Yogyakarta

"Jika Bandung di ciptakan Tuhan saat sedang tersenyum, maka Jogja diciptakan saat Tuhan sedang jatuh cinta" 

Pernah dengar ungkapan itu tidak sih? Jika kau seorang traveler, aku ragu kau tidak tau.

Yogyakarta, dengan menghela nafas dan degupan jantung yang meningkat aku sekali lagi menginjakkan kakiku di kota ini untuk kesekian kalinya. Walaupun memang awalnya aku kemari karena pekerjaan.

"Udah datang aja mbak?" Sapa pengurus penginapan ketika ku minta kunci kamarku yang biasa kutinggali.

"Hmm, sekalian kunci sepedanya ya!" Jawabku sembari tersenyum.

"Baru datang mbak Ira mau pergi lagi."

Aku hanya menjawab dengan senyum.

"Mau kemana malam ini? Pendopo lawas lagi?" Sambungnya.

"Tidak, mau ke malboro kayaknya."

"Coba sesekali ke alun-alun kidul"

Lagi-lagi aku tertawa.

"Nanti deh, aku di Jogja beberapa hari kok. Lagian, Malboro udah manggil-manggil tuh!" Kuayunkan kunci dengan senang karena menyebut kata Malioboro dengan Malboro.

Kenyataannya, setiap sudut kota ini memang telah membuatku jatuh cinta. Kutelusuri jalan sepanjang Malioboro. Hingga aku sampai diujung jalan, tepat di titik nol kilometer kota Jogja. Dan aku duduk di sudut jalan menikmati kerlipnya lampu jalan. Hingga Jogja membawa cintanya padaku.

"Ahh" pekik seseorang yang tersandung kakiku.

"Oh, astaga! Aku minta maaf!" Ucapku.

"Tidak apa-apa. Maaf celananya jadi basah" katanya melihat celanaku yang terkena minumannya.

"Ah, tidak apa-apa!"

Ia pergi meninggalkanku lebih dulu setelah kami sama-sama saling meminta maaf, aku berjalan kembali menuju tempat sepedaku terparkir dengan kaki yang tak nyaman karena basah.

Tapi lagi-lagi, para musisi jenius ini menahanku untuk tak cepat kembali. Aku tertahan oleh alunan musik mereka, tembangan gamelan yang memainkan musik tradisional jawa. Aku terpukau, diam, hingga mataku menangkap sesuatu yang tak asing.

Lelaki yang tadi, tersenyum dengan tawa bersama kawan-kawannya. Senyumnya menghipnotisku untuk tak beralih pandang, hingga tatapan kami bertemu. Pandangan kami terkunci satu sama lain. Jantungku sejenak berhenti berdetak. Senyumnya memudar berganti datar, hingga lamunan kami dibuyarkan oleh riuhnya tepuk tangan pertanda pertunjukan telah berakhir. 

Aku memutuskan untuk meninggalkan tempat lebih dulu, malam semakin dingin walaupun jalanan Malioboro masih sangat ramai. Kulajukan motorku meninggalkan tempat itu, hingga aku merasa ada yang salah dengan sepedanya.

Dan yah, ban sepedanya bocor.

"Sial!!" Umpatku, 

Tidak ada bengkel yang buka di jam malam seperti ini, dan aku belum hafal benar daerah ini. Aku panik, tentu saja. Kulihat beberapa motor yang melewatiku dan sejenak kembali lagi padaku.

"Mbak?" Sapanya.

Dengan takut-takut aku arahkan pandanganku padanya. Dan ternyata ia lelaki yang tadi, yang kutumpahkan minumannya.

"Ban sepedanya bocor ya?"

Aku mengangguk.

"Mari, saya antarkan ke bengkel. Agak masuk gang sih, tapi cuma itu yang buka malam-malam disekitar sini" ucapnya.

"Saya bantu dorong mbak" lanjutnya.

Percaya atau tidak, meski setelah itu kami tak bicara. Jantungku tak pernah bersahabat, degupannya seperti terdengar ditelingaku, gugup dan tanganku jadi berkeringat.

"Terimakasih"

Aku telah dibuat jatuh cinta, dengan keindahan dan keramahan kotanya, dengan ramahnya orang-orang yang kutemui, pun dengan orang yang di pertemukan denganku. Hingga aku berharap Jogja akan menjadi tempat untukku pulang suatu hari nanti.

Aku telah dibuat jatuh cinta dengan seseorang yang telah dibawa Jogja. Dipertemukan di sudut kota. Yang mungkin akan aku ingat seumur hidupku

3 disukai 6.4K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction