Sepuluh Tim Gegana

SEPULUH tim Gegana meninggal di lokasi kejadian.

Mereka pergi karena mereka adalah pahlawan yang sesungguhnya, mengevakuasi pusat perbelanjaan tepat waktu, walau terlambat menyelamatkan nyawanya sendiri. Tidak ada seorang pun yang tahu, kalau pelakunya adalah orang dalam yang disuruh, alangkah lebih baik jika dia ikut meninggal dalam ledakan. Namun, waktu seseorang siapalah yang tahu, nyawa di tangan Tuhan.

Tidak ada potongan kabel merah atau biru atau putih yang dapat menghentikan ledakan, sebab bom itu anti potong. Daya ledakan kuat, spontan, dipicu detonator, sanggup meruntuhkan tiang-tiang penyangga. Berada jauh saja suaranya menulikan, apalagi berada di dekat sumber tekanan, pasti mematikan. Ada sepuluh pria berseragam hitam tertimbun puing dengan badan hangus.

Beberapa waktu sebelum ledakan terjadi, kulihat seorang letkol menerima panggilan, gesturnya mencurigakan, bisik sana bisik sini, menutup mulut dengan telepon agar orang tidak bisa membaca gerakan mulutnya. Tapi, keringat sebesar bulir jagung dapat kutangkap dari lensa teropongku. Dia tidak sedang bernegosiasi dengan pelaku yang mengontrol waktu ledakan, tetapi dia ikut andil menghanguskan lokasi.

Aku berpikir untuk menghubungi seorang teman, menyadap alat komunikasi kemudian menyuarakan sejumlah pertanyaan yang berkecamuk di isi kepalaku: siapa peneleponnya? Dari kelompok mana orang itu berasal? Berapa banyak bom dipasang? Kapan bom akan meledak? Apa kira-kira tuntutan pemasang bom? Lalu pertanyaanku tentang, apakah ada jalan untuk bernegosiasi sudah terjawab: tidak ada, ini jebakan.

Seluruh pengunjung sudah dievakuasi keluar, ada tali kuning melintasi area yang diduga tempat bom dipasang. Tim Gegana tidak memiliki waktu untuk mengamankan bahan peledak dari jangkauan orang banyak, mereka harus menjinakkannya di tempat, atau memenuhi keinginan pelaku. Seorang letkol yang bertugas sempat berjalan keluar gedung, berbicara dengan regu negosiator.

Pada awalnya kabar ini kuterima dari salah seorang rekan yang sedang menguntit artis di dalam sebuah restoran di pusat perbelanjaan. Ada orang mengenakan rompi dengan gelagat mencurigakan. Rekan dari perusahaan media berbeda menghubungiku, dan tim kami berangkat menuju lokasi segera. Namun, kami tidak memiliki spot bagus hingga aku berinisiatif naik ke gedung berbeda, memandang jauh apa yang terjadi dari sebuah jendela tembus pandang. Rupanya, ada sepuluh tim profesional sedang mengerumuni area sasaran bom dipasang.

JIKA aku adalah satu-satunya orang yang mampu memastikan ada yang salah dengan letkol Gegana yang bertugas dalam menangani ledakan bom, haruskah kutulis berita tentang detik-detik sebelum bom meledak di pusat perbelanjaan?

***

Oleh: MosaicRile

FB/IG/Twitter: @mosaicrile

4 disukai 5.5K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction