Janji

Ada satu hari dimana aku benar-benar mengatakan akan melupakan kegiatan itu. Setelah entah ke berapa kali aku melakukannya, terbesit di pikiran bahwa aku harus meninggalkannya.

Akhir dari kegiatan tak patut itu selalu berujung dengan janji. Aku berjanji akan berhenti melakukannya, janji tidak akan mengingatnya, janji akan melakukan hal-hal yang baik kedepannya dan janji-janji lainnya yang hingga lima tahun ini aku lakukan.

Kau tahu apa hasilnya? Tidak ada. Satu dari janji itu tidak ada yang terpenuhi. Aku tetap melakukan kegiatan itu dan seakan lupa dengan janji yang aku katakan kemarin.

Namun, aku ingat di ujung gang gelap dekat pasar, tempat aku sering melakukannya. Di antara suara tikus yang beradu beserta teman-temannya, aku diteriaki oleh seorang perempuan tua.

Seragam putih-biruku lusuh dan berbau asap, perempuan itu berteriak sedikit parau, "hei bocah! Hei!"

Lalu ia perlahan mendekatiku, dihadapanku, "Bocah ini sungguh luar biasa, kau terlalu cepat!" mengetuk-ngetuk tongkat kayu di lantai. Tentu aku menghiraukannya karena saat ini aku sedang tidak ingin berbincang dengan siapapun. Rokok ditanganku segera aku hisap secepat-cepatnya, cara yang ku pikir dapat mengurangi beberapa kusut dikepalaku ini.

"Hei, nak! Apa kau sedang merokok?"

"Ya."

Ia berdecak, "apa kau pikir, rokok itu hebat? Kau akan menyesal, nak. Buanglah itu! Aku muak melihat orang-orang seperti kau," ujarnya dengan menunjuk-nunjuk aku.

Dilihat dari pakaiannya, aku pikir dia tinggal disekitar tempat ini. "Nek, balik sana! Pulanglah, cucumu sedang menunggu," usirku.

"Dasar anak bodoh!" perempuan itu memukul kepalaku dengan tongkatnya. Aku meringis, perempuan ini membuat suasana hatiku kian memburuk. "Apaan sih, nek! Kenapa kau memukulku? Sudahlah, pergi sana, aku sedang tak ingin bertengkar denganmu!" aku bahkan tak tau dia ini, nenek siapa.

Matanya melotot mendengar perkataanku, tongkat tadi beralih memukul tanganku tapi sedikit pelan dari pukulan dikepala. Rokok yang tinggal setengah itu pun terjatuh, aku menatap perempuan tua ini geram. Kata-kata kotor seakan keluar saat itu namun entah mengapa aku tak dapat mengucapkannya.

"Bodoh! Untuk apa kau sekolah jika tidak menjaga kesehatanmu juga?! Apa kau bisa membaca, anak muda? Lihat baik-baik dibawah bungkus rokokmu itu!"

"Sudahlah, entah sial dari mana aku bertemu denganmu." Aku bangkit untuk segera pergi. Perempuan tua itu menahan tangan kananku, matanya lurus menghantam mata cokelatku, wajah tua itu terlihat serius dan berkata, "jangan bodoh, nak! Jika aku lihat kau kembali ke tempat ini, oh bukan, jika kau kembali aku lihat merokok. Aku akan memberitahu orang tuamu tentang kelakuanmu itu. Lebih baik kau tabung uang rokok itu, itu sungguh lebih baik!"

"Ah, sudahlah, aku sial hari ini bertemu denganmu." Aku pun pergi meninggalkan dia, terkadang janji itu kembali hadir dikepalaku, mungkin untuk menyadarkanku tapi ya tentu saja aku mengabaikannya.

Toh, dia siapa, beraninya mengancamku, batinku.

Hari itu, seharusnya aku mulai menjalankan janji untuk berhenti. Dan, menabung untuk diriku saat ini.

1 disukai 1 komentar 4.7K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Hai aku "janji" juga [oni-14]
Saran Flash Fiction