak menjelaskan semua maksud dan tujuan kedatang Hasan serta memintaku membuka niqab agar lelaki itu melihat wajah di balik kain hitam yang kukenakan.

"Bagaimana, Nak Hasan masih berminat kepada putri saya?" tanya Bapak setelah aku kembali mengenakan niqab.

"Insya Allah, niat saya tidak berubah, Pak," jawabnya dengan begitu tenang.

"Jawabanmu bagaimana, Mil?" tanya Bapak sambil menatapku yang meski menunduk dapat melihat hal itu dari ujung mata.

Kutarik napas dalam selama beberapa kali dan mengembuskannya dengan perlahan. Otak masih berpikir untuk memberi jawaban terbaik kepadanya, bagaimana pun, kami baru bertemu sekali dan belum saling mengenal sifat masing-masing.

"Bismillah, take me to jannah, Akhi," ucapku sambil menguatkan hati bahwa ini adalah pilihan Allah.

4 disukai 5.8K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction