... I do love you, but ...

Malam yang temaram diisi dengan hati yang tengah muram. Semarak pesta, canda tawa, dan tarian dansa meramaikan hati seorang gadis yang sedang terluka. Perlahan, gadis itu melirik mempelai pria yang juga menatapnya nanar. Sang gadis membuang muka saat menyadari tidak ada lagi asa, ia harus terbiasa.

Gadis itu berlari keluar dari gedung. Seakan tidak ingin gadis itu lepas dari sorot matanya, sang mempelai pria terbangun dari pelaminannya. Wanita yang duduk persis di sampingnya sudah menyadari gelagat suami dan adik tirinya itu.

"Jangan berani ngejar dia!" kecam sang istri.

"Jangan berani ngelarang aku!" balasnya.

Ia melepaskan tangannya, lalu mengejar cinta pertamanya ke luar gedung.

Gadis itu menangis tepat di samping mobilnya. Ia terus menangis tanpa menyadari pria yang ia cintai memerhatikan dari belakang.

"Gina...," panggil pria itu lembut.

Gina terkejut, buru-buru ia menghapus air matanya.

"Aku minta maaf, aku tau...,"

"Cukup, Ra, semuanya udah berakhir."

Tarra menjambak rambutnya.

"Terus aku harus gimana, Gin? Aku juga nggak mau!"

Gina menghela napasnya. "Lupain aku."

"Kamu gila ya, Gin? Tujuh tahun itu nggak sebentar!"

"Ya terus kenapa kamu mengiyakan perjodohan ini?!" Gina menyuarakan hatinya yang patah. "Kamu takut ahli waris berpindah ke tangan adik kamu, makanya kamu setuju untuk nikah dengan Riri. Kamu munafik, Ra!"

Tarra mengangguk, ia mengakui betapa rakus dan munafik dirinya.

"Aku nggak bisa kehilangan semua hal yang sudah aku perjuangkan dari nol, Gin. Kamu tau betapa berharganya Unicell Group untuk aku."

Gina tersentak, perlahan ia tersenyum. Senyuman yang tidak pernah ia keluarkan selama dua puluh tujuh tahun ia hidup. Hanya dengan melihatnya, Tarra bisa merasakan kemarahan dan kekecewaan di saat yang bersamaan.

Gina tidak berminat berkata-kata lagi, ia membuka pintu mobilnya, tapi Tarra menahan tangannya.

"Mau kemana?"

Gina melepaskan cengkraman tangan Tarra.

"Aku tau kamu marah dan kamu kecewa sama aku. Aku paham banget. Tapi, please, nggak akan ada yang berubah. Aku bakalan tetap setia sama kamu."

Gina tertawa merendahkan. "Harusnya aku tau lebih awal, kamu itu cuma penggila harta. Bodoh banget aku, ternyata aku lebih naif ketimbang Riri. Kamu nggak cinta sama aku, kamu juga nggak cinta sama Riri. Uang, itu satu-satunya yang penting untuk kamu. Jadi sekarang, lepasin aku."

Gina masuk ke mobilnya, ia menutup pintunya, lalu menyalakan mesinnya. Namun, Tarra mengetuk jendelanya. Dengan berat hati Gina membuka jendela mobilnya.

"Kamu mau pergi dari aku? Cih, kamu nggak akan bisa lepas dari aku, Gin. Kamu tau kenapa? You love me, Gin. You love me the most, rather than yourself."

Gina memutar kedua bola matanya. "I was loved you, it's past tense, baby. Hard to admit, I do love you...," Gina menoleh ke arah Tarra yang tersenyum menang ketika mendengar kalimat kedua Gina yang memang mencintainya. "... but, I love me more."

Ekspektasi Tarra pecah, ia mundur beberapa langkah. Gina tersenyum penuh percaya diri, ia menutup jendela mobilnya, lalu pergi meninggalkan Tarra yang terpaku kehilangan boneka cantiknya.

(cover by felladelia/dellovaart, cover orginally made for UNIVERSE by Nadine Mandira)

13 disukai 6 komentar 9.8K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Okelah, jadi selama ini kau menganggapku past tense. Hmm.
terima kasih @affa rain
Bagus ceritanya
terima kasih ya @alwinn @dwi kurnia
Puitiss
Saran Flash Fiction