Pertemuan Kita

Aku kembali bertemu dengannya setelah tiga bulan berlalu tanpa kabar. Aku melihatnya tersenyum senang kepadaku. Hatiku tidak mampu menyembunyikan baranya. Tetapi, aku justru balas tersenyum. Sebuah senyuman manis yang dipaksa tampil menghiasi wajahku.

"Bagaimana kabarmu?" tanyanya ceria saat kami berpapasan di lorong kampus.

Tahukah kau bahwa aku masih tertinggal jauh di belakang? Rasa sakit yang kau sebabkan tetap bertahan. Di sini, di hatiku.

Perlahan namun pasti siap membunuhku kapan saja.

Sungguh aku ingin kau tahu itu.

"Seperti biasa, sibuk dengan tugas-tugas kuliah," jawabku santai.

Apalah daya, mulutku terkunci rapat, hatiku sedingin es di Kutub Selatan, ingin menunjukkan diri ini baik-baik saja tanpamu selama tiga bulan terakhir. Menyedihkan.

"Bersyukurlah karena masih punya kesibukan."

"Tentu," balasku.

"Ya udah, aku harus pergi ke ruang dosen sekarang. Ada urusan penting di sana. Sampai jumpa lagi." Dia tersenyum semringah seraya melambaikan tangannya beberapa kali kepadaku.

Sampai kapan aku harus memasang topeng ‘baik-baik saja’ ini? Aku sangat lelah.

Sungguh aku ingin kau tahu itu.

Aku ingin kau tahu bahwa jiwaku menderita sejak kau mengakhiri hubungan kita.

Apalah daya, aku terlalu ahli berpura-pura.

"Iya, sampai jumpa." Jangan sampai kita berjumpa lagi, tambahku di dalam hati. Kemudian aku menunjukkan satu senyuman lebar (mungkin terlampau lebar) ke arah punggungnya yang semakin lama mulai menghilang di tengah keramaian anak-anak kampus.

11 disukai 1 komentar 5.6K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
nyesek. 😓 😣😣😣😣/😣😣😣😣😣 alias 4/5 dari saya. 🤗🙏
Saran Flash Fiction