Memugar Asa Memudar Nestapa

Pras cukup sadar ia hanyalah tukang ojek daring yang biasa diorder untuk mengantar-jemput sekolah anak pelanggannya. Mendekati seorang wanita secantik Ami serasa ujian berat untuk tingkat kepercayaan dirinya yang masih sangat tipis.

Kekaguman Pras pada Ami dimulai saat ia tidak sengaja melihat guru bergigi gingsul itu suka memberi makan kucing jalanan di dekat gedung TK tempatnya mengajar. Senyuman bak nuansa kehangatan sinar mentari yang senantiasa menghias bibir Ami tak pernah gagal meresahkan organ penghuni dada sebelah kirinya.

Mungkin Pras masih akan mengira Amilah satu-satunya wanita yang diharapkan menjadi pelengkap separuh agamanya. Akan tetapi, harapan tinggal harapan.

Gerimis sore hari itu menyuruh Pras yang baru saja selesai menerima orderan agar sejenak berteduh di depan minimarket. Bersamaan itu pandangannya tertumbuk ke seberang jalan, di mana sosok Ami tengah memasuki mobil diikuti seorang pria berseragam TNI.

Rupanya Ami sudah memiliki kekasih. Anggota TNI pula. Lantas Pras teringat nasihat temannya yang seorang tukang parkir. Ya, ia harus mundur teratur.

Sayangnya selagi berusaha move-on, Pras tidak habis pikir ketika di lain kesempatan ia justru kembali memergoki Ami bersama pria berbeda yang kali itu berseragam pilot. Apakah Pras pantas mengira Ami yang dikenalnya sebagai guru TK lemah lembut itu tega mendua?

Pras ingin membuktikan kesetiaan Ami dengan menyatakan cintanya. Terkesan malu-malu, Ami pun menyambut perasaannya.

Seharusnya menjadi kabar menggembirakan bagi Pras karena cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun, ingatan Pras yang masih segar mengingat Ami pernah jalan bersama dua pria dalam waktu berdekatan, sepintas membuatnya hilang respek hingga nyaris mengecap Ami wanita murahan.

"Seperti inikah dirimu yang sebenarnya? Selalu mempermainkan hati pria?" serang Pras tanpa tedeng aling-aling.

"Apa maksudmu?"

"Memangnya kamu mengharapkan apa dari tukang ojol seperti saya? Bukankah anggota TNI atau pilot yang pernah kamu kencani itu lebih baik daripada saya?"

"Saya tidak mengerti apa yang kamu bicarakan."

"Cukup, Ami. Katakan, sudah di nomor berapa kamu menjadikan saya orang yang ingin kamu kencani kali ini?"

"Ucapanmu sudah keterlaluan, Mas Pras. Serendah itukah kamu menilai saya? Padahal saya tulus memiliki perasaan dengan kamu." Ami meninggalkan Pras sembari bercucur air mata.

Selang beberapa hari kemudian, Pras mendengar kabar bahwa Ami membagi-bagikan undangan pernikahan. Setengah malas, Pras menerima ajakan tukang parkir kenalannya yang ternyata diundang ke acara tersebut. Detik itu juga Pras terkejut luar biasa begitu menyadari siapa-siapa yang berada di atas pelaminan.

Ami mendatangi Pras. "Mereka saudari-saudari kembar saya. Di sebelah kanan itu namanya Ima dan suaminya yang seorang anggota TNI. Di sebelah kiri adalah Mia dan suaminya yang seorang pilot," ujarnya setenang khas wanita itu memiliki gaya berbicara.

Pras hanya bisa melongo tanpa bisa berkata apa-apa.

Ami melanjutkan, "Tadinya yang di bagian tengah itu mau saya isi bersama calon suami saya. Saya tidak peduli walaupun dia tukang ojol. Bagi saya, cinta tidak memandang status jabatan maupun seragam berpangkat tinggi. Tapi dia justru salah menilai saya. Ya sudahlah, mungkin dia memang bukan jodoh saya."

Oh, apa yang telah Pras lakukan? Ia menyia-nyiakan wanita seelok bidadari surga itu hanya karena kesalahpahamannya. Bagaimana ia tahu jika Ami kembar tiga?

Ami oh Ami ... cinta Pras yang kandas.

2 disukai 1 komentar 4.3K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
wah plot twistnya kereen. aku kaget bacannya. sedih jugaa. kenapa pras gak selidiki dulu si ami? 😔
Saran Flash Fiction