"Nana, kamu pasti mau ke dapur ya?” tanya Dodo ketika aku lewat di hadapannya.
"Iya. Memangnya kenapa, Do?" tanyaku penasaran. Dapur adalah ruang kesukaanku karena di sana ada banyak makanan. Aku tahu Dodo juga suka dapur dan makanan seisinya.
“Jangan ke dapur dulu, ya," cegahnya. "Kamu enggak lupa 'kan kalau Kakek Gaga, Paman Baba, dan teman kita si Lala itu semua meninggal setelah makan di dapur dan keracunan."
“Itu ‘kan cerita lama. Sekarang pasti sudah tidak apa-apa kalau mau makan di dapur,” elakku. "Aku sudah lapar, nih.”
“Aku juga. Tapi, jangan, ya. Jangan keras kepala, deh.”
“Kita ‘kan enggak bisa pesan makanan dari ojek online seperti mereka. Jadi, kalau tidak makan di dapur, aku harus makan di mana?”
“Makan di luar sama aku,” jawab Dodo sambil tersenyum lebar dan mengedipkan mata. Aku jadi ngeri sendiri melihatnya. “Di luar sedang terang bulan, lo. Pasti romantis, deh.”
“Dasar buaya!” pekikku. Aku lantas berbalik arah. Selera makanku mendadak menguap begitu saja. Aku seharusnya tahu ada yang mencurigakan kalau Dodo tiba-tiba bersikap serius dan sok perhatian seperti tadi.
“Bukan buaya, aku tikus!” pekiknya di belakangku.